Ada Aturan Baru, Target Investasi Energi Baru Terbarukan RI Naik 28%

Image title
11 Maret 2025, 14:58
Dua teknisi memeriksa panel surya yang terpasang di atap Gedung Bank Mandiri, Jakarta, Selasa (7/1/2024). Dewan Energi Nasional (DEN) menetapkan target bauran Energi Baru Terbarukan (EBT) pada 2025 mencapai 23 persen.
ANTARA FOTO/Aprillio Akbar/Spt.
Dua teknisi memeriksa panel surya yang terpasang di atap Gedung Bank Mandiri, Jakarta, Selasa (7/1/2024). Dewan Energi Nasional (DEN) menetapkan target bauran Energi Baru Terbarukan (EBT) pada 2025 mencapai 23 persen.
Button AI SummarizeMembuat ringkasan dengan AI

Target investasi energi baru terbarukan (EBT) di Indonesia mencapai US$ 1,8 miliar atau setara dengan Rp 29,5 triliun pada 2025. Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Eniya Listiani Dewi, mengatakan target tersebut naik 28% jika dibandingkan dengan target investasi EBT pada 2024 sebesar US$ 1,4 atau setara dengan Rp 23 triliun.

Ia mengatakan, target tersebut diterapkan karena pemerintah sudah menerapkan beberapa peraturan untuk mempermudah masuknya investasi pada industri EBT.

Salah satunya adalah dengan diterbitkanya peraturan Menteri ESDM (Permen ESDM) nomor 11 tahun 2024 tentang Penggunaan Produk Dalam Negeri (TKDN) untuk Pembangunan Infrastruktur Ketenagalistrikan. Aturan itu dikeluarkan untuk mempercepat pembangunan infrastruktur ketenagalistrikan dengan tetap mengutamakan penggunaan produk dalam negeri.

 Selain itu, baru-baru ini pemerintah juga menerbitkan Permen ESDM nomor 5 Tahun 2025  tentang Pedoman Perjanjian Jual Beli Tenaga Listrik dari Pembangkit Tenaga Listrik yang Memanfaatkan Sumber Energi Terbarukan.

Eniya mengatakan, aturan ini akan mempercepat negosiasi dari PJBL yang selama ini sedikit terkendala dengan adanya listrik berlebih yang dihasilkan oleh PLTA dan PLTP.

“Kita lakukan satu terobosan regulasi bahwa berbagai kerjasama atau perjanjian jual beli listrik ini kadang-kadang selalu terlambat karena masalah negosiasi. Pada dasarnya PLN juga tidak ada cantolan regulasinya untuk menentukan misalnya mau beli ekses energi,” ujarnya.

Eniya mengatakan selama ini PLN tidak akan membeli listrik lebih yang dihasilkan dari PLTA jika ada peningkatan debit air dan listrik, begitu juga dengan PLTP.  Dengan adanya regulasi ini maka perusahaan yang mengoperasikan PLTA dan PLTP dapat menjual listrik  berlebih yang ke PLN dengan harga 80% dari nilai kontrak awal.

“Boleh dibeli dengan harga 80% dari kontrak jadi kalau kontraknya misalnya 7 sen terus bisa dibeli 80%nya jadi sekitar 6 ya, 5-6 sen,” ujarnya.

Meski begitu, dalam aturan tersebut juga dijelaskan angka maksimal kelebihan daya yang dihasilkan dari pemangkit yang diluar dari PJBL. Eniya mengatakan angka maksimal kelebihan produksi daya yang dapat dibeli adalah sebesar 30% dari kapasitas yang ada dalam PJBL.

“Karena kalau ekses kayaknya tidak mungkin lebih dari 30%, kalau sudah 50% itu berarti salah perencanaan. Jadi ini kita batasi di dalam peraturan menteri ini,” ujarnya. 

Ia mengatakan, dengan adanya peraturan ini sebanyak 201 megawatt (MW) listrik berlebih yang akan dibeli oleh PLN dari dua jenis pembangkit EBT. Adapun 180 MW tersebut terdiri dari 180 MW PLTP dan 21 MW PLTA.

Reporter: Djati Waluyo

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...