Stock Split, Cara Emiten Gaet Investor dengan Harga Saham Murah

Amelia Yesidora
7 April 2022, 18:36
Stock split, bursa, saham, ekonopedia, saham silo, AKRA
ANTARA FOTO/M Risyal Hidayat/foc.
Layar menampilkan pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) saat dibukanya perdagangan saham di gedung Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Selasa (26/5/2020).

Emiten distributor bahan bakar minyak alias BBM, PT AKR Corporindo atau AKRA telah melakukan aksi pecah saham atau stock split pada 12 Januari 2022. Dengan rasio stock split 1:5, nominal saham emiten itu berubah dari Rp 100 menjadi Rp 20 per saham. Jumlah saham AKRA pun bertambah menjadi 20,07 miliar saham. 

Tak hanya AKRA yang melakukan aksi stock split tahun ini, dalam waktu dekat, emiten rumah sakit PT Siloam International Hospital atau SILO bakal melakukan aksi serupa. Berdasarkan keterbukaan informasi Bursa Efek Indonesia atau BEI, emiten akan melakukan stock split dengan rasio 1:8.

Dengan begitu, nominal saham SILO akan berubah dari Rp 100 per saham, menjadi Rp 12,5 per saham. Selain itu, jumlah saham emiten rumah sakit itu akan meningkat dari sebelumnya 1,62 miliar lembar, menjadi 13 miliar lembar saham.

Begitu SILO berhasil menyelesaikan transaksi dengan nilai nominal lama di pasar reguler dan negosiasi, selanjutnya akan ditentukan pemegang rekening yang berhak atas hasil stock split

Selanjutnya, saham dengan nilai nominal baru hasil stock split akan didistribusikan oleh PT Kustodian Sentral Efek Indonesia alias KSEI kepada pemegang saham. Kemudian, emiten akan melanjutkan perdagangan sahamnya dengan nilai nominal baru.

Berdasarkan aksi stock split saham yang dilakukan kedua perusahaan tersebut, diketahui jumlah saham kedua emiten tersebut akan meningkat. Selain itu, tak jarang aksi stock split dilakukan agar harga saham emiten bisa lebih terjangkau oleh investor ritel di pasar modal.  

Apa Itu Stock Split?

Secara sederhana, stock split dapat diartikan sebagai aksi korporasi untuk memecah nilai saham. Aksi ini digunakan untuk meningkatkan likuiditas saham di bursa. Upaya tersebut dilakukan perusahaan dengan menambah jumlah saham yang disebarkan ke publik, melalui rasio yang ditentukan sebelumnya. 

Rasio bertindak sebagai nilai pengganda jumlah saham yang dilepas ke publik. Misalnya, perusahaan sudah menetapkan rasio 1:5, berarti setiap satu lembar saham akan digandakan menjadi lima lembar saham.

Di sisi lain, harga per lembar saham juga akan berkurang lima kali lipat. Apabila sebelum stock split harga saham per lembarnya Rp 1.000, maka setelah stock split harga selembar saham akan berubah menjadi Rp 200 per saham. 

Bursa saham
Bursa saham (ANTARA FOTO/M. Agung Rajasa)

Meski perusahaan menambah jumlah saham, nilai kapitalisasi pasar dari perusahaan tidak berubah. Hal itu dikarenakan, nilai kapitalisasi pasar diperoleh dari perkalian antara jumlah saham perusahaan dan harga per lembar sahamnya. Dengan begitu, harga saham perusahaan akan menurun dan jumlah lot saham akan meningkat pasca aksi stock split. 

Selain untuk meningkatkan likuiditas saham, laman Investopedia menjelaskan ada dua alasan lain mengapa perusahaan publik melakukan aksi stock split. Pertama, harga saham dirasa sudah terlalu mahal, sehingga akan memberatkan investor. Harga saham yang kemahalan juga berisiko menyurutkan minat investor untuk masuk ke saham emiten.

Alasan kedua, meski secara teori aksi stock split tidak akan memengaruhi modal perusahaan yang disetor, namun aksi tersebut acapkali sukses meningkatkan minat investor untuk berinvestasi. Alhasil aksi korporasi satu ini cenderung berdampak positif bagi emiten. 

Reverse Stock Split

Kebalikan dari stock split, emiten juga bisa melakukan aksi korporasi berupa reverse stock split. Aksi ini dapat dipahami sebagai penggabungan nilai saham yang dimiliki investor. Berdasarkan laman Investopedia,  setidaknya ada tiga alasan mengapa emiten memutuskan untuk melakukan aksi korporasi reverse stock split

Pertama, harga saham per lembarnya sudah terlalu murah, mendekati batas bawah harga atau auto rejection bawah alias ARB. Kondisi tersebut juga berisiko bagi emiten lantaran bisa terancam delisting atau sahamnya dihapus dari papan bursa efek.

Melalui aksi reverse stock split, emiten dapat melakukan penggabungan nilai saham, dengan begitu harga saham per lembarnya di bursa bisa meningkat, sekaligus mengurangi risiko delisting emiten. 

Alasan kedua, emiten yang melakukan reverse stock split bertujuan meningkatkan kesan baik di mata publik. Biasanya, saham berharga murah dianggap sebelah mata oleh investor atau dikenal dengan istilah saham gorengan. Lewat aksi reverse stock split harga saham emiten akan naik dan diharapkan mencerminkan citra yang baik. 

Ketiga, untuk menarik perhatian analis dan investor yang berpengaruh. Sama seperti alasan kedua, menurut Investopedia, saham dengan harga lebih tinggi cenderung menarik perhatian analis pasar dan dapat dikategorikan sebagai salah satu taktik pemasaran yang jitu.

Layaknya aksi korporasi lain, stock split dan reverse stock split dapat dilakukan setelah mendapatkan persetujuan dari Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS).

Reporter: Amelia Yesidora

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...