Risiko Likuiditas Adalah Ketidakmampuan Bayar Utang, Ini Penjelasannya
Di tengah situasi ekonomi yang sulit, banyak orang mulai melirik investasi sebagai salah satu cara untuk mendapatkan penghasilan tambahan. Investasi memiliki beragam jenis. Salah satunya yaitu obligasi yang banyak diminati karena bisa mendatangkan banyak keuntungan.
Dilansir dari KBBI, obligasi memiliki pengertian sebagai surat utang berjangka (waktu) lebih dari satu tahun dan bersuku bunga tertentu, dikeluarkan oleh perusahaan untuk menarik dana dari masyarakat guna menutup pembiayaan perusahaan.
Meskipun obligasi menawarkan pendapatan yang tetap dalam jangka waktu tertentu, instrumen obligasi juga memiliki beberapa risiko termasuk risiko likuiditas. Lantas, apa itu risiko likuiditas? Berikut dibawah ini informasinya.
Pengertian Risiko Likuiditas
Risiko likuiditas memiliki pengertian yang beragam. Dilansir dari laman investopedia.com, risiko likuiditas adalah risiko yang terjadi ketika perusahaan atau individu tak memiliki cukup uang tunai untuk memenuhi kewajiban keuangannya seperti membayar utang tepat waktu.
Sementara itu, merujuk freshbooks.com, risiko likuiditas umumnya dikaitkan dengan bank yang akan menyebabkan masalah bagi bank lain di dunia sebagai akibat dari manajemen likuiditas yang buruk.
Setiap perusahaan terutama bank perlu mengelola risiko likuiditas karena setiap transaksi atau komitmen akan berdampak pada likuiditas bank. Sederhananya, perusahaan harus memiliki stabilitas keuangan untuk menghindari risiko likuiditas.
Bahkan jika perusahaan memiliki banyak uang, perusahaan harus memiliki sumber pendanaan darurat untuk pengeluaran tak terduga di masa depan.
Jenis-jenis Risiko Likuiditas
1. Risiko Likuiditas Pendanaan
2. Risiko Likuiditas Pasar
Faktor Risiko Likuiditas
Ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi risiko likuiditas sebuah perusahaan, antara lain:
1. Penurunan Pendapatan
Faktor risiko pertama yaitu penurunan pendapatan. Jika hal ini terjadi secara signifikan pada perusahaan, , maka kemampuan perusahaan tersebut untuk menambah arus kas masuk juga akan tersendat.
Jika hal ini dibiarkan terus-menerus maka tentunya akan mempengaruhi kemampuan perusahaan dalam membayar kewajiban-kewajibannya.
2. Ketergantungan pada Pinjaman
Faktor berikutnya yaitu ketergantungan pada pinjaman. Jika peerusahaan melakukan hal ini, maka risiko likuiditasnya dapat meningkat.
Kondisi ini bisa semakin parah jika kondisi pasar sedang tak stabil atau suku bunga acuan menanjak.
3. Ketidakmampuan Menagih Piutang
Risiko kualiditas juga bisa terjadi jika perusahaan tidak mampu menagih piutang dari pelanggan atau mitra yang bekerja sama dengannya. Hal inilah yang nantinya akan membuat arus kas perusahaan menjadi seret.
Tanpa penanganan yang jelas, masalah tersebut bisa berkembang menjadi risiko likuiditas.
4. Perubahan Regulasi atau Kebijakan
Perubahan regulasi atau kebijakan pemerintah yang berdampak pada perusahaan juga dapat mengganggu likuiditasnya. Misalnya, perubahan tarif pajak tentu akan memperbesar beban pajak dan mengurangi sisa kas perusahaan.
5. Penarikan Dana yang Masif
Faktor risiko berikutnya yaitu penarikan dana yang masih dimana kondisi ini umumnya terjadi pada sektor keuangan. Sebagai contoh, kepanikan finansial pada krisis keuangan 2007-2008 silam membuat nasabah panik sehingga mereka pun buru-buru mengambil simpanannya di bank.
