Investasi di Uber dan WeWork Sebabkan Softbank Menderita Kerugian
Softbank mencatatkan kerugian untuk pertama kalinya dalam 14 tahun pada akhir September 2019. Reuters mencatat perusahaan asal Jepang tersebut merugi US$ 6,5 miliar atau setara Rp 91 triliun (kurs Rp 14.000 per dolar) secara kuartalan karena berinvestasi di startup transportasi.
Kerugian terjadi karena kinerja Vision Fund, yang merupakan bagian dari SoftBank, turun akibat investasi di perusahaan perjalanan seperti Uber Technologies. Pasalnya, transportasi dan logistik menjadi sektor utama perusahan tersebut.
Seperti dilansir dari asia.nikkei.com, laba Vision Fund terjun hingga 40% secara kuartalan menjadi US$ 11,4 miliar atau Rp 159,76 triliun pada akhir September 2019. Investasi di startup seperti Uber, Didi Chuxing, dan Grab secara khusus membuat perusahaan tertatih-tatih.
Sebab, investasi dalam transportasi dan logistik mencapai 30% dari keseluruhan portofolio dan membawa kerugian sebesar US$ 300 juta atau sekitar Rp 4,2 triliun pada akhir September. Padahal Vision Fund sempat memegang laba senilai US$ 4,7 miliar atau Rp 65,86 triliun pada akhir Juni 2019.
Vision Fund memutuskan memeriksa ulang penilaian setiap kuartalan terhadap proyeksi dan kinerja bisnis yang serupa. Saham Uber tercatat turun sekitar 30% pada kuartal Juli-September.
(Baca: Dikabarkan Bakal Disuntik Modal SoftBank, Aruna Mengaku Cari Pendanaan)
Menurut salah satu pialang Amerika Serikat, meningkatnya persaingan dalam jasa transportasi online membuat keadaan semakin sulit bagi perusahaan untuk mendapatkan keuntungan. Ditambah adanya kekhawatiran pasar. Saham saingan Uber, Lyft, juga jatuh dan membawa e-retailer Jepang, Rakuten, mencatat kerugian.
Selain itu, investasi real estate Vision Fund turut mengalami kerugian sebesar US$ 1,5 miliar atau setara Rp 21 triliun pada akhir September, terutama karena kegagalan WeWork. Tetapi pengeluaran di sektor ini kurang dari sepertiga investasi transportasi dan logistik, di mana hal ini membatasi dampak real estate pada kinerja keuangan secara keseluruhan.
Biarpun begitu, layanan konsumen menjadi angin segar bagi Vision Fund. Keuntungan besar datang dari startup hotel India, Oyo Hotels & Homes, yang sekarang mengoperasikan 1,2 juta kamar di seluruh dunia.
Tetapi beberapa franchisee di India mengeluhkan perusahaan yang menaikkan biaya secara tidak adil. Otoritas antimonopoli India pun mulai penyelidikan pada akhir Oktober 2019.
Sementara itu, pemilik TikTok Beijing ByteDance Technology yang mengincar penawaran umum perdana justru mendapat kritik dari pemerintah AS mengenai data pribadi. Sehingga masa depannya suram. Perusahaan tersebut juga didukung oleh pendanaan SoftBank.
(Baca: Mantan Bos Softbank Luncurkan Startup Pembayaran Imagine)