Dividen, Pengertian, Jenis, dan Perlakuan Perpajakannya
Pada akhir kuartal I-2024, beberapa perusahaan mengumumkan pembagian dividen untuk tahun buku 2023 dalam jumlah besar. PT Bank Mandiri Tbk misalnya, membagikan dividen sejumlah Rp 33,03 triliun atau sebesar 60% dari total laba bersih konsolidasian 2023 perseroan, yakni Rp 55,06 triliun.
Lalu, PT Bank Rakyat Indonesia Tbk atau BRI, membayarkan dividen tunai senilai Rp 35,43 triliun atau sebesar Rp 235 per saham kepada pemegang saham pada 28 Maret 2024.
Kemudian, ada PT Indo Tambangraya Megah Tbk yang membagikan dividen final kepada pemegang saham sebesar US$ 325 juta atau setara dengan Rp 5,15 triliun (asumsi kurs Rp 15.875 per dollar AS). Nilai dividen yang disetujui melalui RUPS tersebut, setara dengan 65% dari laba bersih perseroan tahun buku 2023.
Nah, apa sebenarnya dividen itu, dan ada berapa jenisnya, serta seperti apa perlakuan perpajakan terhadap dividen? Simak ulasan singkat berikut ini.
Definisi dan Prosedur Pembayaran Dividen
Dividen adalah bagian dari laba perusahaan yang besarannya ditetapkan oleh direksi, serta disahkan dalam rapat umum pemegang saham (RUPS), yang nantinya akan dibagikan kepada seluruh pemegang saham.
Dividen menjadi hal yang cukup dinantikan oleh para pemegang saham karena bentuk investasi yang telah dilakukan dalam ekuitas terhadap suatu perusahaan dan umumnya berasal dari laba bersih. Namun, sebagian besar laba juga akan disimpan dalam perusahaan sebagai laba yang ditahan.
Laba dtahan tersebut akan dimanfaatkan untuk kegiatan bisnis perusahaan saat ini maupun yang akan datang. Sisa laba, kemudian bisa dialokasikan untuk para pemegang saham sebagai dividen.
Untuk pembagiannya, mekanisme yang digunakan umumnya ada dua, yakni dividen interim dan dividen final. Dividen interim adalah mekanisme pembagian dividen yang diberikan dalam jangka waktu sebelum pembukuan keuangan perusahaan akan ditutup atau waktunya masih berjalan.
Sementara, dividen final merupakan mekanisme pembagian dividen setelah proses pembukuan keuangan perusahaan selesai. Nominal dividen yang diterima pemegang saham, ditentukan berdasarkan hasil RUPS dikurangi dengan dividen interim yang diterima sebelumnya. Ini dengan catatan perusahaan menggunakan dua metode ini.
Kedua mekanisme atau metode ini, bisa digunakan secara bersamaan dalam kurun waktu satu tahun. Dengan begitu, investor akan menerima dua kali dividen dalam satu tahun.
Namun, pada kenyataannya tidak semua perusahaan menggunakan dua metode ini. Ada beberapa perusahaan yang hanya menggunakan metode dividen final saja.
Sementara, terkait prosedur pembayarannya dikenal pula dengan sebutan tanggal pengumuman dividen. Secara umum, terdapat lima prosedur pembayaran dividen, yakni sebagai berikut:
- Tanggal pencatatan, yang berisi nama investor dan data pemegang saham dalam suatu perusahaan yang memperoleh hak pembagian dividen.
- Tanggal cum-dividend, yaitu tanggal akhir dalam perdagangan saham untuk investor yang mempunyai keinginan mendapatkan pembagian dividen dalam bentuk dividen tunai atau dividen saham.
- Tanggal pengumuman, yaitu tanggal emiten secara resmi mengumumkan bentuk, jumlah, dan waktu pembayaran dividen.
- Tanggal pembayaran, yang merupakan tanggal di mana perusahaan membayarkan dividen kepada pemegang saham yang menerima hak dividen.
- Tanggal ex-dividend, yakni tanggal lepas perdagangan saham berdasarkan suatu perusahaan yang telah menerima hak lagi untuk memperoleh dividen.