Hanya saja, kondisi yang dijuluki bank run itu berimbas pada kenaikan risiko likuiditas sektor perbankan. Tidak hanya terjadi di sektor keuangan saja, likuiditas perusahaan sektor lainnya bisa terkuras dengan cepat jika pemegang sahamnya melakukan penarikan dana besar-besaran.
6. Kurangnya Diversifikasi Sumber Dana
Bergantungnya perusahaan pada satu sumber dana utama saja juga bisa menjadi pangkal risiko likuiditas. Hal ini dikarenakan jika arus kas dari sumber tersebut mandek, maka kas perusahaan secara keseluruhan pun bisa menjadi seret.
7. Ketidakmampuan Mengonversi Aset Menjadi Dana Tunai
Terakhir, jika perusahaan memiliki aset yang sulit untuk dijual atau dikonversi menjadi uang tunai dengan cepat, maka risiko likuiditasnya bisa meningkat.
Dampak Risiko Likuiditas
Tingkat risiko likuiditas yang tak terkontrol akan sangat mempengaruhi keberlangsungan sebuah perusahaan. Berikut ini beberapa dampak bagi perusahaan jika risiko tersebut dibiarkan.
1. Gangguan Operasional
Risiko likuiditas yang tinggi dapat menghambat perusahaan dalam memenuhi kebutuhan operasional sehari-hari, seperti membayar gaji karyawan, membayar pemasok, atau membiayai proyek baru.
2. Kerugian Finansial
Jika perusahaan terpaksa menjual aset dengan harga yang rendah untuk memenuhi kebutuhan likuiditas, maka hal itu dapat menyebabkan kerugian finansial yang signifikan.
3. Ketidakmampuan Memanfaatkan Peluang (Opportunity Cost)
Jika perusahaan tidak memiliki likuiditas yang cukup, maka mereka mungkin tidak dapat memanfaatkan peluang bisnis yang muncul, seperti investasi atau ekspansi.
Cara Mengatasi Risiko Likuiditas
Risiko likuiditas adalah kondisi yang sangat merugikan bagi perusahaan, lembaga keuangan, maupun bank. Oleh sebab itu, risiko likuiditas perlu segera diatasi agar tidak terjadi kebangkrutan.
Berikut ini sejumlah cara mengatasi risiko likuiditas yang bisa dilakukan:
1. Mengidentifikasi Kesenjangan Aktiva dan Kewajiban Lancar
Salah satu cara mengatasi risiko likuiditas adalah mengidentifikasi kesenjangan aktiva dan kewajiban lancar. Tidak hanya itu, perushaan juga bisa mengidentifikasi situasi yang dapat menimbulkan kesenjangan.
Hal ini diperlukan agar perusahaan dapat mencari solusi lebih awal untuk mengatasinya dan mengurangi risiko terjadinya kerugian.
2. Melakukan Mekanisme yang Jelas dan Terukur
Cara mengatasi risiko likuiditas dana berikutnya adalah melakukan mekanisme yang jelas dan terukur. Suatu perusahaan perlu membuat mekanisme atau aturan yang jelas, baik itu manajemen keuangan ataupun pemilik usaha. Bukan hanya itu, mekanisme perlu dibuat secara detail, mulai dari teknis dan non-teknis.
Dengan demikian, setiap kali memutuskan dan melakukan sesuatu, perusahaan memiliki tolok ukur yang jelas. Mekanisme yang jelas juga akan membantu untuk mengelola, mengukur, memantau, hingga mencegah terjadinya risiko likuiditas.
3. Meningkatkan Cadangan Kas
Cara mengatasi risiko likuiditas dana yang terakhir adalah dengan meningkatkan cadangan kas.Sebab, kas memiliki sifat likuid yang membantu menjaga kesehatan keuangan perusahaan dikarenakan proses pencairannya berlangsung lebih cepat. Oleh karena itu, suatu perusahaan dapat menambah cadangan kas atau yang setara dengannya untuk mengatasi risiko likuiditas.
Meningkatkan cadangan kas juga bisa membantu perusahaan untuk menjaga aset lancarnya sehingga suatu nasabah atau pemilik usaha akan lebih percaya. Selain itu, kas yang mencukupi juga mampu memenuhi kewajiban perusahaan untuk melunasi bebannya secara tepat waktu tanpa mengalami kendala.