Astra Agro Lestari akan Investasi Rp 400 M untuk Kurangi Emisi Gas Rumah Kaca

Andi M. Arief
31 Oktober 2025, 11:46
Astra Agro Lestari
Katadata/Andi M Arief
Astra Agro Lestari
Button AI SummarizeMembuat ringkasan dengan AI

PT Astra Agro Lestari Tbk berencana mengurangi 30% emisi karbon dari realisasi 2019 pada 2030. Karena itu, emiten industri sawit berkode AALI ini berencana mengucurkan investasi hingga Rp 400 miliar untuk membangun 10 fasilitas pengolahan gas metana di pabriknya.

Presiden Direktur AALI Djap Tet Fa mengatakan gas metana memiliki daya rusak ozon 28 kali lebih besar daripada karbon dioksida. Karena itu, Djap berencana menangkap semua gas metana yang dihasilkan dari proses pengolahan tandan buah segar menjadi CPO di pabriknya hingga 2030.

"Kami akan membangun fasilitas methane capture agar bisa mengolah gas metana menjadi biogas yang bisa menggantikan bahan bakar solar dan batubara dalam proses produksi," kata Djap di Pangkalan Bun, Kamis (30/10) malam.

Djap menjelaskan gas metana berasal dari limbah cair hasil produksi CPO atau Palm Oil Mill Effluent (POME). Menurutnya, 10 methane capture tersebut akan menyerap POME dari 31 pabrik milik AALI.

Dia mencatat AALI telah membangun dua fasilitas penangkapan metana di Riau. Perseroan dijadwalkan menambah satu fasilitas penangkapan metana di provinsi yang sama pada akhir tahun ini.

"Jadi, akan ada tiga methane capture ayng beroperasi di Riau pada tahun ini. Tahun depan kami akan mulai membangun methane capture di Pulau Sulawesi," katanya.

Djap menyampaikan setiap pengakapan metana yang dibangun akan mengurangi 35.000 ton setara CO2. Menurutnya, pengoperasian 10 methane capture pada 2030 akan menekan emisi karbon di fasilitas produksi hingga 356.000 ton setara CO2.

Selain pembangunan methane capture, Djap berencana mengurangi penggunaan pupuk kimia dan peningkatan kendaraan dengna bahan bakar nabati untuk mengurangi emisi. Namun, dia belum memastikan apakah rencana pengurangan emisi karbon perseroan akan diperdagangkan di bursa karbon nasional.

Pemerintah mencatat 2,5 juta ton karbon setara CO2 yang ditawarkan saat pembukaan bursa karbon. Namun hingga kini transaksi yang terealisasi di burs karbon domestik baru sekitar 1 juta ton setara CO2.

Sebelumnya, Menteri Lingkungan Hidup Hanif Faisol Nurofiq menemukan permintaan di bursa karbon domestik baru dipenuhi oleh perusahaan pelat merah. Dengan demikian, Hanif menilai kondisi mekanisme perdagangan karbon domestik belum mampu menarik minat pelaku usaha secara luas.

Situasi tersebut mendorong pemerintah membuka akses ke perdagangan karbon internasional pada 20 Januari 2025. Langkah ini diharapkan dapat memperluas pasar sekaligus meningkatkan likuiditas perdagangan karbon Indonesia.

“Serapan permintaan karbon domestik dari bursa karbon tidak terlalu tinggi, bahkan cenderung merupakan mandatory yang dibebankan pada perusahaan-perusahaan BUMN,” kata Hanif dalam pidatonya, Selasa (16/9).

Baca artikel ini lewat aplikasi mobile.

Dapatkan pengalaman membaca lebih nyaman dan nikmati fitur menarik lainnya lewat aplikasi mobile Katadata.

mobile apps preview
Reporter: Andi M. Arief

Cek juga data ini

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...