Investor Minta ASEAN Permudah Regulasi Investasi Energi Terbarukan
Asosiasi Badan Promosi Investasi Dunia atau World Association Investment of Promotion Agencies (WAIPA) mendorong negara anggota Asia Tenggara untuk menelurkan beberapa kebijakan khusus guna mempercepat arus investasi pada pengembangan energi terbarukan.
Wakil Direktur Eksekutif WAIPA, Dushyant Thakor, mengatakan para investor pengembang energi terbarukan tertarik pada negara yang rutin mengadakan lelang proyek dengan kontrak perjanjian pembelian tenaga listrik atau power purchase agreement (PPA) jangka panjang.
"Investor menyukai negara-negara yang memiliki kebijakan stabil jangka panjang. Contohnya dari Amerika Selatan, dari Amerika Latin seperti Cile yang saat ini merupakan pemimpin dalam energi terbarukan," kata Dushyant saat menjadi pembicara di ASEAN BAC Indonesia’s Summit Week 2023 di Hotel Sultan Jakarta pada Sabtu (2/9).
Menurut laporan United Nations Conference on Trade and Development (UNCTAD), Brazil dinobatkan sebagai negara dengan tingkat arus investasi energi terbarukan tertinggi. Nilai investasi pengembangan energi bersih di Brazil mencapai US$ 114,8 miliar sepanjang 2015 hingga 2022.
Posisi kedua dan ketiga secara berturut-turut ditempati oleh Vietnam dengan nilai US$ 106,8 miliar dan Cile dengan US$ 84,6 miliar. Adapun India berada di posisi keempat dengan nilai investasi US$ 77,7 miliar.
Pengembangan energi terbarukan di Chili berkembang pesat sejak perusahaan ekuitas swasta Amerika Serikat, EIG Global Energy Partners, meresmikan pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) pertama di Amerika Latin pada 2021. Proyek tersebut dibangun di gurun Atacama yang bermandikan sinar matahari.
Proyek tersebut dilengkapi dengan penyimpanan panas matahari untuk menghasilkan listrik di malam hari. Teknologi itu berbeda dari kebanyakan proyek PLTS atau angin fotovoltaik yang hanya menghasilkan listrik saat matahari bersinar atau angin bertiup.
Dushyant melanjutkan, para investor juga menyasar negara yang memberlakukan insentif pada pengembangan proyek energi terbarukan, terutama pada stimulus fase produksi listrik. Dia juga mendorong anggota negara ASEAN untuk menerapkan kebijakan satu pintu pada pengembangan energi terbarukan.
"Proyeknya apa yang membuat mereka bankable? Beri mereka tanah. Siapkan semua izin, siapkan satu jendela. Jika Anda memiliki proyek yang bagus, investor akan datang," ujar Dushyant.
Minat investor global terhadap upaya transisi energi makin berjalan ke arah yang lebih progresif. Hal itu ditandai dengan langkah beberapa perusahaan migas internasional yang telah memperluas portofolio bisnis ke arah eksploitasi energi baru dan terbarukan (EBT).
Adapun tren bisnis akuisisi dan skema kemitraan yang dilakukan oleh perusahaan migas global kepada pengembangan EBT sudah berjalan sejak enam tahun terakhir. Seperti yang dilakukan TotalEnergies, Equinor, Shell dan BP.
Rekam jejak aksi perusahaan migas asal Prancis, Total, telah menggelontorkan pendanaan hingga US$ 5,8 miliar untuk mengakuisisi tiga sektor usaha dagang EBT, diantaranya akuisisi bisnis solar panel dari perusahaan energi asal India, Adani.
Pendanaan tersebut juga digunakan untuk mengakuisisi aset bisnis baterai milik Saft dan pengembangan usaha solar panel dan pembangkit listrik tenaga angin milik Eren. Besaran pendanaan tersebut diperkirakan bisa lebih besar karena mayoritas nilai transaksi yang dirahasiakan.
Strategi serupa juga diambil oleh Shell. Perusahaan migas yang berbasis di Inggris itu menggelontorkan investasi sebesar US$ 2,4 miliar untuk mengakuisisi aset pengembangan solar panel milik perusahaan energi asal Amerika Serikat, Silicon Ranch.
Selain itu, besaran dana tersebut juga dialokasikan untuk modal kemitraan bersama Marathon Oil Corporation untuk kerja sama pengembangan teknologi penangkapan dan penyimpanan karbon atau carbon capture and storage (CCS).
Lebih lanjut, Equinor juga ikut melebarkan sayap bisnis ke pemanfaatan energi baru dan terbarukan. Perusahaan migas asal Norwegia ini mengalokasikan investasi hingga US 1,76 miliar untuk mencaplok saham aset pengembangan pembangkit listrik tenaga angin di lepas pantai milik perusahaan energi asal Jerman, E-eon. Equinor juga menjalin kemitraan untuk proyek yang sama dengan Masdar, perusahaan energi asal Uni Emirat Arab.
BP juga tercatat menggelontorkan pendanaan hingga US$ 900 juta untuk mengakuisisi dua sektor usaha solar panel dan stasiun pengisian kendaraan listrik dari Lightsource BP dan Chargemaster.