Inggris Hibahkan RI Rp 133 M untuk Transisi Energi dan Dekarbonisasi
Pemerintah Inggris memberikan hibah senilai £ 7,2 juta atau setara Rp 136,3 miliar (kurs Rp 18.459 per poundsterling) kepada Indonesia sebagai upaya untuk mereduksi emisi karbon dan gas rumah kaca melalui Program Menuju Transisi Energi Rendah Karbon Indonesia (MENTARI).
Dari jumlah tersebut, £ 2,7 juta atau Rp 49,8 miliar berasal dari program UK Partnering for Accelerated Climate Transition (UK PACT) untuk efisiensi energi, selebihnya dari hibah pemerintah kerajaan Inggris.
Kesepakatan tersebut diresmikan melalui kemitraan yang ditandatangai oleh Menteri ESDM Arifin Tasrif dan Duta Besar Inggris untuk Indonesia dan Timor-Leste, Owen Jenkins.
"Program ini merupakan tindak lanjut bersama antara Pemerintah Indonesia dan Inggris dalam Program UK PACT. Program pengurangan gas rumah kaca melalui program efisiensi di sektor bangunan gedung," kata Arifin di Kantor Kementerian ESDM, Jakarta, Senin (28/11).
Kesepakatan implementasi MENTARI EE ini merupakan bagian dari sejumlah kesepakatan yang ditandatangani di bulan November untuk memperdalam kerja sama Indonesia dan Inggris.
Beberapa waktu lalu pada Konferensi Kepala Negara G20 tanggal 15 November di Bali juga diumumkan kesepakatan pendanaan untuk Indonesia Just Energy Transition Partnership (JETP).
Inggris mendukung inisiatif tersebut dengan pendanaan sejumlah US$ 1 miliar yang akan disalurkan melalui pinjaman Bank Dunia serta melalui perjanjian antara program MENTARI dan PT Sarana Multi Infrastruktur dalam bentuk skema investasi bersama untuk proyek-proyek energi terbarukan.
MENTARI EE memperluas kemitraan MENTARI yang telah berjalan sejak tahun 2020 yang telah berhasil merampungkan beberapa proyek seperti elektrifikasi dua desa di Sumba dengan panel surya dan sistem jaringan listrik berbasis baterai.
Direktur Jenderal Energi Baru, Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Dadan Kusdiana mengatakan hibah tersebut bakal digunakan untuk mendorong peningkatan efisiensi penggunaan energi, terkhusus pada gedung pemerintahan daerah dan pusat.
Kendati demikian, Dadan tak menjelaskan lebih rinci soal alokasi penggunaan dana hibah tersebut. Alasannya, pemerintah harus lebih dulu menyusun perencanaan penggunaan dana hibah.
"Kalau kerja sama itu tidak pernah tahu diperjalanannya akan seperti apa. Kami perlu memastikan bahwa itu perlu atau tidak. Mulai saja belum, jadi nanti kami akan yakinkan ke mereka bahwa bagian mana saja yang perlu didukung," kata Dadan.
Lebih lanjut, salah satu pemanfaatan dana hibah tersebut akan digunakan untuk penyediaan teknologi atau alat monitoring penggunaan energi yang dapat mengaktur aktivasi secara otomatif.
Contohnya, alat-alat elektronik seperti lampu dan pendingin di suatu ruangan hanya akan aktif jika ada interaksi di dalamnya. Sebaliknya, alat-alat tersebut akan mati spontan jika tak ada aktivitas di area tersebut.
"Salah satunya kami akan usulkan untuk monitoring penggunaan energi di bangunan untuk bagaimana memantau penggunaan energi di bangunan," ujarnya.
Alokasi hibah tersebut juga tak hanya menyasar pada gedung milik instansi pemerintah, melainkan gedung-gedung publik. "Tidak hanya gedung pemerintah saja, gedung-gedung lain juga ada yang perlu didukung. Kalau hotel tidak usah karena dia secara komersial sudah ada," kata Dadan.
Di sisi lain, Jenkins mengatakan bahwa efisiensi energi di sektor bangunan memberikan banyak manfaat berupa penghematan penggunaan listrik. Hal ini dirasa penting bagi penurunan emisi karbon nasional karena sebagian besar suplai listrik nasional dihasilkan dari pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) batu bara.
"Ini adalah sesuatu yang menjadi fokus Inggris dalam konteks domestik selama beberapa waktu. Dan saya tahu bahwa Indonesia melakukan banyak hal yang sama untuk mendukung efisiensi energi di gedung-gedung pemerintah," ujar Jenkins.
Jenkis bercerita, penggunaan perangkat teknologi dalam kebiasaan efisiensi energi berdampak positif bagi penghematan energi di sektor rumah tangga hingga £ 300 per tahun. "Kami telah menyelamatkan rumah tangga termiskin lebih dari £ 300 setahun untuk tagihan energi mereka," tukasnya.
Adapun dukungan MENTARI EE terdiri dari tiga proyek yang berjalan bersama untuk melengkapi inisiatif dukungan lain dalam pengembangan rekomendasi kebijakan, dukungan bagi persiapan proyek pilot efisiensi energi di sektor bangunan gedung, pengembangan insentif pembiayaan serta dukungan untuk mempererat koordinasi antar pemangku kepentingan.
Ketiga proyek MENTARI EE akan dilaksanakan oleh Institute for Natural Resources, Energy and Environmental Management (IREEM), Carbon Trust Singapore Pte Ltd, dan Ecoxyztem Venture Builder. Tiga proyek tersebut yakni:
- The Integrated Energy Efficiency Programme for the Decarbonisation of Indonesia's Building Sector (INTENS). Project lead: Institute for Natural Resources, Energy and Environmental Management (IREEM);
- De-risking energy efficiency in Indonesia: pilot project for guarantees. Project lead: Carbon Trust Singapore Pte Ltd.;
- Creating an energy efficiency ecosystem through multi-stakeholder partnership approach in Indonesia. Project lead: Ecoxyztem Venture Builder.