Jelang Bursa Karbon, Empat Perusahaan Masih Kejar Akreditasi Skema NEK
Impelementasi bursa karbon hanya tinggal mengitung pekan, tetapi hingga saat ini belum ada lembaga yang punya kewenangan melakukan verifikasi dan validasi skema Nilai Ekonomi Karbon (NEK). Empat perusahaan pun berkejaran dengan waktu untuk mendapatkan akreditasi tersebut.
Direktur Sistem dan Harmonisasi Akreditasi Badan Standardisasi Nasional (BSN) Sugeng Raharjo mengatakan saat ini empat perusahaan telah memperoleh akreditasi untuk penghitungan gas rumah kaca (GRK) umum. Keempat perusahaan tersebut yakni PT Mutuagung Lestari Tbk, PT Sucofindo, PT TUV Rheinland Indonesia, dan PT TUV Nord Indonesia. Namun, keempat lembaga tersebut masih memerlukan akreditasi GRK skema NEK agar bursa karbon bisa berjalan.
“Diharapkan akhir Agustus ini akan menetas lembaga pertama yang diakreditasi KAN untuk lingkup GRK skema NEK,” katanya lewat jawaban tertulis kepada Katadata, Selasa (29/8).
Sugeng menjelaskan keempat perusahaan yang telah memiliki akreditasi GRK umum tersebut sudah mengajukan perluasan untuk skema NEK. Asesmen yang dilakukan pada 11-18 Agustus 2023 menghasilkan dua perusahaan di antaranya mencapai tahap sirkulir untuk pengambilan keputusan. Sementara itu, dua perusahaan lainnya masih menyelesaikan tindakan perbaikan.
Sugeng menuturkan sistem akreditasi lembaga validasi dan verifikasi (LVV) akan mendukung pengukuran, pelaporan, dan verifikasi dalam mekanisme perdagangan karbon. Akreditasi GRK untuk skema Nilai Ekonomi Karbon (NEK) juga akan memberikan keyakinan tinggi kepada semua pihak bahwa lembaga yang melakukan validasi atau verifikasi gas rumah kaca memiliki kompetensi, konsistensi dan imparsialitas sesuai dengan standar.
Sebelumnya, Otoritas Jasa Keuangan akhirnya merilis Peraturan OJK (POJK) No.14/2023 soal bursa karbon. Beleid itu mendefinisikan unit karbon yang diperdagangkan di bursa sebagai efek. Ada dua jenis unit yang bisa diperdagangkan. Pertama surplus kuota emisi yang disebut sebagai Persetujuan Teknis Batas Atas Emisi Pelaku Usaha (PTBAE PU) dan offset karbon dalam bentuk Sertifikat Pengurangan Emisi Gas Rumah Kaca (SPE GRK).
Kedua unit karbon tersebut memiliki skema masing-masing. Namun agar bisa diperdagangkan, kedua jenis unit karbon tersebut harus terdaftar di Sistem Registri Nasional Pengendalian Perubahan Iklim (SRN PPI).
SRN PPI merupakan sistem berbasis web milik KLHK yang berfungsi untuk mencatat dan mengelola berbagai data soal aksi mitigasi dan adaptasi perubahan iklim. Untuk mendaftar di SRN PPI, pengembang proyek harus melewati empat tahap. Pertama, melakukan pendaftaran melalui website www.srn.menlhk.go.id. Setelah memasukkan alamat e-mail, peserta akan mendapatkan nomor pendaftaran. Kedua, peserta harus mengisi formulir data umum yang akan diverifikasi oleh sistem.
Jika lolos verifikasi, peserta akan mendapatkan nomor akun. Tahap selanjutnya, peserta akan diminta memasukkan sejumlah data teknis seperti peta proyek hingga nilai karbonnya. Pada tahap inilah peran lembaga verifikasi dan validasi diperlukan. Jika data teknis sudah lengkap, maka nomor akun berubah menjadi nomor registri. Tahap terakhir, jika data teknis penurunan emisi tersebut sudah berhasil diverifikasi, maka peserta akan mendapatkan nomor verifikasi. Setelah berhasil melewati keempat tahapan tersebut, pengembang proyek akan mendapatkan Sertifikat Pengurangan Emisi Gas Rumah Kaca (SPE GRK). Setiap satu SPE–setara dengan 1 ton CO2–inilah yang nantinya bisa diperdagangkan di bursa karbon.