Perjalanan Azis Syamsuddin hingga Berurusan dengan Komisi Anti Rasuah

Intan Nirmala Sari
30 September 2021, 15:10
Azis Syamsuddin, DPR, KPK, profil tokoh, golkar, kasus korupsi
ANTARA FOTO/Indrianto Eko Suwarso
Ketua DPR Puan Maharani (kedua kanan) didampingi Wakil Ketua DPR Rachmad Gobel (kiri), Azis Syamsuddin (kedua kiri), dan Sufmi Dasco Ahmad (kanan) mengetuk palu saat memimpin Rapat Paripurna ke-3 DPR Masa Persidangan I Tahun Sidang 2019-2020 di Gedung Nusantara II, Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa (22/10/2019).

Posisi Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat bidang Politik, Hukum, dan Keamanan yang ditinggalkan Azis Syamsuddin akhirnya bakal terisi. Ketua Umum DPP Partai Golkar Airlangga Hartarto menunjuk Sekjen Partai Lodewijk Paulus untuk menduduki kursi kosong tersebut.

Lengsernya Azis Syamsuddin seiring langkah Komisi Pemberantasan Korupsi menangkap dan menetapkan Wakil Ketua  DPR tersebut sebagai tersangka kasus suap penanganan korupsi di Lampung Tengah. Ketua KPK Firli Bahuri mengatakan telah menemukan bukti permulaan yang cukup sehingga menetapkan Azis sebagai tersangka.

Awalnya, politisi Partai Golkar ini sempat mangkir dari panggilan pemeriksaan dengan alasan isolasi mandiri. Petugas KPK akhirnya mendatangi rumah Azis untuk melakukan tes swab antigen pada Jumat (24/9) malam. "Pengecekan kesehatan terhadap AZ di rumah beliau menunjukkan bahwa hasil tes swab antigen non-reaktif Covid-19, sehingga bisa dipemeriksa oleh KPK," kata Firli dalam konferensi pers Sabtu (25/9) dini hari.

Azis diduga memberikan suap kepada mantan penyidik KPK Stepanus Robin Pattuju sebesar Rp 3,1 miliar. Dilansir dari Antara, Firli Bahuri menjelaskan bahwa pada Agustus 2020 Azis diketahui menghubungi Robin untuk mengurus kasus yang melibatkannya dengan kader partai Golkar Aliza Gunado (AG) yang saat itu sedang diselidiki KPK. Kemudian, Robin segera menghubungi Maskur Husain (MH) untuk ikut mengawal kasus tersebut.

Selanjutnya, Maskur menyuruh Azis dan Aliza untuk masing-masing menyiapkan uang sejumlah Rp 2 miliar dan uang muka Rp 300 juta kepada Azis. Teknis pemberian uangnya dilakukan menggunakan rekening bank pribadi milik Azis.

Robin juga diduga menemui Azis di rumah dinasnya, Jakarta Selatan untuk menerima uang secara bertahap, yaitu senilai US$ 100 ribu, SGD17.600 dan SGD 140.500. Uang-uang tersebut lalu ditukarkan Robin dan Maskur melalui money changer ke mata uang rupiah menggunakan identitas lain.

Atas dugaan tersebut, Azis disangkakan melanggar Pasal 5 Ayat (1) huruf a atau Pasal 5 Ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999, sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 mengenai Pemberantasan Tindak Korupsi.

Perjalanan Azis dari Senat Mahasiswa, Bankir hingga Advokat

Azis yang menyandang gelar doktor hukum ini lahir 31 Juli 1970 di  Jakarta. Dia merupakan lulusan sarjana ekonomi Universitas Krisnadwipayana dan Fakultas Hukum Universitas Trisakti pada 1993. Azis remaja aktif berorganisasi dan sempat menjabat sebagai Ketua Senat Fakultas Hukum dan Ketua III Dewan Mahasiswa di Universitas Trisakti.

Usai menamatkan sarjana satu, pendidikan Azis berlanjut ke jenjang S2 di University of Western Sydney pada 1998, kemudian S2 jurusan hukum di Universitas Padjajaran pada 2003. Masih belum puas, dia mengambil gelar doktor di bidang hukum pidana internasional Universitas Padjajaran pada 2007.

Sebelum terjun ke dunia politik, Azis sempat berkarier sebagai konsultan dan bekerja di perusahaan asuransi jiwa ternama, American International Assurance (AIA) pada 1993. Setelah bekerja kurang dari setahun, dia berhenti.

Azis muda kemudian mencoba peruntungan untuk mengikuti jejak sang ayah, Syamsuddin Rahim sebagai bankir. Dia bergabung dengan Bank Panin sebagai Officer Development Programme pada 1994. Merasa kurang puas dengan pekerjaannya, Azis memutuskan berhenti menjadi bankir di Bank Panin setelah 1,5 tahun bekerja.

