Pajak Karbon Antar Negara Berlaku 2026, Industri Harus Antisipasi

Nadya Zahira
21 November 2023, 10:44
Indonesia menetapkan target Net Zero Emission (NZE) pada 2060. Salah satu upaya untuk menurunkan emisi karbon secara signifikan adalah dengan memanfaatkan teknologi Carbon Capture and Storage (CCS).
123RF.com/Dilok Klaisataporn
Indonesia menetapkan target Net Zero Emission (NZE) pada 2060. Salah satu upaya untuk menurunkan emisi karbon secara signifikan adalah dengan memanfaatkan teknologi Carbon Capture and Storage (CCS).

Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menyampaikan mekanisme pajak karbon antar negara (cross border) akan diterapkan pada 2026. Untuk itu, Menteri ESDM Arifin Tasrif meminta kepada sektor industri agar segera mengantisipasi  pajak karbon lintas negara.

Menurut Arifin, antisipasi tersebut salah satunya bisa dilakukan dengan mengurangi emisi karbon sebanyak-banyaknya. Caranya dengan meningkatkan pemanfaatan pembangkit energi baru terbarukan sebagai sumber energi bersih. 

"Adanya mekanisme ini, produk-produk dari dalam negeri bisa dikenakan pajak karbon dan kita juga bisa mengenakan pajak karbon ke negara lain," ujar Arifin saat ditemui usai Rapat Kerja dengan Komisi VII DPR, Senin (20/11).

Dia mengatakan, industri perlu mengantisipasi pajak karbon lintas negara karena penerapan kebijakan ini akan berdampak pada daya saing produk jika industri terbebani pajak karbon yang tinggi. Artinya, apabila beban pajak karbon yang ditanggung pengusaha semakin besar, maka harga produk yang akan dijual juga akan menjadi semakin mahal.

Selain itu, menurut dia, negara lain sudah semakin cepat dalam menjalankan transisi energi. Indonesia tidak boleh kalah saing dengan negara-negara lainnya. Oleh sebab itu, Kementerian ESDM mengusulkan sejumlah cara untuk mempercepat pengembangan EBT di Indonesia.

Adapun salah satu usulan tersebut yakni dengan menerapkan fleksibilitas kebijakan Tingkat Kandungan Dalam Negeri (TKDN) dan skema penggunaan jaringan transmisi dan distribusi bersama (power wheeling). Namun demikian, kebijakan TKDN ini berpotensi menghambat proyek-proyek EBT yang didanai dari luar negeri.

Pada Pasal 24/39 DIM RUU EBET disebutkan badan usaha yang mengusahakan energi baru dan energi terbarukan diharuskan mengutamakan produk dan potensi dalam negeri. Produk dan potensi yang dimaksud meliputi tenaga kerja Indonesia, teknologi dalam negeri, bahan-bahan material dalam negeri, dan komponen dalam negeri lainnya terkait Energi Baru/Energi Terbarukan.

Dalam rancangan regulasi tersebut, pemerintah juga telah memberikan syarat ketat kepada badan usaha untuk melakukan alih ilmu pengetahuan dan teknologi jika ingin berinvetasi energi baru/energi terbarukan di Indonesia. Hal ini bertujuan demi meningkatkan pengembangan sumber daya manusia lokal. 

Halaman:
Reporter: Nadya Zahira
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...