Jenis-jenis Dividen yang Berlaku Secara Umum
Secara umum, terdapat lima jenis dividen dan merupakan laba yang dibayarkan sesuai dengan persetujuan dalam RUPS. Lima jenis dividen tersebut, antara lain:
1. Dividen Saham
Ketika jumlah saham pemilik saham meningkat atau bertambah, maka perusahaan akan membagikan dividen saham. Meski begitu, ini tidak akan mengubah kapitalisasi dalam pasar karena cara pembagiannya yang mirip dengan stock split.
Adapun, cara pembayarannya adalah dengan menambah jumlah saham sekaligus mengurangi nilainya dari masing-masing saham. Pembagiannya adalah keuntungan modal investasi dari perusahaan melalui saham. Maka, aset saham yang dimiliki suatu perusahaan akan meningkat karena dividen saham yang telah dibayarkan.
2. Dividen Likuidasi
Dividen likuidasi adalah pengembalian modal dari suatu perusahaan kepada para pemilik saham. Apabila perusahaan mengalami kebangkrutan, maka perusahaan pun berhak untuk mengembalikan saham modal kepada pemilik saham. Tujuannya agar perusahaan tidak memiliki utang atau masalah di masa depan.
3. Dividen Tunai
Pembagian dividen tunai berarti pembagian keuntungan modal investasi yang dilakukan secara tunai. Bisa jadi perusahaan akan membayarkan dividen tunai sebanyak 2-4 kali dalam satu tahun.
Dana pembayaran dividen tunai ini, diambil dari keuntungan yang ditahan perusahaan. Jadi, laba otomatis ditahan serta kas perusahaan akan berkurang.
4. Dividen Properti
Sesuai dengan namanya, dividen properti dibayarkan dengan aset atau aktiva selain kas perusahaan. Bisa dalam bentuk rumah yang memiliki nilai setara dengan dividen hasil persetujuan rapat pemegang saham.
Jenis dividen ini muncul, karena perusahaan mengalami penurunan kas dalam membayar dividen tunai. Dividen ini jarang dilakukan karena cukup rumit dan kurang disukai oleh para pemilik saham.
5. Dividen Janji Utang
Metode pembayaran dividen skrip atau janji utang ini, dilakukan dengan membuat janji utang perusahaan untuk para pemegang saham. Pernyataan tentang pelunasan atau pembayaran utang yang telah dijanjikan dalam jangka waktu tertentu.
Dividen janji utang ini, artinya mengakui adanya utang yang baru dan harus dicatat dalam neraca. Terdapat pula bunga, sehingga perusahaan wajib membayar bunga serta utangnya kepada para pemilik saham.
Aspek Perpajakan dalam Dividen
Apabila mengacu pada ketentuan di bidang perpajakan, dividen termasuk sebagai penghasilan sehingga akan dikenai pajak penghasilan (PPh). Inilah yang kemudian kerap disebut sebagai pajak dividen.
Pajak dividen dapat diartikan sebagai pemungutan pajak atas laba yang diterima oleh pemegang saham, pemegang polis asuransi, atau anggota koperasi yang mendapatkan bagian hasil usaha.
Ini sesuai dengan Undang-undang (UU) Nomor 36 tahun 2008 Tentang Perubahan Keempat Atas UU Nomor 7 tahun 1983 Tentang Pajak Penghasilan (UU PPh).
Secara spesifik, aturan tersebut tertuang dalam Pasal 4 Ayat (2) huruf g UU PPh, yang menyebutkan, bahwa dividen merupakan bagian dari penghasilan atau pendapatan yang menjadi objek PPh.
Namun, tidak semua dividen merupakan objek pajak. Pasal 4 Ayat (3) huruf f UU PPh menyebutkan dividen yang diterima perseroan terbatas (PT), Badan Usaha Milik Negara (BUMN), dan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), dikecualikan dari objek pajak.
Untuk tarifnya, terdapat tiga pasal dalam UU PPh yang mengatur pemotongan, serta kondisi dividen yang masuk kategori objek pajak dan dikenakan PPh.
1. PPh Pasal 4 Ayat (2)
Dividen yang diterima/diperoleh wajib pajak orang pribadi dalam negeri dikenai PPh sebesar 10% dan bersifat final. Termasuk dividen dari perusahaan asuransi pada pemegang polis, dan pembagian sisa hasil usaha koperasi pada anggota koperasi.
2. PPh Pasal 23
Penerima penghasilan dividen ini merupakan wajib pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap (BUT). Potongan untuk laba ini sebesar 15% dari jumlah dividen, kecuali pembagiannya untuk pribadi maka akan dikenakan final, bunga dan royalti.
