Profil Vale Indonesia, Raksasa Nikel Asal Brasil Incaran Pemerintah
Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir telah menegaskan kembali rencana pemerintah untuk menasionalisasi perusahaan pertambangan PT Vale Indonesia. Perusahaan ini menjadi semakin penting di tengah upaya pemerintah mendorong hilirisasi industri nikel.
Pemerintah berencana untuk menguasai kira-kira 51% saham dari Vale Indonesia lewat perusahaan pelat merah. Pelepasan saham atau divestasi ini menjadi syarat bagi perusahaan-perusahaan seperti Vale Indonesia untuk memperoleh izin usaha pertambangan khusus (IUPK). Kontrak karya Vale Indonesia saat ini berlaku hingga akhir 2025.
Erick mengatakan pada Senin (2/1/2022) bahwa pemerintah telah membahas rencana pelepasan saham Vale Indonesia dalam rapat terbatas. Keputusan ini juga sudah dirundingkan dengan Presiden Joko Widodo dan para menteri terkait.
(Baca: BUMN Akan Terlibat dalam Divestasi Vale)
Nasionalisasi Vale Indonesia akan menandai babak baru dalam pengembangan industri nikel di dalam negeri. Perusahaan tersebut merupakan bagian dari Vale, sebuah raksasa pertambangan global asal Brasil. Vale adalah salah satu produsen terbesar untuk bijih besi dan nikel.
Pemerintah telah menguasai 20% saham Vale Indonesia lewat perusahaan induk pertambangan milik negara MIND ID. Vale Canada mengendalikan 43,79%, perusahaan pertambangan asal Jepang Sumitomo Metal Mining mengendalikan 15,03%, dan publik mengendalikan sisanya.
Indonesia hanya satu dari setidaknya 27 negara tempat Vale melakukan penambangan. Raksasa pertambangan Brasil itu mulai beroperasi di negara produsen nikel terbesar global ini sejak 1968.
Vale hadir di Indonesia hanya satu tahun setelah pengenalan Undang-Undang No. 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing (PMA). Investasi asing langsung ke berbagai industri di Indonesia meningkat menyusul undang-undang tersebut.
Di Indonesia, Vale Indonesia berfokus ke pertambangan dan pengolahan nikel. Dengan kontrak karya yang sekarang, perusahaan dengan kode saham INCO itu beroperasi di lahan dengan total luas 118.017 hektare (ha). Sebagian besarnya ada di Sulawesi Selatan, tetapi juga tersebar di Sulawesi Tenggara dan Sulawesi Tengah.
Operasi Vale Indonesia terkonsentrasi di Sorowako, sebuah desa di Kabupaten Luwu Timur, Sulawesi Selatan. Ini menjadi lokasi fasilitas pengolahan nikel dari perusahaan tersebut. Desa ini diperkirakan memiliki 61,9 juta ton cadangan nikel yang terbukti.
Vale Indonesia melaporkan bahwa fasilitas pengolahannya di Sorowako memproduksi nikel dalam bentuk matte dengan kandungan nikel hingga 78%. Nikel dalam bentuk matte ini biasanya memiliki kandungan nikel antara 30% dan 60%, menurut asosiasi produsen nikel global Nickel Institute.
Pada umumnya, Vale mengendalikan proses produksinya dari awal hingga akhir, termasuk di Indonesia. Perusahaan pertambangan ini berinvestasi ke dalam bisnis logistik dan energi. Untuk logistik, misalnya, perusahaan mengintegrasikan pertambangan dengan transportasi seperti kapal dan pelabuhan untuk mendukung pengiriman bijih.
Di sisi energi, Vale menyuplai listrik untuk kegiatan produksinya secara mandiri. Di Indonesia, misalnya, Vale Indonesia mengelola tiga pembangkit listrik tenaga air (PLTA) di Kabupaten Luwu Timur dengan total kapasitas 365 megawatt (MW). Ini menandai bahwa 94% dari konsumsi energi pabrik pengolahannya berasal dari energi terbarukan.