Panas Ekstrem Ancam Ibu Hamil, Risiko Lahir Prematur Berpotensi Meningkat

Image title
14 Mei 2025, 19:17
panas
Pexels
Ilustrasi krisis iklim
Button AI SummarizeMembuat ringkasan dengan AI

Paparan panas ekstrem akibat krisis iklim berpotensi menyebabkan komplikasi pada ibu hamil. Kondisi ini juga meningkatkan risiko kelahiran prematur.

Laporan terbaru dari Climate Central berjudul “Climate Change Increasing Pregnancy Risks Around The World Due to Extreme Heat” mencatat bahwa pada periode 2020–2024, rata-rata terdapat 44 hari setiap tahun dengan suhu ekstrem yang membahayakan kehamilan.

Dokter spesialis kesehatan perempuan sekaligus pakar dampak iklim terhadap kesehatan Bruce Bekkar menjelaskan bahwa suhu tinggi selama masa kehamilan berkaitan dengan berbagai komplikasi.

Beberapa di antaranya adalah hipertensi, diabetes gestasional, rawat inap, morbiditas ibu, kelahiran prematur, hingga kematian bayi dalam kandungan.

Menurut Bruce, cuaca panas ekstrem saat ini menjadi salah satu ancaman serius bagi ibu hamil di seluruh dunia, terutama di daerah dengan akses terbatas ke layanan kesehatan.

“Mengurangi emisi bahan bakar fosil bukan hanya penting bagi lingkungan, tetapi juga penting untuk melindungi ibu dan bayi yang rentan,” ujar Bruce dalam keterangan tertulis pada Rabu (14/5).

Bruce mengatakan, Indonesia mengalami peningkatan jumlah hari dengan panas ekstrem yang berisiko bagi kehamilan. Hal ini disebabkan oleh pembakaran bahan bakar fosil seperti batu bara, minyak, dan gas.

Panas ekstrem didefinisikan sebagai suhu maksimum yang melebihi ambang batas 95% dari suhu historis lokal. Suhu seperti ini erat dikaitkan dengan peningkatan risiko kelahiran prematur.

Beberapa kota di Indonesia mencatat dampak signifikan. Di Batam, misalnya, dari 47 hari panas ekstrem dalam setahun, sebanyak 46 hari di antaranya dipicu oleh krisis iklim. Kota-kota lain seperti Lampung, Bogor, Bekasi, Cilacap, dan Depok juga menunjukkan peningkatan lebih dari 90% dalam jumlah hari dengan suhu ekstrem.

“Di Jakarta, jumlah hari dengan panas ekstrem meningkat 79%, yaitu 19 dari 24 hari yang disebabkan oleh krisis iklim,” kata Bruce.

Kesehatan Ibu dan Anak Bisa Memburuk

Wakil Presiden Bidang Sains Climate Central Kristina Dahl juga menegaskan bahwa perubahan iklim memperpanjang musim panas ekstrem dan mempersempit peluang untuk kehamilan yang sehat, terutama di wilayah dengan layanan kesehatan yang minim.

“Jika kita tidak menghentikan pembakaran bahan bakar fosil, dampaknya terhadap ibu dan bayi akan terus memburuk,” ujar Kristina.

Dalam lima tahun terakhir, perubahan iklim global telah melipatgandakan jumlah hari bersuhu tinggi yang berisiko selama kehamilan di hampir 90% negara dan 63% kota di dunia.

Peningkatan terbesar jumlah hari panas ekstrem terjadi di wilayah berkembang yang umumnya memiliki akses terbatas terhadap layanan kesehatan, seperti di Karibia, sebagian Amerika Tengah dan Selatan, Kepulauan Pasifik, Asia Tenggara, serta Afrika sub-Sahara. Kondisi ini membuat ibu hamil di wilayah tersebut semakin rentan.

Baca artikel ini lewat aplikasi mobile.

Dapatkan pengalaman membaca lebih nyaman dan nikmati fitur menarik lainnya lewat aplikasi mobile Katadata.

mobile apps preview
Reporter: Djati Waluyo

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...