RI Raih Dana Transisi Energi Ratusan Trilliun Untuk Pensiun Dini PLTU
Pemerintah Indonesia memperoleh tiga pendanaan internasional untuk transisi energi yang disepakati pada penghelatan KTT G20 Bali. Pendanaan dalam bentuk hibah dan pinjaman bunga rendah ini salah satunya ditujukan untuk mengakselerasi pensiun dini pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) batu bara.
Lewat pendanaan ini, Indonesia telah menetapkan target untuk mencapai net zero emission atau nol emisi karbon di sektor ketenagalistrikan pada 2050, atau satu dasawarsa lebih awal dari target saat ini yang ditetapkan dalam rencana iklim nasional.
Indonesia berkomitmen untuk membatasi emisi karbon pada sektor kelistrikan sebesar 290 juta ton pada 2030, dan mencapai puncak emisi pada tahun yang sama.
Mayoritas sumber pendanaan iklim tersebut berasal dari basis kemitraan yang diinisiasi oleh negara maju yang tergabung dalam G7. Adapun beragam sumber pendanaan yang diterima pemerintah sebagai berikut:
1. Just Energy Transition Partnership (JETP)
Melalui Kemitraan Transisi Energi yang Adil atau Just Energy Transition Partnership (JETP) yang digawangi oleh Amerika Serikat (AS) dan Jepang, bersama sejumlah negara anggota G7 serta negara mitra dari Uni Eropa, Indonesia akan memperoleh dana sekira US$ 20 miliar atau Rp 310,4 trilun yang disalurkan bertahap 3-5 tahun.
"Aliansi Keuangan Glasgow untuk Net Zero (GFANZ) yang diketuai bersama oleh teman saya, Mike Bloomberg, bersama-sama kami berharap untuk memobilisasi US$ 20 miliar, mendukung upaya Indonesia mengurangi emisi, energi terbarukan, hingga mendukung pekerja yang paling terpengaruh oleh transisi dari batu bara," kata Presiden Amerika Serikat Joe Biden dalam keterangan persnya setelah KTT G20 hari pertama, Selasa (15/11).
Nilai komitmen tersebut, menurut Biden, belum termasuk komitmen untuk investasi sebesar US$ 798 juta atau setara Rp 12,4 triliun untuk pembangun transportasi yang resilien terhadap perubahan iklim dan mendukung tujuan pembangunan Indonesia.
2. Climate Investment Fund (CIF)
Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan Indonesia telah memperoleh komitmen pendanaan iklim sebesar US$ 500 juta atau setara Rp 7,7 triliun dari Climate Investment Fund atau CIF. Dana tersebut merupakan bagian dari upaya mencapai target pensiun dini PLTU batu bara Indonesia dalam jangka pendek.
"CIF, salah satu dana multilateral terbesar di dunia untuk aksi iklim di negara-negara berkembang, baru-baru ini mendukung US$ 500 juta dari pembiayaan konsesional kepada Indonesia," kata Sri Mulyani dalam Grand Launching Indonesia ETM Country Platform, Senin (14/11)
Menkeu mengatakan, dukungan pembiayaan baru tersebut akan menjadi katalis untuk terus dikembangkan hingga mencapai US$ 4 miliar atau setara Rp 62 triliun untuk mendukung pensiun dini PLTU batu bara hingga 2 gigawatt (GW). Ini merupakan bagian dari hasil analisis potensi pensiun dini PLTU batu bara di dalam negeri sebesar 15 GW.
Pensiun dini khusus untuk dua gigawatt tersebut diperkirakan bisa mengurangi emisi karbon hingga 50 juta ton emisi CO2 pada 2030 dan 160 juta ton pada 2040.
3. Asian Development Bank (ADB)
Bank Pembangunan Asia atau Asian Development Bank (ADB) setuju menyalurkan dana iklim untuk pensiun dini atas PLTU Cirebon-1 berkapasitas 660 megawatt (MW) melalui skema Energy Transition Mechanism (ETM).
Komitmen aliran dana tersebut disepakati usai Pemerintah Indonesia bersama ADB menandatangani Memorandum of Understanding (MOU). Ada beberapa alasan pemilihan PLTU Cirebon-1 sebagai proyek awal yang disuntik mati melawai skema ETM ini.
"PLTU ini memiliki kombinasi yang tepat berdasarkan pemiliknya, berusia setengah, dan memiliki struktur pembiayaan yang cocok untuk refinancing," kata ADB dalam keterangan resminya, Senin (14/11).
ADB baru akan memulai negosiasi jadwal pembangkit ini benar-benar mati. Pembangkit listrik ini memiliki kontrak penyaluran listrik hingga 2042, artinya saat itu usianya 30 tahun. Biasanya, pembangkit listrik batu bara memiliki usia 40-50 tahun, sehingga kontrak bisa diperpanjang usia 10-20 tahun setelah habis pada 2042.
ADB menghitung, jika PLTU dipensiunkan permanen pada 2037, dampaknya bisa mengurangi emisi CO2 hingga 30 juta ton. Jumlah emisi ini setara dengan mengurangi emisi dengan menghilangkan 800 ribu mobil.
Transaksi belum selesai, tetapi bank multilateral yang berbasis di Manila, Filipina itu memperkirakan transaksi bernilai US$ 250-300 juta atau setara Rp 3,8-4,6 triliun.
Namun besaran nilai transaksi untuk PLTU Cirebon-1 tersebut kurang relevan jika membandingkan dengan kebutuhan untuk mempensiunkan PLTU lainnya di Indonesia maupun negara lain.