Investasi Hijau Belum Merata, Bahlil: Negara Berkembang Cuma Dapat 20%

Tia Dwitiani Komalasari
14 November 2022, 06:07
Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia menyampaikan paparannya saat menghadiri Sesi Pleno Kelima B20 Summit Indonesia 2022 di Nusa Dua, Kabupaten Badung, Bali, Minggu (13/11/2022).
ANTARA FOTO/Media Center G20 Indonesia/Fikri Yusuf/nym.
Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia menyampaikan paparannya saat menghadiri Sesi Pleno Kelima B20 Summit Indonesia 2022 di Nusa Dua, Kabupaten Badung, Bali, Minggu (13/11/2022).

Penyebaran ">investasi hijau belum merata ke semua negara dan lebih banyak dikuasai negara maju. Menteri Investasi Bahlil Lahadalia mengatakan bahwa negara berkembang saat ini hanya mendapatkan seperlima dari investasi hijau di seluruh dunia.

Bahlil mengatakan, penyebaran investasi yang tidak adil menjadi persoalan dunia. Bahkan beberapa negara berkembang saat ini belum mendapatkan aliran dana investasi hijau sama sekalu.

"Aliran dana investasi energi baru terbarukan tidak adil. Negara berkembang hanya dapat seperlima," ujar Bahlil saat ditemui di sela B20 Summit Indonesia di Nusa Dua, Kabupaten Badung, Bali, Minggu (13/11).

Dia mengatakan, kondisi ini menimbulkan ketimpangan antar negara-negara dunia. Oleh sebab itu, Indonesia menginisiaisi terjadinya keadilan untuk investasi energi baru dan terbarukan di seluruh negara melalui rangkaian event G20.

"Alhamdulillah saya yang pimpin delegasi di tingkat menteri, disetujui terjadi pemerataan alur investasi," ujarnya.

Persetujuan tersebut menghasilkan kesepakatan bahwa negara-negara maju akan lebih banyak menginvestasikan industri hijaunya ke negara-negara berkembang.

"Tinggal bagaimana negara berkembang berlomba untuk meraih kesempatan itu dan menarik perhatian investor. Ini yang menjadi perhatian kita," katanya.

Bahlil mengatakan, pihaknya juga memperjuangkan agar investasi asing yang masuk ke Indonesia harus berkualitas. Investasi tersebut juga melibatkan masyarakat setempat, pengusaha UMKM dan pengusaha daerah.

Meskipun demikian, Bahli mengatakan bahwa pertemuan tersebut belum menghasilkan kesepakata mengenai harga karbon. Menurut dia, skema pendanaan karbon belum adil.

Menurut Bahlil, harga karbon di negara maju jauh lebih tinggi dari negara berkembang.Kita deadlock di sini, kita enggak capai kesepahaman," ujarnya.

 Berdasarkan survei Katadata Insight Center (KIC), sebanyak 66,1% responden dari kalangan pelaku investasi Indonesia sudah melakukan investasi hijau. Survei ini dilakukan KIC secara daring terhadap 3.105 responden yang tersebar di seluruh Indonesia.

Investasi hijau itu dilakukan dengan membeli saham perusahaan yang mengutamakan praktik Environmental, Social, and Governance (ESG). Namun, ada pula 15,1% responden yang tidak melakukan investasi hijau. Di antara kelompok ini, mayoritasnya atau 64,4% tidak tahu perusahaan mana saja yang masuk dalam kategori "hijau".

Ada pula 34,4% responden yang tidak memahami perbedaan investasi hijau dengan investasi di perusahaan lainnya.

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...