Mengintip Rahasia Hutan Dayak dan Kearifan Lokal Hadapi Perubahan Iklim


Perubahan iklim menjadi tantangan global yang terus mengancam keberlanjutan lingkungan. Namun, masyarakat adat seperti suku Dayak di Kalimantan telah lama menerapkan kearifan lokal dalam menjaga keseimbangan alam.
Mantan Wakil Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) periode 2019–2024, Alue Dohong, menilai praktik konservasi yang dilakukan suku Dayak dapat menjadi contoh bagi Indonesia dan dunia dalam melindungi hutan serta mengurangi dampak perubahan iklim.
Salah satu bentuk kearifan lokal yang diterapkan adalah Hukum Pahewan, aturan adat yang membatasi pemanfaatan sumber daya alam agar tidak merusak ekosistem. Selain itu, masyarakat Dayak juga menerapkan sistem Tajahan yang meletakkan hutan tertentu dianggap sakral dan dihormati sebagai tempat tinggal roh leluhur.
Alue mengatakan, masyarakat Indonesia dan dunia dapat mengadopsi hal yang dilakukan oleh Suku Dayak dalam menjaga hutan sekaligus mencegah terjadinya perubahan iklim. Dengan cara ini, kelestarian alam tetap terjaga, sekaligus berperan dalam menyerap karbon dioksida yang menjadi penyebab pemanasan global.
“Kearifan lokal ini, bukan diadaptasi saja. Tapi justru bisa diadopsi,” ujar Alue dalam Media Gathering Global Environment Facility Small Grants Programme "Melestarikan lingkungan dengan peran kearifan lokal", di Jakarta, Jumat (21/3).
Alue mengatakan, suku Dayak memiliki filosofi tersendiri dalam melihat alam, hutan, dan lingkungan. Bagi suku yang mendiami Pulau Borneo atau Kalimantan itu hutan dianggap sebagai ayah, tanah sebagai ibu, dan air sebagai darah.
Dengan cara pikir bahwa hutan adalah bagian dari keluarga, Suku Dayak sangat berhati-hati dalam menjaga agar lingkungan baik itu hutan, tanah dan air tetap terjaga atau tidak rusak. Alue mengatakan, dengan konsep tersebut maka Suku Dayak sangat menjaga lingkungan baik hutan, tanah, dan air selayaknya menjaga keluarga dan diri sendiri dari ancaman pihak asing.
“Kearifan lokal Suku Dayak itu misalnya terkait dengan hutan, indirectly sebetulnya melindungi hutan juga menjaga iklim,” ujarnya.
Selain itu, Aue mengatakan Suku Dayak juga melakukan beberapa kegiatan yang dapat menjadi pelajaran dalam hal konservasi. Salah satunya adalah Hukum Pahewan, konsep yang mengatur pemanfaatan sumber daya alam dengan bijak, di mana masyarakat hanya mengambil apa yang diperlukan tanpa merusak ekosistem.
Masyarakat Suku Dayak juga menerapkan sistem Tajahan, daerah hutan yang dianggap angker dan dihormati, di mana masyarakat tidak sembarangan melakukan aktivitas. Pada situasi tertentu, hutan dianggap sebagai tempat tinggal roh leluhur, sehingga harus dijaga dan dilestarikan.
Praktik-praktik kearifan lokal ini berkontribusi pada pengendalian perubahan iklim. Hutan yang terjaga berfungsi sebagai penyerap karbon dioksida, membantu mengurangi dampak pemanasan global.
"Kearifan lokal harus diintegrasikan dalam pendekatan pengelolaan iklim, bukan hanya sebagai adaptasi, tetapi juga sebagai adopsi praktik yang sudah ada," ucapnya.