Mengenal Istilah Uang Pembasuh Batin dalam Konteks Penagihan Utang Pajak
Sepanjang sejarah sistem perpajakan Indonesia, ada banyak istilah yang digunakan. Salah satunya, adalah uang pembasuh batin, yang berhubungan dengan penagihan utang pajak.
Istilah ini sudah tidak digunakan dalam peraturan perpajakan. Namun, keberadaannya pernah mewarnai perjalanan perpajakan Indonesia terkait dengan daluwarsa penagihan utang pajak.
Undang-undang Umum dan Tata Cara Perpajakan atau UU KUP telah mengatur adanya saat daluwarsa penagihan utang pajak. Dalam UU KUP, hak untuk melakukan penagihan pajak, termasuk bunga, denda, kenaikan, dan biaya penagihan pajak akan daluwarsa setelah melampaui waktu lima tahun.
Pengertian Uang Pembasuh Batin
Istilah uang pembasuh batin tercantum dalam Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor S-196/PJ.44/2000 tentang Penagihan Hutang Pajak. Dalam surat edaran tersebut, disebutkan bahwa "wajib pajak yang tagihan pajaknya karena sesuatu hal tidak dapat ditagih lagi, namun dengan pendekatan persuasif, bersedia membayarnya”.
Istilah ini juga dijabarkan dalam buku bertajuk 'Hukum Administrasi Perpajakan' karya Sahya Anggara. Dalam buku tersebut, uang pembasuh batin didefinisikan sebagai media bagi wajib pajak untuk menghilangkan dosanya dan membersihkan batinnya atas kekhilafannya tidak membayar pajak.
“Wajib pajak yang belum atau tidak dikenakan pajak berdasarkan kesukarelaan dan keinsafan sendiri dapat mendatangi Kantor Pelayanan Pajak dan menyatakan kehendaknya untuk membayar pajak yang telah kedaluwarsa, yang belum pernah dikenakan kepadanya. Hal ini disebut uang pembasuh batin,” tulis Sahya dalam bukunya.
Dalam bukunya, Sahya menyebutkan, bahwa jumlah yang akan dibayarkan terserah wajib pajak, dan tidak dapat ditentukan melalui tawar-menawar antara wajib pajak dan otoritas perpajakan. Wajib pajak pun tidak dikenakan sanksi atas pembayaran utang pajak yang telah daluwarsa.
Dapat disimpulkan, uang pembasuh batin adalah pembayaran utang pajak yang telah daluwarsa oleh wajib pajak secara sukarela. Sejatinya, utang pajak yang telah daluwarsa tidak dapat ditagihkan lagi.
Namun, melalui uang pembasuh batin, wajib pajak dapat membayar utang pajak yang telah daluwarsa secara sukarela untuk menebus kekhilafan karena belum melunasi utang pajak tersebut.
Berdasarkan Pasal 22 ayat (1) UU KUP, jangka waktu daluwarsa pajak, yakni lima tahun, dihitung sejak penerbitan surat tagihan pajak (STP), surat ketetapan pajak kurang bayar (SKPKB), serta surat ketetapan pajak kurang bayar tambahan (SKPKBT).
Jika wajib pajak mengajukan permohonan pembetulan, keberatan, banding, atau peninjauan kembali, maka daluwarsa penagihan pajak dihitung sejak tanggal penerbitan surat keputusan pembetulan, surat keputusan keberatan, putusan banding, atau putusan peninjauan kembali.
Sebagai informasi, daluwarsa penagihan pajak bisa tertangguh karena beberapa hal, antara lain:
- Wajib pajak diterbitkan surat paksa.
- Ada pengakuan utang pajak.
- Ada SKPKB dan SKPKBT yang diterbitkan terhadap wajib pajak karena melakukan tindak pidana.
- Fiskus melakukan penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan terhadap wajib pajak yang bersangkutan.
Jika daluwarsa pajak tertangguh, maka saat daluwarsa tersebut dapat melampaui lima tahun sejak diterbitkannya surat ketetapan atau keputusan yang menjadi dasar penagihan pajak. Bila tidak ada penangguhan, maka setelah melewati waktu lima tahun tersebut, otoritas tidak dapat lagi menagih pajak yang telah daluwarsa.
Demikianlah ulasan mengenai uang pembasuh batin, yang merupakan istilah yang disematkan kepada tindakan wajib pajak yang membayar secara sukarela utang pajak meski telah daluwarsa dan tidak dapat ditagihkan lagi.