Sekretariat JETP: Dana Hibah Rp455 Miliar untuk Transisi Energi Kurang
Pemerintah menyepakati pendanaan transisi energi melalui kemitraan Just Energy Transition Partnership atau JETP US$ 20 miliar atau sekitar Rp 310 triliun yang bisa digunakan dalam dua sampai tiga tahun ke depan.
Namun, Sekretariat JETP menyampaikan bahwa besaran dana hibah yang dialokasikan untuk elemen sosial ekonomi dan lingkungan hanya US$ 29 juta atau setara Rp 455,7 miliar.
“Selebihnya pendanaan konsesi atau pinjaman lunak,” ujar Direktur Komunikasi Sekretariat JETP Adhityani Putri dalam acara Katadata bertajuk ‘Dialog Masyarakat Sipil JETP’ yang disiarkan secara online, Senin (13/11). Nilainya yakni US$ 324 juta atau setara Rp 5,09 triliun.
Oleh karena itu, Sekretariat JETP menggarisbawahi di dalam draf Dokumen Investasi dan Kebijakan Komprehensif atau comprehensive investment and policy plan (CIPP) bahwa dana hibah tidak cukup.
Adhityani juga menyampaikan, dana hibah tidak cukup untuk melaksanakan asesmen yang dibutuhkan untuk memfasilitasi upaya bergeraknya intervensi di semua investasi fokus area, “Ini menjadi catatan penting dari CIPP,” kata dia.
Oleh karena itu, Sekretariat JETP tengah meminta tambahan dana hibah supaya program-program transisi energi bisa berjalan dan diselesaikan dengan cepat. Mereka optimistis dana yang diterima bisa benar-benar terealisasikan.
Sebelumnya, Sekretaris Jenderal Kementerian ESDM Dadan Kusdiana mengatakan bahwa pendanaan JETP lebih banyak berupa pinjaman komersial, termasuk pendanaan swasta yang diinisiasi oleh Glasgow Financial Alliance for Net Zero atau GFANZ US$10 miliar.
Pendanaan dari swasta tersebut juga melibatkan Bank of America, Citi, Deutsche Bank, HSBC, Macquarie, MUFG, dan Standard Chartered.
“Kemudian ada commercial loan yang bunganya lebih menarik," kata Dadan saat ditemui di Kantornya, Jakarta Pusat, Selasa (21/8).
Pakta iklim yang tergabung dalam kemitraan JETP yakni International Partners Group atau IPG berkomitmen menyediakan dana himpunan US$ 20 miliar dari publik dan swasta untuk pemerintah Indonesia.
Negara-negara yang tergabung dalam IPG di antaranya Amerika Serikat, Jepang, Kanada, Denmark, Uni Eropa, Jerman, Norwegia, Italia, serta Inggris dan Irlandia. Kemitraan ini juga termasuk GFANZ Working Group
Skema pendanaan JETP total US$ 20 miliar terdiri dari US$ 10 miliar pendanaan publik dan US$10 miliar dari pendanaan swasta yang dikoordinasikan oleh GFANZ.
JETP pertama kali diluncurkan pada KTT Perubahan Iklim PBB ke-26 di Glasgow, Skotlandia pada 2021. Program ini merupakan inisiasi kelompok negara-negara kaya yang tergabung dalam IPG antara lain Inggris, Prancis, Jerman, Amerika Serikat, dan Uni Eropa (UE).
Program pendanaan itu bertujuan membantu negara-negara berkembang meninggalkan energi batu bara sekaligus mendorong transisi ke penggunaan teknologi yang lebih rendah karbon.
Indonesia adalah salah satu negara yang berpotensi menerima pendanaan tersebut. Indonesia diperkirakan membutuhkan investasi transisi energi US$25 miliar – US$ 30 miliar atau sekitar Rp 393 triliun – Rp 471 triliun selama delapan tahun ke depan.
Sebelumnya Afrika Selatan diumumkan sebagai penerima pertama program ini. Negara ini menerima pendanaan awal US$ 8,5 miliar melalui berbagai mekanisme, termasuk hibah, pinjaman lunak, investasi, dan instrumen berbagi risiko.