Profil Bongbong Marcos yang Gaya Kampanyenya Dianggap Ditiru Prabowo
Profil Bongbong Marcos saat ini ramai dibicarakan dan dikaitkan dengan kampanye calon presiden (capres) nomor urut dua Prabowo Subianto di Pilpres 2024. Dengan pemanfaatan media sosial yang masif, sosok Prabowo yang pernah dianggap keras, berubah menjadi lucu dan menggemaskan.
Juru Bicara Tim Nasional (Timnas) Pemenangan Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar (AMIN) Surya Tjandra menilai kampanye Prabowo mirip dengan yang diterapkan Ferdinand Romualdez Marcos atau Bongbong Marcos saat mengikuti pertarungan Pilpres di Filipina.
"Model-model kampanye yang mirip-mirip dengan kasus di Filipina. Bongbong Marcos yang anaknya Ferdinand Marcos, otoritarian semacam orde baru dulu, bisa come back karena memanipulasi," kata Surya dalam Political Show CNN Indonesia TV, Senin (27/11).
Bongbong Marcos adalah anak dari diktator Filipina, Ferdinand Marcos. Ferdinand berkuasa selama 21 tahun dan dianggap otoriter. Berikut profil Ferdinand Romualdez Marcos Jr, Presiden Filipina yang terpilih tahun lalu.
Profil Bongbong Marcos
Nama lengkap: Ferdinand Romualdez Marcos Jr.
Alias: Bongbong Marcos
Lahir: 13 September 1957
Bongbong Marcos adalah seorang politisi dan senator dalam Kongres Filipina ke-16. Ia merupakan anak kedua dan putra satu-satunya dari mantan Presiden Filipina Ferdinand E. Marcos.
Bongbong muda menjalani pendidikan di sekolah elite di Inggris dan melanjutkan studi di Sekolah Bisnis terkenal di Amerika Serikat Wharton di Pennsylvania, meski tidak berhasil menyelesaikan pendidikannya di sana.
Marcos menjabat sebagai Gubenur Ilocos Norte pada periode 1983–1986 dan 1998–2007. Dia sempat juga menjabat sebagai Perwakilan Distrik Kedua Ilocos Norte pada 1992–1995 dan 2007–2010 di bawah naungan Kilusang Bagong Lipunan, partai politik yang didirikan oleh ayahnya, Ferdinand Marcos.
Pada 2010, dia terpilih sebagai Senator Filipina di bawah naungan Partai Nacionalista. Bongbong Marcos mengetuai beberapa komite senat, termasuk Komite Pemerintahan Lokal dan Komite Pekerjaan Publik, dan anggota beberapa komite lainnya.
Pada 5 Oktober 2015, Marcos mengumumkan bahwa ia menjadi kandidat untuk jabatan Wakil Presiden Filipina dalam pemilihan 2016, tapi gagal. Kemudian pada 2021, Bongbong Marcos mengumumkan bahwa ia akan ikut mencalonkan dirinya dalam pemilu presiden tahun 2022, melalui partai Partido Federal ng Pilipinas (PFP).
Bongbong Marcos menang telak dalam pemilu Filipina tahun 2022 dengan perolehan suara hampir 59%. Dia menjadi calon presiden pertama yang terpilih dengan suara mayoritas sejak dibentuknya Republik Kelima Filipina pada tahun 1986.
Bongbong Marcos resmi dilantik sebagai Presiden Filipina menggantikan Rodrigo Duterte melalui sebuah upacara di Manila, pada 30 Juni 2022. Pelantikannya menandai kembalinya dinasti politik Marcos, yang dilengserkan setelah rangkaian demonstrasi besar-besaran pada 1986 silam.
Terpilihnya Bongbong atau Marcos Junior adalah puncak upaya keluarga Marcos selama satu dekade untuk bangkit dan meraih kejayaan politik. Setelah kasus korupsinya terbongkar, keluarga ini terpuruk setelah kekuasaan Marcos berakhir. Marcos, istrinya, dan anak-anaknya, termasuk Bongbong, menyelamatkan diri ke Hawai.
Sekembalinya ke Filipina pada 1991, Bongbong mulai berjuang untuk mengubah citra ayahnya. Masa kepemimpinan ayahnya disebut sebagai masa keemasan, pertumbuhan, dan kesejahteraan Filipina. Saat pelantikan, Bongbong menyampaikan pidatonya dengan menyanjung ayahnya, mendiang diktator Ferdinand Marcos, yang menguasai Filipina selama dua dekade dengan tangan besi.
Marcos Senior pernah memberlakukan undang-undang darurat sehingga praktis mengendalikan pengadilan, dunia bisnis, serta media. Selama dia berkuasa, militer dan kepolisian banyak melakukan penangkapan serta menyiksa ribuan orang yang dianggap oposisi politik dan menentang kekuasaannya. Banyak di antara mereka yang kemudian dibunuh.
Meski begitu, Bongbong berulang kali menyerukan kalimat persatuan nasional, yang selalu didengungkan selama berkampanye. Dia juga meminta khalayak untuk tidak menatap masa lalu dengan amarah atau nostalgia. Ironisnya, kampanye andalan Bongbong justru adalah nostalgia.
Dalam beberapa tahun terakhir sebelum Bongbong mencalonkan diri menjadi Presiden Filipina, ratusan video yang diedit secara manipulatif diunggah dan dibagikan berulang-ulang di platfom-platform media sosial.
Kampanye media sosial keluarga Marcos memperlihatkan kepada publik bahwa Filipina merupakan negara sejahtera dan tanpa kejahatan ketika Ferdinand Marcos memerintah. Padahal, undang-undang darurat yang dibuat Marcos yang sarat dengan pelanggaran HAM, korupsi, dan ekonomi yang nyaris hancur.
Melalui kampanye media sosial ini Bongbong mampu meyakinkan jutaan warga Filipina, khususnya pemilih muda yang tidak merasakan masa kediktatoran Marcos. Kritik dan tudingan terhadap keluarga Marcos setelah kejatuhan Ferdinand Marcos dianggap tidak adil serta kisah-kisah mengenai keserakahan mereka tidak benar.
Gabungan pencari fakta, Tsek.ph, menemukan hingga akhir April 2022, sebanyak 92% disinformasi di dunia maya mengenai kampanye Marcos berisi sanjungan terhadap Bongbong. Namun, Bongbong membantah bahwa dirinya menjalankan strategi kampanye misinformasi.
Kemenangan Bongbong Marcos juga dibarengi dengan kemenangan Sara Duterte yang menjadi wakil presiden dengan perolehan 32% suara. Sara Duterte adalah putri Rodrigo Duterte, Presiden Filipina periode sebelumnya. Hal ini praktis menyatukan dua dinasti politik—keluarga Marcos di bagian utara Filipina dan keluarga Duterte di Kepulauan Mindanao, bagian selatan Filipina.
Setelah dirinya terpilih menjadi Presiden Filipina ke-17, Bongbong Marcos memilih Indonesia menjadi negara pertama kunjungan kenegaraannya. Bongbong menyebut alasannya memilih Indonesia karena kedekatan antara Indonesia dan Filipina, baik dari segi lokasi geografis maupun budaya.
Bongbong meyakini pertemuannya dengan Jokowi dan delegasi diharapkan membawa pengaruh positif dalam kemitraan kuat untuk kedua negara perlahan keluar dari sulitnya perekonomian pascapandemi COVID-19. Bongbong disambut baik oleh Presiden Jokowi di Istana Bogor, Indonesia.