3. PPh Pasal 26
Pasal ini mengatur mengenai tarif pemungutan sebesar 20% atas jumlah bruto dividen dikenakan kepada penerima dividen. Pajak ini dikenakan kepada wajib pajak orang pribadi yang tinggal di luar negeri.
Ketentuan Pembebasan Pajak Dividen
Meski dividen merupakan objek pajak, pemerintah memberikan insentif dengan membebaskan pemotongan PPh terhadap dividen yang diterima atau diperoleh wajib pajak dalam negeri, baik orang pribadi maupun wajib pajak badan. Kebijakan insentif ini tertuang dalam UU Cipta Kerja atau Omnibus Law, yang dijabarkan dalam aturan turunannya.
Aturan turunan yang dimaksud adalah, Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 9 tahun 2021 tentang Perlakuan Perpajakan untuk Mendukung Kemudahan Berusaha (PP 9/2021) dan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 18/PMK.03/2021 tentang Pelaksanaan UU Cipta Kerja di bidang PPh, Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Ketentuan Umum Perpajakan (KUP).
Dalam aturan ini, disebutkan bahwa dividen yang diterima oleh wajib pajak dalam negeri dikecualikan dari objek PPh, dengan syarat dividen tersebut harus diinvestasikan kembali di Indonesia dalam jangka waktu tertentu minimal 3 tahun sejak dividen diterima atau diperoleh.
Melalui kebijakan insentif tersebut, diharapkan dividen yang diterima dapat digunakan untuk menggerakan perekonomian Indonesia. Selain itu, pemberian insentif ini dimaksudkan untuk memperbaiki mekanisme pemungutan pajak atas dividen di Indonesia, yang sebelumnya menganut separate entity system atau two tier tax.
Pada sistem ini, pajak dikenakan atas laba yang dihasilkan di tingkat perusahaan, kemudian dikenakan lagi atas laba bersih (income after tax) di tingkat pemegang saham. Konsekuensi yang timbul dari sistem ini, adalah terjadinya pemajakan berganda (double taxation), yaitu pengenaan pajak dua kali atas penghasilan yang sama.
Melalui UU Cipta Kerja, pemerintah mengubah sistem perpajakan menjadi one-tier system atau dividend-exclusion system. Pada sistem ini, pajak dibebankan atas laba yang dihasilkan hanya pada tingkat perusahaan. Artinya, pajak dikenakan satu kali saja, dan ketika hasil laba dibagikan sebagai dividen, tidak dikenakan pajak lagi.
Beberapa kanal dan instrumen investasi yang ditentukan agar mendapat pembebasan pajak dividen, diatur dalam PMK Nomor 18/PMK.03/2021. Instrumen yang dimaksud, antara lain:
- Surat berharga dan Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) Republik Indonesia.
- Obligasi atau Sukuk BUMN yang perdagangannya diawasi oleh OJK.
- Obligasi atau Sukuk lembaga pembiayaan yang dimiliki oleh pemerintah yang perdagangannya diawasi oleh OJK.
- Investasi keuangan pada bank persepsi termasuk bank syariah.
- Obligasi atau Sukuk perusahaan swasta yang perdagangannya diawasi oleh OJK.
- Investasi infrastruktur melalui kerja sama pemerintah dengan badan usaha.
- Investasi sektor riil berdasarkan prioritas yang ditentukan oleh pemerintah.
- Kerja sama dengan lembaga pengelola investasi.
- Bentuk investasi lainnya yang sah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Jika wajib pajak telah menginvestasikan kembali dividen yang didapatkan ke instrumen investasi di dalam negeri, maka tinggal menyampaian laporan realisasi investasi bisa secara langsung, atau melalui pos, atau perusahaan jasa ekspedisi.
Laporan ini diserahkan paling lambat pada 31 Maret bagi wajib pajak orang pribadi atau 30 April untuk wajib pajak badan setelah tahun pajak berakhir. Laporan tersebut, wajib dilaporkan selama tiga tahun sejak berakhirnya tahun pajak atau sejak diterimanya dividen.
Jika investor yang menerima dividen tidak menginvestasikan kembali di kanal atau instrumen investasi dalam negeri, maka pajak dividen tetap berlaku. PPh yang terutang atas dividen yang berasal dari dalam negeri, harus disetorkan sendiri oleh wajib pajak sesuai tarif yang berlaku.