Profil eFishery, Startup Perikanan Akan Jadi Unicorn

Amelia Yesidora
8 Maret 2023, 17:41
efishery, startup, unicorn
ANTARA FOTO/Bayu Pratama S.
Vice President of eFish Business Unit eFishery Junandar Panggabean (kiri) bersama Pembudidaya ikan M Arifin (kanan) memasukkan pakan ikan ke alat otomatis efeeder di kolam budidaya ikan patin di Kecamatan Karang Intan, Kabupaten Banjar, Kalimantan Selatan, Selasa (30/8).

Di tengah seretnya pendanaan ke startup, tiga startup dikabarkan akan menjadi unicorn terbaru Tanah Air. Ketiga startup ini adalah eFishery, Ruangguru, dan Sociolla.

Sedangkan pada tahun lalu Indonesia hanya mendapat dua unicorn, yakni DANA dan Ajaib. Keduanya bergerak di sektor teknologi finansial alias fintech

Untuk menjadi unicorn, startup harus mencapai valuasi di atas US$ 1 miliar. Dari ketiga perusahaan rintisan tersebut, eFishery kini adalah startup terbesar di dunia untuk bidang teknologi budidaya perikanan. 

efishery
Ilustrasi eFishery. (instagram/@efishery)

Sempat Kesulitan Mencari Pengguna

Gibran Huzaifah adalah orang di balik startup perikanan ini. Ia mulai mengembangkan eFishery sejak Oktober 2013, saat usianya masih sekitar 24 tahun. Produk pertama yang ditawarkan perusahaan adalah pakan ikan otomatis berbasis internet of things bernama eFishery Feeder. 

Alat ini tercipta berkat diskusi Gibran dengan pembudidaya ikan yang memiliki 2000 kolam. Alumni Institut Teknologi Bandung ini lalu menemukan masalah utama dalam bisnis perikanan adalah di pakan.

“Itu mencakup 70% sampai 90%. Bayangkan kalau punya 2 ribu kolam, tidak ketahuan pemberian makannya seperti apa,” kata Gibran, dikutip dari diskusi bersama Impactto pada Desember 2022. 

Gibran yang mengambil program studi Biologi lalu mengajak temannya di teknik elektro. Ia ingin membuat alat yang mempermudah pakan ikan. Tujuannya untuk mempermudah, para pembudidaya memberi makan ikan dan memantaunya melalui ponsel. 

Alat itu berhasil dibuat, tapi muncul hambatan, yaitu persoalan harga. Akhirnya ia mencoba di kolam milik salah satu pembudidaya. Dari situ terlihat pertumbuhan dan produksi ikan membaik. Pemberian makan ikan pun menjadi lebih efisien dan panen lebih cepat. 

“Tapi sulit sekali menawarkan feeder ke pembudidaya ikan lain, harus diberikan uang supaya mereka mau coba. Butuh 96 hari untuk meyakinkan satu petani memakai satu alat,” ujarnya.

Dari sulitnya usaha itu, ia memutuskan untuk membangun skema paguyuban. Dari situlah Gibran merekrut pekerja yang dekat dengan petani perikanan, sehingga terbangun hubungan dan memudahkan menggaet pembudidaya lainnya.  

Ia juga mengubah skema pemakaian teknologi itu menjadi sewa. "Bisa dibandingkan, membuat kolam butuh Rp 10 juta, membeli alat Rp 7 juta,” ujar Gibran. 

Halaman:
Reporter: Amelia Yesidora
Editor: Sorta Tobing
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...