Membulatkan tekad di bidang hukum, Azis bekerja menjadi advokat di Gani Djemat & Partners pada 1994. Perusahaan itu fokus pada bisnis layanan hukum. Karier Azis meningkat dan berhasil menduduki posisi Managing Partner atau setara Chief Executive Officer (CEO). Dia bertanggung jawab atas praktik seluruh anggota firma dan mengatur operasional sehari-hari.

Selang satu dasawarsa, Azis kemudian mendirikan kantor pengacara Syam & Syam Law Office di bilangan SCBD, Jalan Jenderal Sudirman, Jakarta. Berdasarkan laporan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Syam & Syam Law Office terdaftar pada 6 November 2019 berdasarkan Nomor Surat Tanda Terdaftar (STTD) STTD.KH- 379/PM.223/2019 dengan kepemilikan Azis Syamsuddin yang berstatus nonaktif sementara.

Azis Menapaki Dunia Politik

Mengingat kejadian walk out-nya Fraksi Partai Demokrat saat Rapat Paripurna DPR RI pada 5 Oktober 2021, tidak luput dari andil Azis Syamsuddin. Saat itu, Azis merupakan pimpinan rapat pengesahan Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja (RUU Ciptaker).

Singkat cerita, di akhir rapat Azis mempersilakan perwakilan fraksi untuk menyampaikan pandangannya, yang disambut anggota Fraksi Partai Demokrat, Marwan Cik Hasan. Dilansir dari CNN Indonesia, di tengah penyampaian pandangan tersebut, Azis Syamsuddin mematikan mikrofon Marwan.

Sekretaris Fraksi Partai Demokrat pun tidak terima. Namun Azis menyatakan bahwa mikrofon mati secara otomatis setelah lima menit. “Saya belum selesai. Tadi (Nasdem) ditambah satu menit,” ujar Marwan yang kemudian mendapat persetujuan Azis untuk penambahan waktu.

FGD OMNIBUS LAW CIPTA KERJA
FGD OMNIBUS LAW CIPTA KERJA (ANTARA FOTO/Aprillio Akbar)

Azis memulai karier politiknya dengan masuk ke partai Golkar. Azis telah mengantongi sejumlah pengalaman selama berkecimpung di partai beringin ini, seperti menjadi pengurus DPD Partai Golkar Kabupaten Tulang Bawang, Lampung serta di organisasi sayap Kesatuan Organisasi Serbaguna Gotong Royong (Kosgoro).

Tak hanya itu, ia pernah terlibat dalam Badan Bantuan Hukum dan HAM DPP Partai Golkar. Pada 2004, Azis mendaftarkan diri sebagai calon anggota legislatif dari daerah pemilihan (dapil) Lampung II yang meliputi Kabupaten Lampung Utara, Lampung Tengah, Tulang Kanan, Way Kanan, serta Kota Metro.

Pada tahun yang sama, Azis juga ditunjuk sebagai Wakil Ketua Komisi III DPR RI untuk periode 2004-2009. Kemudian, dia kembali terpilih menjadi anggota dewan untuk periode 2009-2014.

Kiprah dunia politik yang kinclong sempat membuat Azis pede mencalonkan diri sebagai Gubernur DKI Jakarta untuk periode 2012-2017, seperti dilansir dari Antara. Gayung tak bersambut, Partai Golkar justru mengusung Alex Noerdin sebagai calon gubernur saat itu.

Sebelumnya, Azis pernah menduduki Ketua Umum Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI) periode 2008-2011. Nama Azis banyak disebut-sebut dan berhasil ke kursi Wakil Ketua DPR periode 2019-2024 dari Fraksi Golkar.

Tak hanya itu, dia juga menjabat sebagai Ketua Fraksi Partai Golkar dan didampingi oleh Adies Kadir sebagai Sekretaris dan Muhidin Mohamad Said sebagai Bendahara.

Sebelumnya, pada 2017 mantan Ketua DPR RI Setya Novanto yang juga terjerat kasus korupsi sempat menunjuk Azis sebagai Ketua DPR RI. Namun, kader internal partai menentang penunjukannya, dan tidak pernah terealisasi sampai saat ini.

Berdasarkan Pengumuman Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) 2020, total harta kekayaan Azis mencapai Rp 100 miliar. Azis memiliki kekayaan berupa 7 tanah dan bangunan senilai Rp 89,5 miliar di Jakarta Selatan dan Bandar Lampung.

Dia juga memiliki sejumlah kendaraan senilai Rp 3,5 miliar yang terdiri dari motor Harley Davidson, motor Honda Beat, mobil Toyota Kijang Innova, mobil Toyota Alphard, dan dua mobil Toyota Land Cruiser. Selain itu, Azis juga tercatat memiliki harta bergerak lain senilai Rp 274,75 juta dan harta kas serta setara kas senilai Rp 7,05 miliar.

Penyumbang bahan: Nada Naurah (Magang)

Reporter: Rezza Aji Pratama

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...