Butuh Dana Besar, Komitmen Transisi EBT RI Tergantung Negara Maju?

Image title
16 November 2021, 17:21
ebt, pensiun dini pltu, transisi energi, pltu
ANTARA FOTO/Jojon/wsj.
Foto udara area Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) di wilayah Tanjung Tiram, Kecamatan Moramo Utara, Konawe Selatan, Sulawesi Tenggara, Jumat (10/9/2021).

Pemerintah mempunyai komitmen kuat untuk mencapai target bauran energi terbarukan. Salah satunya dengan pensiun dini pembangkit listrik tenaga uap (PLTU). Namun guna merealisasikan hal itu, komitmen pendanaan dari negara maju sangat diperlukan.

Menteri Koordinator bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Panjaitan mengatakan Indonesia tak bisa melakukan apa-apa tanpa adanya bantuan tersebut.

Direktur Eksekutif Institute for Essential Service Reform (IESR) Fabby Tumiwa menilai pendanaan tambahan diperlukan untuk memberikan kompensasi bagi pembangkit yang akan dipensiunkan lebih awal.

Dari perhitungan awal Asian Development Bank (ADB), dari rencana 9 GW PLTU yang masuk kriteria layak untuk pensiun dini, nilai pasarnya sekitar US$ 10,1 miliar. "Kalau jumlah tersebut tidak ada yang bayar, berarti dana ini harus dibayarkan oleh pemerintah Indonesia," ujarnya dia kepada Katadata.co.id, Selasa (16/11).

Menurut Fabby, apa yang disampaikan Luhut adalah hasil negosiasi antara pemerintah Indonesia dan pemerintah AS, Inggris Raya dan negara-negara lainnya. Sebagai catatan, Afrika Selatan mendapatkan komitmen pendanaan US$ 8,5 miliar untuk hal serupa dari pemerintah AS, Inggris dan Jerman.

Namun Fabby menilai untuk mempercepat pensiun PLTU dengan menggenjot penambahan energi terbarukan, maka pemerintah tidak perlu menunggu negara maju. "Kita punya kapasitas fiskal dan lewat kebijakan dan regulasi menarik investasi swasta," katanya.

Sementara, Ketua Umum Masyarakat Energi Terbarukan Indonesia (METI) Surya Darma mengatakan Indonesia telah menyampaikan ambisi Net Zero Emission akan dicapai pada 2060 atau lebih cepat. Ambisi ini bahkan sudah disampaikan Presiden Joko Widodo pada pertemuan G20 di Italia dan COP 26 di Glasgow awal November 2021.

Sehingga komitmen Indonesia sudah sangat jelas akan melakukan hal-hal yang dapat merealisasikan target tersebut. Termasuk mulai tidak membangun PLTU baru, serta mengurangi dan mempensiunkan PLTU secara bertahap sampai selesai.

"Untuk menggantikannya, akan dibangun pembangkit dari energi terbarukan. Di sinilah mulai muncul tantangan, karena untuk menggantikannya dengan pembangkit ET akan memerlukan dana investasi yang tidak sedikit," ujarnya.

Demikian juga jika pengurangan penggunaan batu bara dipercepat, maka juga akan membutuhkan dana yang cukup signifikan besar. Karena itu, pemerintah menyampaikan komitmen dan harapan.

Harapannya, akan ada pihak internasional yang akan memberikan bantuan pendanaan agar ambisi mencapai target NZE itu bisa terpenuhi. Menurut Surya bantuan teknologi akan membantu menyelesaikan kendala dan tantangan, terutama dalam mengatasi sebagian masalah intermitensi dari pembangkit seperti tenaga matahari dan angin.

Untuk diketahui, Luhut sebelumnya menegaskan Indonesia butuh bantuan pendanaan dari negara negara maju. Tanpa negara maju, maka Indonesia tidak bisa melakukan banyak hal.

"Mau 2040 pun itu nanti tidak ada batu bara lagi silahkan. Tapi kau kasih uangnya untuk kami early retirement supaya kami bisa bangun tadi geothermal, hydro power, solar panel, dan seterusnya," kata dia dikutip dari CNNIndonesia.

Dia pun menolak jika Indonesia harus menanggung upaya perbaikan alam sendirian. Mengingat kerusakan alam bukan hanya tanggung jawab Indonesia, namun juga tanggung jawab dari negara-negara maju.

Reporter: Verda Nano Setiawan

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...