PLN Akui Belum Terima Pembiayaan Transisi Energi dari JETP

Tia Dwitiani Komalasari
3 Februari 2025, 08:26
Aktivis dari Climate Rangers Jakarta dan 350 Indonesia melakukan aksi unjuk rasa di depan Gedung Kementerian ESDM, Jakarta, Jumat (17/3/2023). Mereka menyerukan kepada pemerintah agar setelah terbentuknya sekretariat perjanjian pendanaan transisi energi J
ANTARA FOTO/Aprillio Akbar/nz
Aktivis dari Climate Rangers Jakarta dan 350 Indonesia melakukan aksi unjuk rasa di depan Gedung Kementerian ESDM, Jakarta, Jumat (17/3/2023). Mereka menyerukan kepada pemerintah agar setelah terbentuknya sekretariat perjanjian pendanaan transisi energi Just Energy Transition Partnership (JETP) menjadi langkah bersama untuk menuju energi terbarukan dan bukan mengarah ke penggunaan energi fosil.
Button AI SummarizeMembuat ringkasan dengan AI

PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) menyatakan saat ini belum ada satu proyek energi baru terbarukan (EBT) pun yang dibangun dari dana Just Energy Transition Partnership (JETP). Padahal pembiayaan tersebut sudah dijanjikan negara-negara maju sejak akhir 2022.

Sebelumnya, Indonesia dijanjikan akan menerima pembiayaan hijau melalui JETP senilai US$ 20 miliar dari negara maju yang tergabung dalam International Partners Group (IPG). Adapun negara-negara yang tergabung dalam IPG di antaranya Amerika Serikat, Jepang, Kanada, Denmark, Uni Eropa, Jerman, Norwegia, Italia, serta Inggris dan Irlandia.

EVP Transisi Energi dan Keberlanjutan PT PLN (Persero), Kamia Handayani, mengatakan JETP belum membiayai secara konkret proyek-proyek PLN. Pembiayaan JETP yang sudah terealisasi adalah dari KfW (Kreditanstalt für Wiederaufbau) atau Bank Pembangunan dan Investasi Jerman. Namun sebenarnya, proses pembiayaan tersebut sudah dilakukan sebelum JETP dicanangkan.

“Tapi sesuatu (pembiayaan) yang baru datang dari JETP, itu belum ada,” ujarnya pada agenda ESG Sustainability Forum 2025 di Jakarta yang dipantau secara daring Senin (3/2).

Kamia mengatakan, PLN membutuhkan pembiayaan hingga Rp 2.600 triliun untuk pengembangan energi baru terbarukan. Hal itu tercantum dalam Rancangan Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) tahun 2025-2034. Dana tersebut tidak bisa didapatkan jika hanya bergantung pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.

Hasyim Sebut JETP Program Gagal

Sementara itu, Utusan Khusus Presiden Bidang Iklim dan Energi, Hashim  Djojohadikusumo menilai Just Energy Transition Partnership (JETP) adalah program gagal, khususnya pendanaan dari AS. Dua tahun berjalan, belum ada satu pun dana yang dikucurkan oleh Pemerintah AS melalui program tersebut.

Hashim mengatakan program JETP sebesar US$ 20 miliar atau setara Rp 327 triliun yang sebelumnya dijanjikan pemerintahan AS, sudah pasti akan dihapus oleh pemerintahan Donald Trump. Dirinya mengatakan pernah bertemu dengan utusan khusus dari Presiden Amerika Serikat (AS) bernama John Podesta saat perhelatan Konferensi Perubahan Iklim Perserikatan Bangsa-Bangsa atau COP29 di Azerbaijan, pada akhir tahun lalu. Podesta pun bertanya mengenai kelanjutan program JETP.

Menurut Hashim, JETP merupakan program gagal karena tidak ada satu dolar pun yang dikucurkan oleh pemerintah AS.

"Banyak omon-omon ternyata. Hibah US$ 5 miliar dalam US$ 20 miliar itu ternyata gak ada," kata Hashim dalam acara ESG Sustainability Forum 2025 di Jakarta yang dipantau secara daring, Jumat (31/1).


Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...