Strategi Pemerintah Kupang, Belitung & Jabar Salurkan BLT Corona
Presiden Joko Widodo atau Jokowi sempat menyinggung lambatnya penyaluran bantuan sosial bagi warga terdampak Covid-19. Salah satu kendalaanya yaitu permasalahan data.
Permasalahan validasi data memang sering menghambat penyaluran bantuan langsung tunai atau BLT. Pemerintah Daerah Kupang, Belitung, dan Jawa Barat pun menyiapkan strategi untuk mengantisipasi permasalahan tersebut.
Walikota Kupang Jefirstson R. Riwu Kore mengatakan pihaknya menggunakan aplikasi Sistem Informasi Manajemen Pelayanan Terintegrasi Secara Elektronik (SIMPEL) yang digagas oleh Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Disdukcapil) kota setempat. Dengan aplikasi itu, instansi terkait bisa mencocokkan data dengan Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTSK).
"Aplikasi itu membantu kami untuk memastikan bahwa yang mendapatkan bantuan tersebut tidak double. Kalau ada yang sudah dapat, mereka tidak dapat lagi," ujar Jefir dalam video conference, Rabu (26/8).
Jefir mengklaim bahwabelum ada warganya yang protes terkait penyaluran BLT. Meskipun masih ada data-data penduduknya yang belum tercatat atau masih tercecer. Namun, instansinya dapat segera mengatasi permasalahan tersebut.
Wakil Bupati Belitung Isyak Meirobie pun tengah menyiapkan aplikasi untuk mengintegrasikan data-data penduduk di wilayah setempat guna mempermudah penyaluran BLT. Menurut dia, penyaluran bantuan pemerintah kerap tidak tepat sasaran dan tidak adil baik dari sisi jumlah anggota keluarga, latar pendidikan, dan pekerjaan.
Menurut dia, pengecekan data secara manual di tengah pandemi sulit untuk dilaksanakan. Oleh karena itu, pihaknya bakal memanfaatkan teknologi digital guna mempermudah sistem validitas data kependudukan warganya.
"Kami sedang siapkan aplikasi dengan rumusan formulasi yang adil. Sehingga ketika BLT diserahkan ke mereka, angkanya tepat, orangnya juga tepat," ujar Isyak.
Dia pun berharap aplikasi tersebut berhasil dikembangkan dan dapat diterapkan ke berbagai daerah lainnya di Indoneisa. Dengan jumlah penduduk provinsi setempat yang tak telalu banyak, ia optimistis proyek uji coba aplikasi tersebut segera rampung.
Kepala Dinas Komunikasi dan Informatika (Diskominfo) Provinsi Jawa Barat Setiaji juga mengatakan pihaknya tengah menyiapkan fitur penyaringan data penduduk untuk mempermudah penyaluran BLT corona. Menurut dia, instansi mengembangkan setidaknya 27 filter untuk validitas data nama dan nomor induk kependudukan (NIK) yang terkoneksi secara langsung dengan Dukcapil.
"Kami cocokkan, apakah dalam satu keluarga ada lebih dari satu orang yang menerima (BLT), apakah PNS atau bukan, itu kami cocokkan secara real time. Profiling itu penting terkait hal ini," ujar Setiaji.
Pihaknya juga mengembangkan sistem Satu Data yang diinisiasi oleh pemerintah pusat. Program itu telah berjalan sejak tahun lalu. Setiaji mengatakan inisiasi program integrasi data tersebut menjadi penting terutama dalam masa pandemi seperti ini.
Sebelumnya, Direktur Jenderal Sumber Daya dan Perangkat Pos dan Informatika Kementerian Kominfo Ismail mengatakan keberadaan pusat data mampu mengintegrasikan kebutuhan berbagai macam institusi secara mudah dan cepat. Fungsi server, analisis dan pengumpulan data berbasis komputansi awan (cloud) dapat mencegah pemborosan anggaran pusat maupun daerah.
