Profil Megawati, Wanita Paling Berpengaruh dalam Politik Indonesia
Keputusan Ketua umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Megawati Soekarnoputri terkait calon presiden 2024 ditunggu banyak pihak. Sebagai partai penguasa saat ini, siapapun sosok pilihan Megawati akan berpengaruh besar dalam percaturan politik Indonesia.
Saat berpidato di HUT ke-50 PDIP, Megawati belum menyebut satu nama khusus. Ia justru banyak membahas soal peran perempuan dalam politik.
“Kok saiki nungguin (kok sekarang menunggu). Nggak ada. Urusan gue,” kata Megawati dalam siaran video pidatonya di Jakarta Pusat pada Selasa (10/01/2023).
Ketua umum PDIP ini menambahkan bahwa dia memiliki hak prerogatif untuk menentukan calon presiden. Kendati tidak menduduki jabatan eksekutif di pemerintahan Joko Widodo, pengaruh Megawati memang masih sangat terasa. Putri Presiden Soekarno itu memiliki rekam jejak panjang dalam politik Indonesia terutama sejak era 1990-an.
(Baca: Sejarah Pencalonan Presiden oleh PDIP: dari Megawati hingga Jokowi)
Jauh sebelum duduk di tampuk kekuasaan PDIP, Megawati mengawali karier politiknya lewat Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI). Dia bergabung ke GMNI ketika sedang menempuh studi Ilmu Pertanian di Universitas Padjajaran di Bandung, Jawa Barat, antara 1965 dan 1967.
GMNI merupakan organisasi mahasiswa ekstrakampus yang berafiliasi dengan partai yang dibentuk dan dipimpin Presiden Soekarno, yaitu Partai Nasionalis Indonesia (PNI). Ini karena kedekatan ideologi antara GMNI dan ayah Megawati itu. Organisasi itu menulis bahwa “asas GMNI adalah marhaenisme ajaran Bung Karno.”
Megawati bergabung ke Partai Demokrasi Indonesia (PDI) pada 1986. PDI adalah hasil merger dari PNI, Partai Musyawarah Rakyat Banyak (Murba), Partai Ikatan Pendukung Kemerdekaan Indonesia (IPKI), Partai Kristen Indonesia (Parkindo), dan Partai Katolik.
Bergabung ke PDI memungkinkan Megawati untuk terpilih menjadi anggota DPR pada 1987 mewakili Jawa Tengah. Ini menjadi jabatan publik pertama yang diperoleh oleh Megawati. Dia menjabat sebagai anggota DPR hingga 1997.
“Suaranya yang lembut, sorot matanya yang tajam, dan nama Soekarno yang menempel padanya berhasil menggugah massa dan kembali mengantarkannya maju di Pemilu 1992,” tulis Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud), mengutip buku Presiden RI 1945-2014 karya Julius Pour.
Di tengah karier DPR-nya, Megawati terpilih menjadi ketua umum PDI dalam kongres luar biasa partai itu pada 1993. Kemenangan Megawati membelah PDI ke dalam dua kubu, yaitu yang mendukung dia dan yang tidak.
Perpecahan PDI berkaitan dengan penolakan pemerintahan Presiden Soeharto untuk mengakui kemenangan Megawati. Pemerintah mendukung ketua umum PDI petahana Soerjadi, yang kembali terpilih dalam kongres pada 1996. Namun kongres ini tidak mengundang Megawati.
Sebagai respons, Megawati mendirikan partai baru bersama para pendukungnya dari PDI pada 1999, yaitu PDIP. Dia telah memimpin partai banteng ini selama 23 tahun sejak berdiri.
Bersama PDIP, karier politik Megawati memasuki babak baru pada 1999. Megawati melakukan pencalonan presiden pertamanya sebagai nominasi PDIP. Dia kalah dengan 44,72% pangsa suara terhadap Abdurrahman Wahid (Gus Dur).
Namun, Megawati berhasil terpilih menjadi wakil presiden untuk Presiden Gus Dur. Dalam pemilihan wakil presiden, dia memenangkan 56,57% pangsa suara dan mengalahkan Hamzah Haz.
Karier politik Megawati memuncak pada 2001 ketika dia menggantikan Gus Dur untuk menjadi presiden. Ini karena anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) memakzulkan Gus Dur. Megawati dengan demikian menjadi presiden perempuan pertama di Indonesia.
Namun, karier presidensial Megawati berakhir pada 2004. Perempuan yang hobi berkebun dan menari ini gagal memenangkan Pilpres 2004 dan 2009. Dalam kedua pemilihan tersebut, dia kalah terhadap Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan pasangan wakil presidennya.
Saat ini, Megawati menjabat sebagai ketua dewan pengarah Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) sejak 2017. Ini merupakan lembaga yang bertanggung jawab merumuskan kebijakan sesuai Pancasila. Selain itu, jabatan ini memungkinkan Megawati untuk menjadi Dewan Pengarah Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN).