Ekonomi Kreatif, Pengertian, Karakteristik dan Aspek Perpajakannya
Ekonomi kreatif menjadi salah satu pilar perekonomian nasional, sehingga menjadi prioritas pemerintah untuk mendorong pengembangan dan pengelolaannya.
Pada diskusi bertajuk "Ekonomi Digital di Tengah Pandemi", Jumat (15/3), Staf Ahli Menteri Keuangan Bidang Pengawasan Pajak Nufransa Wira Sakti mengatakan, pemerintah menargetkan ekonomi kreatif dan digital akan menjadi sumber pertumbuhan pada 2025.
Menurutnya, dalam 10 tahun mendatang ekonomi kreatif dan digital direncanakan akan menjadi penggerak ekonomi berbasis inovasi, hingga akhirnya menjadi pusat ekonomi kreatif dan digital kelas dunia pada 2045.
Pengertian Ekonomi Kreatif
Ekonomi kreatif merupakan sebuah konsep di era ekonomi baru, yang memiliki penopang utama informasi dan kreativititas. Dalam kegiatan ini, ide dan stock of knowledge dari sumber daya manusia (SDM) merupakan faktor produksi utama penggeraknya.
Secara singkat, ekonomi kreatif dapat diartikan sebagai sebuah proses mengintensifkan informasi dan kreativitas, dengan mengandalkan ide dan pengetahuan dari sumber daya manusia sebagai faktor produksi yang utama.
Sementara, Department of Culture, Media and Sport (DCMS) Britania Raya mendefinisikan ekonomi kreatif sebagai industri yang berasal dari kreativitas individu, keterampilan dan bakat. Kombinasi dari tiga faktor ini melahirkan industri yang memiliki potensi kekayaan dan penciptaan lapangan kerja, melalui eksploitasi kekayaan intelektual dan konten.
Dari dua definisi di atas, dapat ditarik kesimpulan, bahwa kemunculan ekonomi kreatif tidak terlepas dari kreativitas yang ada dalam manusia. Kreativitas sendiri merupakan proses berfikir, dan menggugah inspirasi dengan cara yang berbeda dari biasanya. Proses ini membuat seseorang tertantang melahirkan suatu yang baru, baik berupa gagasan maupun karya yang relatif berbeda dengan apa yang telah ada sebelumnya.
Karakteristik dan Jenis Ekonomi Kreatif
Mengutip www.brainly.co.id, ekonomi kreatif memiliki karakteristik sebagai berikut:
- Adanya kolaborasi berbagai aktor, yakni kaum intelektual, dunia usaha, dan pemerintah.
- Berbasis pada ide atau gagasan.
- Pengembangan tidak terbatas dalam berbagai bidang usaha.
- Konsep yang dibangun bersifat relatif.
Berdasarkan karakteristik yang telah dipaparkan di atas, ekonomi kreatif memang tidak memiliki batas. Dalam arti, akan selalu berkembang dengan memunculkan sub-sektor baru yang lebih spesifik.
Namun, Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf) menmbagi ekonomi kreatif di Indonesia menjadi ada 16 sub-sektor, antara lain:
- Aplikasi dan Pengembang Permainan
- Arsitektur
- Desain Interior
- Desain Komunikasi Visual
- Desain Produk
- Fashion
- Film, Animasi, dan Video
- Fotografi
- Kriya
- Kuliner
- Musik
- Penerbitan
- Periklanan
- Seni Pertunjukan
- Seni Rupa
- Televisi dan Radio
Aspek Perpajakan dalam Ekonomi Kreatif
Sama dengan industri lainnya, pelaku usaha yang berkecimpung dalam ekonomi kreatif tetap memiliki kewajiban perpajakan. Mengutip www.online-pajak.com, jenis-jenis perpajakan yang menjadi kewajiban pelaku usaha ekonomi kreatif antara lain:
1. Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21
Pelaku usaha ekonomi kreatif yang memiliki tenaga kerja wajib membayarkan PPh 21 kepada pemerintah pusat. Besaran tarif yang diterapkan mengikuti ketentuan perundang-undangan yang berlaku, serta menyesuaikan dengan jenis karyawan yang bekerja dalam perusahaan.
2. PPh Pasal 22
Bagi pelaku ekonomi kreatif yang melakukan kegiatan berkaitan dengan ekspor dan impor, maka wajib membayar PPh pasal 22 kepada pemungut pajak penghasilan tersebut.
3. PPh Pasal 23
PPh Pasal 23 merupakan pajak yang dikenakan atas modal, penyerahan jasa, atau hadiah dan penghargaan selain yang dipotong PPh 21. Pelaku ekonomi kreatif yang melakukan kegiatan berkaitan dengan objek PPh pasal 23 ini, wajib membayarkannya sesuai tarif yang berlaku.
4. PPh Pasal 25
PPh Pasal 25 merupakan pajak yang dibayarkan secara angsuran, dengan tujuan untuk meringangkan beban wajib pajak. Tarif yang berlaku sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
5. PPh Pasal 26
Jika pelaku usaha ekonomi kreatif melibatkan wajib pajak luar negeri, maka harus memungut atau memotong PPh Pasal 26. Tarif untuk jenis PPh ini harus sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
6. PPh Badan
Sebagai badan usaha, pelaku ekonomi kreatif wajib membayarkan PPh Badan. Jenis pajak ini dikenakan atas penghasilan kena pajak yang diperoleh selama tahun pajak berjalan tanpa pengecualian, baik untuk usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) maupun usaha besar.
7. PPh Final
Pelaku usaha ekonomi kreatif dapat memanfaatkan PPh Final, jika omzet usaha kurang dari Rp 4,8 miliar setahun. Artinya, penghasilan yang diterima atau diperoleh akan dikenakan PPh dengan tarif tertentu, dan dasar pengenaan pajak tertentu pada saat penghasilan tersebut diterima. Tarif yang berlaku untuk PPh Final saat ini adalah 0,5%.
8. Pajak Pertambahan Nilai (PPN)
Jika omzet pelaku ekonomi kreatif mencapai Rp 4,8 miliar atau lebih dalam setahun, maka wajib ditetapkan sebagai pengusaha kena pajak (PKP). Oleh karena itu, wajib memungut PPN sebesar 11% atas penjualannya. Pungutan atau pemotongan tersebut harus dilaporkan setiap akhir masa pajak melalui SPT Masa PPN.
9. Pajak Daerah
Pelaku ekonomi kreatif juga turut wajib membayar pajak daerah tempatnya berusaha. Adapun, besaran tarif yang dikenakan berbeda, tergantung pada peraturan daerah yang berlaku.