"Ketika pusat data nasional sudah dibangun bisa menghemat triliunan rupiah belanja pemerintah," kata Ismail dalam video conference, Jumat (14/8).
Tak hanya itu, program SDI juga diklaim bakal mengurangi banyak sumber daya manusia (SDM) yang seharusnya berperan untuk mengoperasikan dan memelihara pusat data di tiap instansi daerah maupun nasional. Ia mengatakan saat ini banyak pusat data di berbagai wilayah yang tak dirawat operasionalnya dengan baik.
Adapun pemerintah menunda penyaluran tahap pertama bantuan langsung tunai atau BLT subsidi bagi pekerja bergaji di bawah Rp 5 juta yang semestinya cair pada Senin (24/8). Namun, pemerintah tetap memastikan pencairan tetap dilakukan pada Agustus 2020.
Penundaan pencairan ini disampaikan Menteri Ketengakerjaan Ida Fauziah melalui keterangan resmi yang diterima Katadata.co.id pada Selasa (25/8). Alasannya, pemerintah masih menyesuaikan lagi data yang diserahkan BP Jamsostek agar penerimanya tepat sasaran.
“Jadi, 2,5 juta (untuk tahap pertama) kami mohon maaf butuh kehati-hatian untuk menyesuaikan data yang ada,” kata Ida.
Ida menjelaskan waktu maksimal dalam petunjuk teknis untuk pengecekan data mencapai empat hari. Waktu itu diperlukan mengingat jumlah data cukup banyak.
Meski begitu, dia menyebut penyaluran BLT akan dilaksanakan bulan ini. “Kami memang menargetkan bisa dilakukan transfer dari akhir Agustus ini,” katanya.
Anggaran yang disiapkan untuk program itu sebesar Rp 37,87 triliun. Pemerintah akan memberikan Rp 600 ribu per orang selama empat bulan dengan target penerima 2,5 juta orang untuk tahap pertama. Sedangkan jumlah penerima bantuan yang akan mendapat subsidi tersebut mencapai 15,72 juta orang.
Bantuan itu diberikan kepada pekerja formal non-BUMN dan non-PNS dari berbagai sektor. Syaratnya, mereka memiliki upah di bawah Rp 5 juta per bulan. Mereka pun harus terdaftar dan membayar upah iuran BPJS Ketenagakerjaan hingga 30 Juni 2020 dan tak boleh menjadi penerima manfaat program kartu prakerja.
Bukan kali ini saja stimulus pemerintah saat pandemi virus corona terkendala pendataan. Pada 16 Juni 2020, Menkeu Sri Mulyani menyatakan salah satu kendala utama stimulus Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) yaitu pendataan yang tumpang tindih.
Pernyataan Mensos Juliari Batubara pada 24 Juni 2020 terkait penyaluran bantuan sosial atau bansos pun mengonfirmasi hal itu. Menurutnya, masih banyak pemerintah daerah (pemda) yang belum memperbarui laporan Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS). Padahal laporan tersebut menjadi tumpuhan penyaluran bansos, baik sembako maupun tunai.
Akibatnya, penyaluran bansos menjadi tertunda. Ia pun saat itu berharap pemda lebih cepat memperbarui dan melaporkan DTKS kepada pemerintah pusat agar masyarakat lekas menerima manfaatnya.
Permasalahan pendataan juga ditemukan Komisi VIII DPR saat melakukan kunjungan spesifik ke Provinsi Banten pada 30 Juni lalu. Mereka menemukan tumpang tindih data, seperti Pegawai Negeri Sipil hingga anggota dewan terdaftar sebagai penerima bansos.
“Kemudian ada orang kaya yang terdaftar, meski hanya beberapa persen saja ini akan menganggu rasa keadilan masyarakat,” kata Ketua Komisi VIII DPR Yandri Sutanto, Selasa (30/6) melansir Antara.