Richard Eliezer Bebas Bersyarat, Apa Dasar Hukum Terkait Masa Pidana?
Direktorat Jenderal Permasyarakatan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia menetapkan Bharada Richard Eliezer Pudihang Lumiu bebas bersyarat pada Jumat (4/8). Ia kini memulai periode cuti bersyarat.
Status Eliezer pun berubah dari narapidana menjadi klien permasyarakatan. "Tanggal 4 Agustus 2023 Richard Eliezer mulai menjalani program cuti bersyarat sampai dengan tanggal 31 Januari 2024," kata Koordinator Humas dan Protokol Ditjenpas Rika Aprianti dalam keterangannya kemarin.
Rika mengatakan cuti bersyarat yang diberikan adalah enam bulan, sesuai dengan Pasal 114 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2022 tentang Pemasyarakatan. Selama menjalani cuti tersebut, Eliezer wajib mengikuti bimbingan yang diberikan pembimbing kemasyarakatan.
Dalam sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada Februari lalu, majelis hakim yang diketuai Wahyu Imam Santoso memvonis Bharada E dengan pidana 1 tahun 6 bulan. Ia terbukti bersalah terkait pembunuhan Brigadir Nofiransyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J.
Apa Beda Cuti Bersyarat dan Pembebasan Bersyarat?
Ada tiga izin luar biasa yang bisa diperoleh seorang narapidana, menurut Peraturan Menteri Hukum dan HAM Nomor 7 Tahun 2022. Ketiganya adalah cuti bersyarat, pembebasan bersyarat, dan cuti menjelang bebas.
Ketiga program itu adalah pembinaan untuk mengintegrasikan narapidana dan anak ke dalam kehidupan masyarakat setelah memenuhi persyaratan yang sudah ditentukan. Syarat untuk cuti bersyarat ini adalah:
- Dipidana dengan pidana penjara paling lama setahun enam bulan.
- Sudah menjalani paling sedikit dua per tiga masa pidana
- Berkelakuan baik dalam kurun waktu sembilan bulan terakhir, dihitung sebelum tanggal dua per tiga masa pidana.
“Selain harus memenuhi syarat, pemberian cuti bersyarat bagi napi yang melakukan pidana korupsi juga harus sudah membayar lunas denda dan uang pengganti,” tulis ayat 2 pasal 105 aturan tersebut.
Perbedaan dengan pembebasan bersyarat berada pada masa tahanan yang dilewati seorang narapidana. Kedua izin luar biasa ini bisa diberikan pada narapidana yang sudah menjalani masa pidana paling singkat dua per tiga masa pidana.
Namun khusus untuk pembebasan bersyarat dan cuti menjelang bebas, dua per tiga masa pidana itu paling sedikit sembilan bulan. Meski demikian, seorang narapidana yang sedang menjalani cuti menjelang bebas tidak bisa memperoleh remisi alias pengurangan masa pidana.
Bagaimana Bila Narapidana Dirawat di Rumah Sakit?
Selain tiga izin luar biasa itu, ada satu lagi istilah yang bisa digunakan terkait masa pidana, yaitu pembantaran. Melansir laman Hukum Online, tidak ada istilah pembantaran dalam Kitab Hukum Acara Pidana. Namun ada dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia.
Menurut KBBI, pembantaran adalah penangguhan masa penahanan yang diperjelas dengan keterangan ‘masa penahanan yang tidak dihitung selama dirawat di rumah sakit’.
Pengaturan terkait pembantaran ada dalam Surat Edaran Mahkamah Agung alias SEMA Nomor 1 Tahun 1989 tentang Pembantaran (Stuiting) Tenggang Waktu Penahanan Bagi Terdakwa yang Dirawat Menginap di Rumah Sakit di Luar Rumah Tahanan Negara atas Izin Instansi yang Berwenang Menahan.
Dalam paragraf kedua di SEMA itu tertulis, terdakwa yang ada dalam rutan sering mendapat izin untuk dirawat inap di rumah sakit alias di luar rutan. Kadang-kadang perawatannya memakan waktu lama, sehingga tidak jarang terdakwa dikeluarkan dari tahanan karena masa tahanannya sudah habis.
Meski seorang narapidana mendapat pembantaran, statusnya tetaplah sebagai seorang tahanan. Masa pembantaran ini dihitung sejak tanggal tahanan dirawat inap di rumah sakit, dibuktikan dengan surat keterangan dari Kepala Rumah Sakit.
Dalam masa pembantaran, seorang narapidana tidak bisa diperiksa oleh penyidik, jadi masa penahanannya tidak dihitung. “Karena statusnya masih tetap penyidik dan berada sepenuhnya dalam pengawasan penyidik,” jelas pakar pidana Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar, dilansir dari Hukum Online.