Kisah Arist Merdeka Sirait, Aktivis yang Gigih Perjuangkan Hak Anak
Aktivis yang getol memperjuangkan hak-hak anak-anak, Arist Merdeka Sirait meninggal pada Sabtu (26/8). Dalam unggahan di akun Instagram resmi Komnas PA disebutkan, Arist meninggal di Rumah Sakit Polri Kramat Jati, Jakarta Timur.
Tokoh pejuang hak-hak anak tersebut meninggal karena mengalami komplikasi penyakit, salah satunya infeksi saluran kandung kemih. Menurut adik kandung Arist, Agustinus Sirait, beberapa tahun lalu Arist harus masuk meja operasi untuk pemasangan ring jantung.
Kepala Divisi Humas Polri Irjen Sandi Nugroho mengatakan institusi Polri sangat kehilangan sosok Arist Merdeka Sirait yang kerap membantu polisi dalam berbagai kasus yang melibatkan anak-anak. "Selama ini Polri sering bekerja sama dengan Arist Merdeka Sirait guna mengungkap beberapa kasus dan memiliki komitmen yang sama dalam perlindungan terhadap anak," kata dia.
Jenazah Arist disemayamkan di rumah duka RSPAD Gatot Subroto sebelum dibawa ke Porsea, Toba, Sumatera Utara. Jenazah almarhum Arist Merdeka Sirait akan dimakamkan di tanah kelahirannya di Sumatera Utara.
Dari Aktivis Buruh Menjadi Aktivis Anak-anak
Arist Merdeka Sirait memulai jalan aktivismenya sebagai aktivis yang memperjuangkan hak-hak buruh. Ia aktif di berbagai organisasi sipil yang aktif memperjuangkan hak-hak buruh.
Mengutip situs web Lembaga Perlindungan Anak Sumatra Utara, setelah lima tahun berkecimpung dalam organisasi buruh, Arist mendirikan sebuah yayasan yang bergerak dalam bidang perlindungan buruh. Melalui yayasan ini, ia menyediakan pendidikan dan pendampingan untuk buruh anak-anak yang menjadi korban eksploitasi.
Setahun setelah itu, ia mendirikan Yayasan Komite Pendidikan Anak Kreatif (Kompak) Indonesia. Melalui yayasan ini, bekal pendidikan yang diberikan kepada buruh anak-anak tak sebatas pendidikan formal seperti baca-tulis-berhitung. Kompak Indonesia juga memberikan bekal pendidikan toleransi dan demokrasi kepada buruh anak-anak.
Perhatian Arist terhadap nasib buruh anak-anak tumbuh karena pengalamannya tumbuh di wilayah perkebunan. Sejak kecil, Arist tinggal di kawasan perkebunan dan melihat banyak anak-anak seusianya putus sekolah dan ikut menjadi buruh kebun.
Ayah Arist yang berprofesi sebagai penjahit, berinisiatif mendirikan sekolah murah dan mengambil peran menjadi koordinator guru. Pengalaman itu membuat Arist memahami situasi yang membelit buruh anak-anak, terutama yang bekerja di wilayah perkebunan.
Pada 26 Oktober 1998, Arist bersama Seto Mulyadi dan beberapa aktivis serta sejumlah tokoh seperti Nafsiah Mboi mendirikan Komisi Nasional Perlindungan Anak. Komnas PA ini terdiri Forum Nasional Perlindungan Anak dan Komisi Nasional Perlindungan Anak yang beranggotakan 11-21 orang yang dipilih oleh Forum Nasional PA.
Komnas PA lebih dulu didirikan daripada Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI). Mulanya, Seto Mulyadi ditunjuk menjadi Ketua Umum dan Nafsiah Mboi menjadi Sekretaris Jenderal hingga 2002.
Kak Seto kembali terpilih untuk kedua kalinya pada kongres 2006. Nama Arist terpilih menjadi ketua pada 2010, setelah sebelumnya menjabat sebagai Sekretaris Jenderal Komnas PA.
Kasus-kasus Populer yang Ditangani Arist Merdeka Sirait
Semasa menjalani kegiatan aktivismenya, beberapa kasus yang menyita perhatian publik pernah ia tangani.
1. Pembunuhan Engeline Megawe
Peristiwa ini berlangsung pada 2015 di Denpasar, Bali. Seorang anak perempuan berusia 7 tahun bernama Engeline Megawe dibunuh oleh ibu angkatnya, Margriet Megawe, dan pembantunya.
Sebelumnya, Engeline dinyatakan hilang pada 16 Mei 2015 saat bermain di depan rumahnya. Jasad Engeline ditemukan terkubur di bawah pohon pisang, di halaman belakang rumahnya setelah disiksa hingga meninggal oleh ibu angkatnya.
Arist saat itu membangun jejaring dengan institusi Polri dan berbagai kementerian terkait, membuka tabir misteri kematian Engeline. Atas kasus ini, Margriet divonis penjara seumur hidup.
2. Kasus Pembunuhan oleh Remaja Berusia 15 Tahun
Seorang remaja perempuan di Sawah Besar, Jakarta Pusat, yang berusia 15 tahun, menjadi pelaku pembunuhan anak berusia enam tahun. Remaja berinisial NF itu menenggelamkan korbannya lalu menyimpan mayatnya dalam lemari.
Berdasarkan hasil pemeriksaan fisik dan psikologis, NF merupakan korban child grooming dan tengah dalam keadaan hamil ketika melakukan perbuatan tersebut. Ia merupakan korban kekerasan seksual pamannya.
Dalam kasus ini, Arist ikut memberikan pendampingan terhadap pelaku yang masih berada di bawah umur tersebut. Ia juga berkoordinasi dengan kepolisian agar tak salah menangani kasus pembunuhan tersebut.
3. Kekerasan Seksual Pendiri Sekolah Selamat Pagi Indonesia (SPI), Malang
Arist Merdeka Sirait merupakan sosok yang gencar mengusut dan mendampingi para korban kekerasan seksual yang dilakukan Julianto Eka, pendiri SPI. Dalam kasus ini, JE terbukti melakukan kekerasan seksual terhadap anak didik SPI dan divonis 12 tahun penjara.
Peristiwa ini terungkap ketika dua korban menghubungi Arist pada April 2021 dan menceritakan kekerasan seksual yang mereka alami. "Mereka datang ke kantor, memberikan dokumen dan menjelaskan secara detail," kata dia dalam podcast Deddy Corbuzier, 12 Juli 2022.
Sejak menerima pengakuan tersebut, Arist aktif menghubungi para alumnus SPI untuk mendapatkan keterangan tambahan. Dari situ, Arist mendapatkan bukti kuat mengenai dugaan pelecehan seksual yang sudah lama dilakukan oleh JE. Kasus tersebut ditangani oleh Polda Jawa Timur hingga disidangkan.