Profil Partai Golkar, Partai yang Berkuasa Pada Orde Baru
Partai Golongan Karya (Golkar) baru saja mengangkat Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil sebagai anggotanya.
Ketua umum Partai Golkar Airlangga Hartarto mengatakan politisi yang akrab disapa Kang Emil itu menjabat sebagai Wakil Ketua Umum Bidang Penggalangan Pemilih. Mantan Walikota Bandung itu diharapkan mampu meningkatkan perolehan suara Partai Golkar di Pemilu 2024.
“Golkar merasa Emil salah satu tokoh masyarakat yang memenuhi kriteria yang selama ini diemban oleh Partai Golkar,” kata Airlangga di markas Partai Beringin itu, Rabu (18/1).
(Baca: Ridwan Kamil Resmi Gabung Golkar, Dapat Jabatan Wakil Ketua Umum)
Ridwan bergabung ke Partai Golkar di tengah persiapan menuju Pemilihan Legislatif (Pileg) dan Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024. Partai ini telah membentuk Koalisi Indonesia Bersatu (KIB) bersama Partai Amanat Nasional (PAN) dan Partai Persatuan Pembangunan (PPP).
Saat ini, Partai Golkar merupakan partai politik yang menjadi bagian dari koalisi pendukung pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi). Partai ini sebelumnya mengambil posisi oposisi bersama Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra), Partai Keadilan Sejahtera (PKS), PPP, dan Partai Bulan Bintang (PBB) antara 2014 dan 2016.
Partai Golkar mengawali partisipasinya dalam pemilu pada 1971. Sebagai partai baru, Partai Beringin ini langsung memperoleh 62,8% pangsa suara. Perolehan pangsa suara tersebut menjadikan Partai Golkar sebagai partai berkuasa.
Partai Golkar merupakan bagian dari mesin politik pemerintahan Presiden Soeharto selama Orde Baru. Partai yang berdiri pada 1964 ini memperoleh dukungan dari Presiden Soeharto. Pada 1984, Presiden Soeharto resmi bergabung sebagai anggota partai itu.
Partai Golkar mempertahankan posisinya sebagai partai yang berkuasa hingga 1999. Pada Pemilu 1999, partai ini memperoleh 22,4% pangsa suara. Sementara itu, Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) merebut posisi sebagai partai yang berkuasa dengan 33,12% pangsa suara.
Penurunan perolehan suara Partai Golkar terjadi menyusul pengunduran diri Presiden Soeharto. Pemilu 1999 terjadi ketika Indonesia mulai memperbaiki sistem demokrasinya setelah menghadapi kediktatoran Presiden Soeharto.
Selama masa Reformasi, posisi Partai Golkar terhadap pemerintahan silih berganti. Misalnya, Partai Beringin ini menjadi bagian dari koalisi pendukung pemerintah pada masa pemerintahan Presiden Soesilo Bambang Yudhoyono (SBY) antara 2004 dan 2009.
Antara 2014 dan 2016, Partai Golkar sempat terbelah ke dalam dua kubu, yaitu kubu yang mengakui kepemimpinan Aburizal Bakrie dan Agung Laksono. Wakil Presiden Jusuf Kalla saat itu memafasilitasi rekonsiliasi partai ini. Rekonsiliasi ini bermuara ke penyelenggaraan musyawarah yang memilih Setya Novanto sebagai ketua umum.
Airlangga telah memimpin Partai Golkar sejak 2017. Sebelum memimpin Partai Beringin itu, Airlangga telah menjabat sebagai Menteri Perindustrian di kabinet Presiden Jokowi periode yang pertama.