Bisnis Pendakian Everest, Mematikan namun Tak Pernah Sepi
Puncak Everest dengan titik daratan tertinggi di atas permukaan laut adalah jantung pariwisata di Nepal. Bagi para pendaki, Everest adalah destinasi populer, berhasil meniti jalur Everest merupakan sebuah pencapaian.
Saat ini Everest menjulang 8.848,86 meter di atas permukaan laut, menurut survei gabungan terbaru China dan Nepal–dua negara yang dilewati bentang pegunungan Himalaya. Pendakian gunung memberi kontribusi lebih dari 4% terhadap ekonomi Nepal, setara USD40 miliar per tahun.
Data selama musim pendakian pada bulan Maret-Mei tahun 2023, Nepal mendapat USD5,8 juta dari biaya izin pendakian. Sebanyak USD5 juta pemasukan berasal dari izin pendakian Everest. Setiap satu pendaki dibebani biaya izin sekitar USD13.600 per orang.
Namun bisnis pariwisata tak selalu mensejahterakan masyarakat lokal. Data pariwisata memperkirakan ada lebih dari 500.000 orang yang bergantung pada bisnis pariwisata pendakian di Nepal, tetapi banyak yang rentan secara ekonomi di negara miskin berpenduduk 30 juta orang ini.
Contoh dari ketidaksejahteraan ini menimpa Sherpa, kelompok etnis yang tinggal di kawasan Everest telah menjadi tulang punggung ekspedisi gunung di Nepal. Mereka bekerja dengan memperbaiki tali, tangga, membawa muatan, dan memasak untuk para pendaki.
Kerja-kerja berat mereka seringkali dibayar murah, antara $2.500 hingga $16.500 per satu ekspedisi, tergantung pengalaman.
Pemerintah Nepal tak berbuat banyak untuk kesejahteraan para sherpa. Dalam melakukan pekerjaannya, idealnya sherpa mengambil asuransi jiwa. Tapi bayaran mereka tak cukup untuk menutup asuransi jiwa.
Pada Februari 2023 tiga sherpa tewas saat melintasi Air Terjun Es Khumbu yang terletak di ujung Gletser Khumbu dalam perjalanan ke kamp satu.
Mereka juga menghadapi berbagai tantangan mematikan dalam membawa pengunjung, seperti longsoran salju atau kadar oksigen yang rendah. Inilah alasan kenapa area di atas ketinggian 8.000 meter (26.000 kaki) di Everest disebut "zona kematian".
Pendaki tak boleh berlama-lama di wilayah ini karena dapat mengalami penyakit ketinggian dengan gejala sakit kepada, sesak napas, dan pembengkakan otak.
Ketimpangan pendapatan dengan risiko yang diterima membuat para sherpa mendesak pihak berwenang meluncurkan skema kesejahteraan seperti dana simpanan, tunjangan pensiun, dan fasilitas pendidikan untuk anak-anak mereka.
Mereka juga meminta kenaikan “gaji” menjadi sekitar $38.000 sebagai kompensasi kesejahteraan para sherpa.
Mahal Biaya Tak Bikin Everest Sepi Pendaki
Mendaki gunung bukan hobi yang murah, apalagi menuju Everest. Biaya pendakian dengan item peralatan, pemandu, biaya selama di kamp, makanan, dan obat-obatan menghabiskan rata-rata USD66.000 hingga USD160.000.
Nominal tersebut belum termasuk biaya pendaki dari negara asal, hingga biaya persiapan. Sebelum mendaki Everest, para pendaki lazim diberi “pelatihan” selama beberapa bulan di wilayah sekitar untuk beradaptasi dengan situasi di Everest.
Untuk menjelajah Everest, pendaki bisa memilih dua rute: Nepal atau Tibet.
Pendakian dari jalur Nepal paling populer, tapi punya jumlah kematian dan tingkat kematian yang lebih tinggi. Jalur Nepal dengan 7.023 pencapaian di puncak, memakan 195 korban jiwa(2021). Mayoritas korban sebanyak 119 orang atau 61% dari total korban jiwa, meninggal akibat kehabisan oksigen.
Sementara jalur Tibet menelan 110 korban jiwa dari 3.633 pendakian mencapai puncak. Ada sekitar 44% korban yang kehilangan nyawa akibat kurang oksigen, setara 48 orang.
Korban jiwa dari pendakian Everest dari periode 1922-2021 mencapai 305 orang, sebanyak 64% dari jalur Nepal, dan 36% melalui Tibet. Tingkat kematian ini dihitung secara keseluruhan meliputi pendaki umum, pemandu, sherpa, mereka yang berhasil sampai puncak, maupun yang baru berada di kamp dasar.
Dari jumlah 305 korban jiwa, sebanyak 186 merupakan pendaki umum, dan 119 adalah sherpa. Rata-rata empat orang mehilangan nyawa setiap tahun, tiap tahun tingkat kematian meningkat lebih dari 6 kasus.
Meski terlihat mematikan, Everest tak pernah menyurutkan para pendaki menjajal jalurnya. Bahkan jumlah pendaki naik dua kali lipat dari 9.406 orang menjadi 17.389 orang (1921-1999)
`