Kesepakatan JETP Indonesia Kembali Dikritik Lantaran Didominasi Utang

Nadya Zahira
18 September 2023, 15:34
jetp, transisi energi, utang
ANTARA FOTO/Nyoman Hendra Wibowo/rwa.
Warga melaksanakan persembahyangan di dekat panel surya yang terpasang di area persawahan desa berbasis energi baru dan terbarukan (EBT), Desa Keliki, Gianyar, Bali, Jumat (16/9/2022).

Pemerintah telah menyepakati pendanaan transisi energi melalui kemitraan Just Energy Transition Partnership (JETP). Nilainya mencapai US$ 20 miliar atau sekitar Rp 310 triliun yang bisa digunakan dalam dua sampai tiga tahun ke depan.

Terkait hal tersebut, Chairman Indonesia Clean Energy Forum Bambang Brodjonegoro menyarankan kepada pemerintah agar pendanaan JETP itu mayoritas berasal dari pembiayaan ekuitas, bukan pembiayaan utang.

"Jadi saya melihat apa yang perlu kita negosiasikan dalam pendanaan tersebut yaitu, upaya agar porsi pembiayaan ekuitas lebih besar dibandingkan pembiayaan utangnya,” ujar Bambang saat dalam acara Indonesia Energy Transition Dialogue (IETD) 2023, Senin (18/9).

Bambang menuturkan, meskipun pinjaman dari pendanaan JETP tersebut akan mudah untuk diakses karena menyangkut kebutuhan pengembangan energi baru terbarukan (EBT), tetap saja tidak boleh membebani utang negara. Menurut dia, jika utang lebih besar karena adanya transisi energi akan mencoreng nama baik Indonesia.

“Nanti akhirnya jadi pembicaraan seolah-olah Indonesia mau transisi energi, tapi utang negaranya makin besar. Kalau mau transisi energi ya undang investor masuk,” kata dia.

Tak hanya itu, dia menyarankan pemerintah untuk bisa meningkatkan porsi hibah dalam pembiayaan JETP, karena saat ini dana itu masih terbilang kurang. Pasalnya, dana tersebut akan digunakan untuk menjadi jaminan bagi para investor.

Bambang mengatakan, kebutuhan pendanaan transisi energi diperkirakan mencapai US$ 100 miliar atau setara dengan Rp 1,54 kuadriliun.

"Porsi hibah dalam JETP itu harus ditambah. Karena bagaimanapun, investor itu baru mau masuk kalau ada dukungan atau jaminan untuk investor bagi pemerintah. Bisa grant-nya supaya prosesnya mulus," kata dia.

Bambang mengatakan, kebutuhan pendanaan transisi energi diperkirakan mencapai US$ 100 miliar atau setara dengan Rp 1,54 kuadriliun. Oleh karena itu, dana JETP tersebut belum mencukupi untuk membiayai pembangunan transisi energi di Indonesia.

Saat ini Kementerian ESDM masih mengevaluasi dokumen perencanaan dan kebijakan investasi komprehensif dalam kerja sama transisi energi JETP tersebut, dan diharapkan dokumen tersebut bisa segera dirilis setidaknya saat acara COP-28 yang akan digelar pada 30 November 2023.

Untuk diketahui, pendanaan JETP nantinya memang lebih banyak akan diberikan dalam bentuk pinjaman komersial. Ini termasuk pendanaan swasta yang diinisiasi Glasgow Financial Alliance for Net Zero (GFANZ) senilai US$ 10 miliar.

Adapun pendanaan dari swasta tersebut juga melibatkan Bank of America, Citi, Deutsche Bank, HSBC, Macquarie, MUFG, dan Standard Chartered. “Kemudian ada yang pinjaman, tapi pinjaman komersial yang bunganya lebih menarik," kata dia.

JETP pertama kali diluncurkan pada KTT Perubahan Iklim PBB ke-26 di Glasgow, Skotlandia pada 2021. Program ini merupakan inisiasi kelompok negara-negara kaya yang tergabung dalam IPG antara lain Inggris, Prancis, Jerman, Amerika Serikat (AS), dan Uni Eropa (UE).

Program pendanaan ini untuk membantu negara-negara berkembang meninggalkan energi batu bara sekaligus mendorong transisi ke penggunaan teknologi yang lebih rendah karbon.

Reporter: Nadya Zahira

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...