Kisah Argo Parahyangan, Dulu Tutup Imbas Tol Kini Pesaing Kereta Cepat
Kereta Api Argo Parahyangan menjadi perbincangan setelah pemerintah akan mengoperasikan Kereta Cepat Jakarta Bandung atau KCJB pada Oktober 2023. Keberadaan KCJB dinilai dapat mengancam Argo Parahyangan yang saat ini sama-sama melayani rute Jakarta-Bandung.
Menanggapi hal itu, Manajer Humas PT KAI Daop II Bandung Mahendro Trang Bawono mengatakan KCJB memberikan alternatif kepada masyarakat dalam memilih transportasi yang menghubungkan Jakarta dan Bandung. Menurut Mahendra, segmentasi kereta cepat tersebut akan berbeda dengan Argo Parahyangan.
"Segmentasinya berbeda, KCJB untuk orang yang membutuhkan kecepatan bolak-balik Bandung-Jakarta, sementara Argo Parahyangan untuk orang-orang yang tidak buru-buru, ingin menikmati perjalanan," ucap Manajer Humas PT KAI Daop II Bandung Mahendro Trang Bawono di Stasiun Bandung, dikutip dari Antara, Kamis (14/9).
Kereta Argo Parahyangan memiliki kisah yang sangat panjang. Kereta ini bahkan sempat ditutup karena kalah bersaing dengan Tol Cipularang. Namun, Argo Parahyangan bisa kembali menemukan kejayaannya. Berikut kisah Argo Parahyangan yang dirangkum oleh Katadata.co.id.
Sejarah Argo Parahyangan
Argo Parahyangan merupakan peleburan dari Argo Gede dan Kereta Parahyangan yang sama-sama melayani rute Stasiun Gambir, Jakarta-Stasiun Bandung.
Dikutip dari roda-sayap.com, Kereta Api Parahyangan diluncurkan pada 31 Juli 1971 oleh Perusahaan Negara Kereta Api atau PNKA. Kereta ini banyak diminati masyarakat, di mana saat itu perjalanan Jakarta-Bandung membutuhkan waktu yang lama karena belum ada jalan tol.
Tingginya minat masyarakat terhadap rute Jakarta-Bandung mendorong Perumka meluncurkan Argo Gede pada 31 Juli 1995. Dikutip dari situs resmi INKA, Argo Gede sama-sama melayani rute Stasiun Gambir-Stasiun Bandung, namun kereta ini melayani kelas eksekutif. Sebagai informasi, kelas Argo adalah kelas paling atas di antara layanan kereta api yang dioperasionalkan Perumka yang saat ini berubah nama menjadi PT Kereta Api Indonesia atau KAI.
Satu dekade kemudian, kereta jurusan Jakarta-Bandung menghadapi tantangan berat setelah Tol Cipularang dibangun. Okupansi kereta mulai merosot karena penumpang lebih memilih menggunakan Tol Cipularang menggunakan kendaraan pribadi atau travel dibandingkan kereta.
Okupansi yang merosot tersebut menyebabkan KAI menanggung kerugian hingga Rp 36 miliar pada 2009. Saat itu tingkat okupansi KA Parahyangan sangat rendah yakni hanya 50-60 persen, sehingga tidak memenuhi biaya operasional.
KAI resmi menghentikan operasi Kereta Api Parahyangan karena terus merugi pada 27 April 2010. "Keputusan menghapus semua jadwal perjalanan KA Parahyangan dilakukan setelah dikaji cukup lama. Juga telah dicoba dengan potongan tarif. Namun, hasilnya, okupansi penumpang masih rendah,” kata Vice President Pemasaran Angkutan Penumpang PT Kereta Api (KA) Husein Nurroni, dikutip dari berita Kompas.com pada Jumat (16/4/2010).
Di sisi lain, KAI berencana untuk tetap mengoperasinalkan Argo Gede karena tingkat okupansinya lebih baik.
Transformasi Argo Parahyangan hingga Berjaya Lagi
Berita penutupan Kereta Api Parahyangan mendapatkan respon keras dari masyarakat. PT KAI dituding enggan melayani kelas bisnis dan hanya melayani kelas eksekutif dengan hanya mengoperasikan Argo Gede.
Sebagai solusi, PT KAI pun akhirnya melakukan transformasi pada Argo Gede dan merubah namanya menjadi Argo Parahyangan pada 26 April 2016. Argo Parahyangan melayani kelas eksekutif (Argo Gede) dan kelas bisnis (Kereta Parahyangan) dalam satu rangkaian.
Seiring berjalannya waktu, Kereta Api Argo Parahyangan kembali menjadi primadona. Pasalnya Tol Cipularang kerap macet total seiring dengan bertambahnya jumlah kendaraan.
Penumpang yang sebelumya memilih naik travel atau kendaraan pribadi, kini kembali naik kereta api. Puncaknya adalah kemacetan yang terjadi karena pergeseran jembatan Cisomang Tol Cipularang pada 2016.
Tingginya minat masyarakat bahwan membuat KAI menambah jadwal perjalanan Kereta Argo Parahyangan. Pada Desember 2016, KAI menambah enam jadwal tambahan menjadi 20 perjalanan Kereta Api Argo Parahyangan setiap hari.
Bersaing dengan Kereta Cepat Jakarta-Bandung
Operasional Kereta Argo Parahyangan kembali diuji saat pemerintah akan meluncurkan Kereta Cepat Jakarta-Bandung pada Oktober 2023. Apalagi tarif dua moda transportasi tersebut nyaris sama.
Berdasarkan situs penjualan tiket KAI, tarif Argo Parahyangan mencapai Rp 150.000 untuk kelas ekonomi, dan Rp 200.000 untuk kelas eksekutif. Sementara tarif Kereta Cepat direncanakan Rp 250.000 sampai Rp 350.000.
Namun demikian, tarif KCJB tersebut belum termasuk kereta feeder yang menghubungkan penumpang dari Stasiun Padalarang menuju Stasiun Bandung. Pasalnya, KCJB tidak melayani penumpang sampai Stasiun Bandung.
Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Panjaitan pada Selasa (29/11/2022) bahkan sempat melontarkan pernyataan untuk menutup Argo Parahyangan jika KCBJ beroperasi.
Namun demikian, hal itu langsung dibantah Kementerian Perhubungan yang menegaskan bahwa operasional Kereta Api Argo Parahyangan akan tetap berlanjut setelah KCJB beroperasi.
Plt Dirjen Perkeretaapian Kemenhub, Mohamad Risal Wasal, mengatakan bahwa pangsa pasar Argo Parahyangan berbeda dengan KCJB sehingga tidak akan bersaing secara langsung. "Dalam waktu dekat kami belum ada rencana untuk memberhentikan Argo Parahyangan, karena pangsa pasar kereta cepat berbeda Argo Parahyangan," ujarnya ketika Rapat Dengar Pendapat Kereta Cepat Jakarta Bandung di Jakarta, Kamis (8/12/2023).