PLN Butuh Investasi Rp 44,5 Triliun untuk Kembangkan Pembangkit Geotermal


Direktur Utama PT PLN (Persero), Darmawan Prasodjo, mengatakan perusahaan membutuhkan investasi sebesar US$ 2,7 miliar atau setara dengan Rp 44,5 triliun untuk mendorong pengembangan 1 gigawatt (GW) Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) di Indonesia.
Darmawan mengatakan penambahan kapasitas tersebut dibutuhkan karena Indonesia memiliki potensi PLTP yang mencapai 24,6 GW atau terbesar kedua di dunia setelah Amerika Serikat (AS).
“Untuk panas bumi ini, kami melihat secara historis untuk pembangunan 1 GW biaya investasinya sekitar US$ 2,7 miliar,” ujar Darmawan dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi XII DPR RI, Rabu (15/5).
Darmawan mengatakan, besarnya biaya investasi pembangunan PLTP di Indonesia dinilai menguntungkan jika melihat dari biaya operasional dari pembangkit EBT tersebut. Menurutnya, biaya operasional PLTP lebih murah karena tidak ada fuel cost atau biaya bahan bakar.
“Panas bumi ini membutuhkan investasi yang cukup besar karena semuanya ditarik ke depan dalam bentuk eksplorasi, kemudian juga pengembangan, dan penambahan pembangkit. Setelah itu, energinya setengah gratis, rendah sekali," kata Darmawan.
Dalam pengembangan PLTP di Indonesia, PLN menggunakan skema front loaded investment atau investasi yang dilakukan di awal proyek. Saat ini, PLN sendiri telah bermitra dengan sejumlah perusahaan dengan kapasitas terbesar kedua di dunia, yakni sebesar 2,3 GW.
"Ada beberapa proyek panas bumi yang sudah commission, yang sudah beroperasi dengan jumlah terpasang 2,3 (GW) dan juga operatornya ini berbagai investasi, investor baik itu domestik maupun internasional," kata dia.
Target Investasi EBT
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menargetkan investasi energi baru terbarukan di Indonesia mencapai US$ 1,8 miliar atau Rp 29,5 triliun pada 2025. Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi Kementerian ESDM, Eniya Listiani Dewi, mengatakan target tersebut naik 28% jika dibandingkan dengan target 2024 sebesar US$ 1,4 miliar atau Rp 23 triliun.
Namun, menurut hitung-hitungan sebelumnya dari Kementerian Koordinator Maritim dan Investasi, pemerintah menyatakan Indonesia masih membutuhkan investasi US$ 94,6 miliar atau Rp 1.523 triliun hingga 2030 untuk mendongkrak pengembangan EBT di dalam negeri. Potensi EBT terbesar berasal dari tenaga surya mencapai 3.286 GW, disusul energi angin 155 GW, dan air 95 GW.