Pemerintah Ingin Aturan Divestasi 51% Lebih Luwes dalam RUU Minerba

Image title
11 Mei 2020, 16:50
ruu minerba, dpr, pemerintah, esdm
ANTARA FOTO/M Risyal Hidayat
Ilsutrasi, Menteri ESDM Arifin Tasrif. Pemerintah dan Komisi VII DPR RI tengah membahas RUU Minerba pada Senin (11/5).

Pemerintah dan Komisi VII DPR RI menggelar Rapat Kerja mengenai Revisi Undang-undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (Minerba) pada Senin (11/5). Dalam rapat tersebut, pemerintah  mengajukan beberapa poin tambahan dari kesepakatan sebelumnya dalam Panitia Kerja (Panja).

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif mengatakan ada poin substansi dalam hasil Panja RUU Minerba yang perlu dibahas kembali dengan DPR RI. Salah satunya mengenai pencantuman kewajiban besaran divestasi saham sebesar 51%.

Advertisement

Namun, pemerintah tetap pada pandangan bahwa besaran kewajiban divestasi cukup dicantumkan dalam pengaturan di bawah Undang-Undang yaitu Peraturan Pemerintah. "Pemerintah ingin aturan tersebut lebih luwes," kata Arifin dalam Rapat Kerja dengan Komisi VII DPR RI pada Senin (11/5).

Pemerintah juga ingin menyempurnakan aturan mengenai kewajiban nilai tambah pertambangan yang tertuang dalam Pasal 102. Pemerintah mengusulkan agar Pasal 102 disesuaikan dengan draft RUU yang disepakati oleh Panja pada tanggal 11 Maret 2020.

Rumusan tersebut berbunyi Pasal 102 (1) Pemegang IUP Operasi Produksi atau IUPK Operasi Produksi wajib meningkatkan nilai tambah mineral dalam kegiatan usaha pertambangan. Upaya tersebut dilaksanakan melalui pengolahan dan pemurnian untuk komoditas tambang mineral logam, pengolahan untuk komoditas tambang mineral bukan logam, dan/atau pengolahan untuk komoditas tambang batuan.

Usulan pemerintah untuk Pasal 102 ayat 2 menyatakan pemegang IUP Operasi Produksi atau IUPK Operasi Produksi dapat melakukan pengembangan dan/atau pemanfaatan batubara.  Sedangkan usulan Panja berisi empat ayat.

Dalam ayat 3 berbunyi peningkatan nilai tambah mineral melalui kegiatan pengolahan dan/atau pemurnian sebagaimana dimaksud pada ayat 1 wajib memenuhi batasan minimum pengolahan dan/atau pemurnian, dengan mempertimbangkan antara lain: a) peningkatan nilai keekonomian; dan/atau b) kebutuhan pasar dalam negeri.

Usulan ayat 4 berbunyi ketentuan lebih lanjut mengenai batasan minimum pengolahan dan/atau pemurnian diatur dengan atau berdasarkan peraturan pemerintah.

(Baca: DPR dan Pemerintah Sepakat Poin-Poin Penting RUU Minerba)

Lebih lanjut, menurut Arifin, pemerintah ingin peningkatan nilai tambah dalam UU No.4 2019 sesuai keputusan MK No. 10/PUU-XII/2014. Pengaturan tersebut juga harus konsisten dengan kewajiban IUPK untuk membangun fasilitas pemurnian paling lambat tahun 2023.

Di sisi lain, kebijakan tersebut telah berhasil menciptakan industri baru. Beberapa kawasan industri baru yang telah beroperasi beroperasi berada di Morowali, Weda, Bantaeng, Konawe, dan Ketapang yang menyediakan puluhan ribu lapangan pekerjaan.

Selain itu, kebijakan tersebut telah berhasil mengisi rantai pasokan industri seperti rantai industri besi baja, tembaga, dan aluminium. Kebijakan tersebut juga akan menciptakan industri hulu baru sebagai pemasok bahan baku proses industri, antara lain tambang silika, kapur, mangan, oxygen plant, dan listrik. Selanjutnya, bisa menciptakan industri hilir ikutannya antara lain industri pupuk, semen, kabel, stainless steel, dan alumina.

"Kebijakan itu juga akan meningkatkan devisa dari ekspor produk pemurnian," kata Arifin.

(Baca: Pakar Hukum UI Usul RI jadi Pengendali Usaha Tambang Pasca Divestasi)

Selain dua poin tersebut, pemerintah juga mengusulkan poin tambahan dari hasil Panja pada 6 Mei 2020, yaitu menghapus Pasal 1 angka 6a mengenai definisi Kuasa Pertambangan Mineral dan Batubara.

Halaman:
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...
Advertisement