SKK Migas Minta Repsol Ajukan POD Blok Sakakemang Tahun Ini
Pengembangan Blok Sakakemang terkendala aturan penurunan harga gas industri. Repsol selaku operator blok migas tak menyepakati harga jual gas maksimal sebesar US$ 6 per MMBTU.
Meski begitu, Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi atau SKK Migas tetap mendorong Repsol menyelesaikan rencana pengembangan (POD) pada tahun ini. Regulator hulu migas tersebut akan mencari solusi agar proyek tersebut bisa menguntungkan bagi kontraktor.
Selain itu, SKK Migas mendorong Repsol efisiensi seoptimal mungkin agar harga jual gas bisa sesuai aturan pemerintah. "Kalau investasi bisa efisien, harga bisa kami tekan, itu yang kami cari. Kalau toh ini investasi menitik di harga sekian, harga keekonomian gasnya saya yakin nanti masih ada," ujar Kepala SKK Migas Dwi Soetjipto saat ditemui di Gedung Kementerian ESDM, Juat (7/8).
Secara terpisah, Deputi Keuangan dan Monetisasi SKK Migas Arief Handoko menjelaskan jika pemerintah tetap berkomitmen untuk mengimplementasikan penyesuaian harga gas sebesar US$ 6 per MMBTU bagi Industri. Hal itu sesuai dengan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 40 Tahun 2016 tentang Penetapan Harga Gas Bumi untuk Industri.
"Dari pada kami menalangi selisih harga seperti yang sekarang, lebih baik dari awal sudah dipatok maksimal US$ 6 per MMBTU. Itu yang masih didiskusikan dengan Repsol," ujar Arief kepada Katadata.co.id pada Jumat (7/8).
Sebelumnya, Arief menyatakan bahwa Repsol menginginkan harga jual gas dari Blok Sakakemang mencapai lebih dari US$ 7 per MMbtu. Pasalnya, perusahaan asal Spanyol itu ingin mendapatkan tingkat pengembalian investasi atau Internal Rate of Return (IRR) yang maksimal.
SKK Migas dan Repsol pun terus berdiskusi terkait harga gas Blok Sakakemang. Lembaga tersebut ingin menjaga agar proyek migas bisa berjalan tanpa mengurangi penerimaan negara.