Kurangi Emisi Pembangkit Listrik, PLN akan Ajukan Transition Financing

Muhamad Fajar Riyandanu
5 Maret 2024, 20:03
pln, transisi energi
Katadata
Direktur Transmisi dan Perencanaan Sistem PLN, Evy Haryadi, berbicara dalam Indonesia Data and Economic Conference (IDE) Katadata 2024 di Hotel Kempinski Indonesia, Selasa (5/3).
Button AI SummarizeBuat ringkasan dengan AI

PLN berencana mengajukan pendanaan transisi, atau transition financing, kepada sejumlah bank internasional guna mempercepat proses pengurangan emisi karbon di sektor pembangkit listrik.

Skema pendanaan itu bertujuan untuk mengakselerasi pembangunan pembangkit listrik tenaga gas (PLTG) maupun proyek konversi pembangkit listrik tenaga diesel (PLTD) ke PLTG.

Direktur Transmisi dan Perencanaan Sistem PLN, Evy Haryadi, menyatakan bahwa usulan ini muncul karena sejumlah tawaran pendanaan yang diterima PLN saat ini hanya fokus pada pensiun dini PLTU batu bara dan pengadaan pembangkit listrik berbasis energi baru dan terbarukan (EBT).

Evy mengatakan, transition financing juga merupakan upaya untuk menutup kekosongan yang ditawarkan oleh pendanaan Just Energy Transition Partnership (JETP) senilai US$ 20 miliar dari International Partners Group (IPG) negara G7 dan aliansi perbankan swasta di bawah Glasgow Financial Alliance for Net Zero atau GFANZ.

Menurut Evy, fasilitas dana JETP terkonsentrasi pada skema green financing yang cenderung selektif dan hanya akan cair jika PLN mengajukan proposal untuk proyek pensiun dini PLTU serta pembangunan pembangkit listrik EBT, seperti pembangkit listrik tenaga air (PLTA) dan pembangkit listrik tenaga panas bumi (PLTP).

"JETP, mereka sekumpulan bank yang siap membiayai transisi energi yang hanya mengenal green financing. Untuk capai net zero emission tidak mungkin langsung lompat ke pembangkit energi terbarukan," ujarnya dalam Indonesia Data and Economic Conference (IDE) Katadata 2024 di Hotel Kempinski Indonesia, Selasa (5/3).

Dia menilai, proses transisi energi di sektor pembangkit listrik membutuhkan proses bertahap melalui PLTG. Gas dianggap sebagai sumber energi fosil yang lebih bersih dari batu bara dan minyak bumi.

Lebih lanjut, kata Evy, transition financing juga dapat menjadi opsi untuk mengurangi kekhawatiran terkait adanya tekanan pensiun dini PLTU baru bara yang saat ini menjadi produsen beban listrik utama nasional (baseload). Di sisi lain, pembangunan PLTA dan PLTP untuk menjadi baseload membutuhkan waktu 7 hingga 10 tahun.

Menurut Evy, kondisi ini tidak bisa digantikan dengan mengandalkan pembangunan pembangkit listrik EBT seperti pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) dan pembangkit listrik tenaga bayu (PLTB) yang memiliki sifat intermittent.

"Butuh waktu lama untuk bangun PLTA dan PLTP, sementara bangun PLTS dan PLTB hanya dua tahun tapi energinya tergantung cuaca. Jika kita komitmen untuk tidak lagi bangun PLTU batu bara, maka gap ini perlu diisi oleh gas," ujar Evy.

Evy menjelaskan bahwa saat ini sudah ada sejumlah bank internasional di Asia yang menawarkan pendanaan transisi ke PLN. Menurut Evy, bank-bank tersebut mengajukan sejumlah syarat dalam memberikan pinjaman.

Kriteria yang dimaksud yakni mewajibkan PLN untuk mengubah PLTG perseroan menjadi pembangkit listrik berbahan bakar hidrogen dalam jangka waktu tertentu.

"Mereka tidak mau hanya berhenti di pembangkit gas. Mereka bilang 'saya akan membiayai pembangkit gas, tetapi nanti ujungnya sampai hidrogen. Itu permintaan dari bank-nya," ujar Evy.

Evy juga mengakui bahwa ada sejumlah lembaga keuangan swasta anggota GFANZ sudah memikirkan opsi transition financing untuk mempercepat proses transisi energi di sektor pembangkit listrik. Bank di bawah naungan GFANZ yakni Bank of America, Citi, Deutsche Bank, HSBC, Macquarie, MUFG, dan Standard Chartered.

Kendati demikan, Evy mengakui PLN masih belum melakukan kontak intens dengan lembaga perbankan swasta tersebut. "Mau gak mau mereka juga mau untuk membiayai transition financing, tetapi ini masih elaborasi," kata Evy.

Evy menegaskan bahwa transition financing merupakan mekanisme pendanaan transisi energi yang progresif. Metode ini, ujarnya, cenderung relevan dengan kondisi Indonesia yang memerlukan pendekatan halus dalam beralih ke pemanfaatan energi bersih.

"Kalau tidak ada pembiayaan pembangkit gas ini kan sulit, perlu transition financing. Beberapa bank di Asia sudah melihat ini," ujar Evy.

Reporter: Muhamad Fajar Riyandanu

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...