COP30 Rampung, Indonesia Tuntut Pembiayaan Transisi Energi Tanpa Utang

Ajeng Dwita Ayuningtyas
25 November 2025, 12:50
COP30
Kementerian LH
Button AI SummarizeMembuat ringkasan dengan AI

Konferensi Perubahan Iklim COP30 di Brasil resmi ditutup pada Sabtu (22/11). Fase baru implementasi Perjanjian Paris dinilai hanya dapat berjalan dengan dukungan pendanaan berbasis hibah, akses teknologi terjangkau, dan mekanisme transisi berkeadilan untuk melindungi negara berkembang. 

Delegasi Indonesia menyampaikan pesan serupa. Menurut Deputi Pengendalian Perubahan Iklim dan Tata Kelola Nilai Ekonomi Karbon Kementerian Lingkungan Hidup Ary Sudijanto, ketiganya adalah syarat bagi negara berkembang untuk memenuhi mandat global.

Indonesia kembali menegaskan target pembiayaan iklim global sebesar US$1,3 triliun per tahun pada 2035, termasuk US$300 miliar yang dialokasikan khusus untuk negara berkembang. Pemerintah juga mendesak peningkatan pembiayaan adaptasi menuju 2030 untuk mencapai sedikitnya US$120 miliar per tahun.

“Keputusan COP30 harus jadi pijakan aksi nyata yang melindungi masyarakat, memperkuat ketahanan nasional, dan memastikan transisi menuju pembangunan rendah karbon secara adil, inklusif, dan berkelanjutan tanpa ada pihak tertinggal,” kata Menteri LH Hanif Faisol Nurofiq, dikutip dari keterangan resmi pada Selasa (25/11).

Hanif mengatakan Global Stocktake juga harus mengarah pada aksi konkret melalui dialog terstruktur, penguatan kapasitas, akses teknologi, dan dukungan finansial.  Indonesia menyoroti pentingnya penguatan Climate Technology Centre (CTC) dan peluncuran Technology Implementation Programme (TIP) agar teknologi dapat diakses secara nyata oleh negara berkembang, tidak berhenti sebagai komitmen normatif.

Pada isu Global Goal on Adaptation (GGA), Indonesia berkomitmen mempercepat implementasi indikator adaptasi yang sederhana, terukur, dan fleksibel sesuai kondisi nasional.  Menurut Hanif, indikator GGA tidak boleh menjadi beban administratif bagi negara berkembang. Pembahasan terminologi seperti transformational adaptation “diwanti-wanti” agar tidak mengaburkan prioritas utama, yaitu memastikan indikator dapat langsung diwujudkan menjadi aksi nyata untuk memperkuat ketahanan masyarakat.

Di isu gender dan perubahan iklim, Indonesia menyambut adopsi Belem Gender Action Plan (GAP) 2026–2034 sebagai pencapaian penting dalam memastikan kebijakan iklim yang inklusif. Pelaksanaan GAP harus dilakukan melalui proses nasional dan menghormati hukum domestik serta prinsip tanggung jawab bersama namun berbeda serta kemampuan yang berbeda (CBDR-RC). 

Delegasi Indonesia menyampaikan keberatan terhadap beberapa terminologi yang tidak sesuai kerangka kebijakan nasional, termasuk penggunaan gender and age-disaggregated data. Meskipun demikian, Indonesia menegaskan komitmen untuk memperkuat integrasi gender melalui RAN-GPI 2024–2030 demi memastikan perempuan dan kelompok rentan merasakan manfaat kebijakan iklim. 

Dalam agenda Just Transition, Indonesia menegaskan bahwa transisi menuju ekonomi rendah karbon harus bersifat adil, tidak menambah beban utang, dan didukung hibah yang dapat diprediksi. Indonesia bersama G77 and China terus mendorong pembentukan UNFCCC Just Transition Mechanism agar tidak terjadi tindakan unilateral yang merugikan negara berkembang.

Kemudian pada pembahasan Article 6, Indonesia menekankan pentingnya pendanaan untuk kesiapan teknis dan registri internasional agar mekanisme karbon pasar dan non-pasar dapat beroperasi dengan integritas. Indonesia juga menekankan urgensi transisi proyek Clean Development Mechanism  ke dalam kerangka Article 6 untuk memastikan kepastian bagi pelaku usaha dan konsistensi integritas pasar karbon global.

Baca artikel ini lewat aplikasi mobile.

Dapatkan pengalaman membaca lebih nyaman dan nikmati fitur menarik lainnya lewat aplikasi mobile Katadata.

mobile apps preview
Reporter: Ajeng Dwita Ayuningtyas

Cek juga data ini

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...