UU Cipta Kerja Perbaiki Iklim Investasi, Berpotensi Turunkan Konsumsi

Image title
11 Oktober 2020, 20:31
UU Cipta Kerja, omnibus law, investasi, ketenagakerjaan
123RF.com/everythingpossible
Ilustrasi, investasi. Pemerintah berharap omnibus law menjadi solusi untuk memecahkan masalah tumpang-tindih peraturan yang menghambat investasi.

Presiden Joko Widodo atau Jokowi akhirnya angkat suara terkait polemik UU Cipta Kerja. Menurut dia, aturan tersebut bakal menciptakan iklim investasi yang lebih baik dan mencegah terjadinya korupsi. 

Dari sudut pandang  Analis CLSA Securities Indonesia Sarina Lesmana dan Chelene Indriani, UU Cipta Kerja memang dapat meningkatkan iklim investasi. Namun, peningkatannya tak seperti yang diharapkan para investor.

Investor pun masih menanti produk hukum lanjutan dari undang-undang tersebut, yaitu Peraturan Pemerintah (PP), yang ditargetkan terbit dalam satu bulan. Aturan turunannya bakal memberikan kepastian cara pemerintah menjalankan pemulihan ekonomi dan investasi melalui undang-undang tersebut. 

Dari sisi ketenagakerjaan, CLSA memandang perekrutan dan jam kerja yang akan datang tidak akan terlalu kaku. Namun, rumus upah minimum menjadi tidak jelas karena rencana upah khusus untuk industri padat karya dibatalkan, sedangkan rencana aturan terpisah untuk UMKM sudah ada.

Selain itu, besaran pesangon diturunkan 21% menjadi 25 bulan. Beban pesangon bagi pemberi kerja akan dipotong sebesar 40% menjadi 19 bulan. Sedangkan sisanya sebanyak enam bulan bakal ditanggung pemerintah. 

Menurut Sarina dan Chelene, hal itu bakal mendorong bisnis menjadi lebih baik. Pasalnya, pemerintah ikut menanggung beban pesangon. Di sisi lain, tenaga kerja tidak akan mendapat potongan pesangon yang terlalu besar. 

Untuk sektor lainnya, CLSA menyayangkan reformasi pendidikan dihilangkan dalam aturan tersebut. Sedangkan dari segi pengadaan lahan, lembaga tersebut menilai bakal ada lebih banyak kepastian karena adanya batasan atas harga tanah dan penataan kawasan ekonomi khusus (KEK) yang lebih mudah.

Lebih lanjut, CLSA memandang undang-undang tersebut sebagai hal yang positif bagi pasar, terutama jika melihat pergerakan IHSG. Meski begitu, kenyamanan pelaku pasar modal harus ditopang dengan aturan turunannya. PP yang rencananya diterbitkan pemerintah pada bulan ini bakal menunjukkan cara pemerintah mengeksekusi undang-undang yang disebut juga sebagai Omnibus Law.

Di sisi lain, CLSA menilai adanya ketidakpastian mengenai pembayaran pesangon oleh pemerintah. Menurut mereka, tidak ada kepastian mengenai cara pemerintah membayar pesangon, apakah melalui anggaran negara, dana keamanan sosial, atau lainnya.

Lebih lanjut, lembaga tersebut menilai Omnibus Law bakal mempermudah perizinan untuk sektor pertambangan, properti, semen, ritel, dan kontraktor. Selain itu, sektor transportasi, bank, rumah sakit, dan properti bakal mendapatkan keuntungan.

Perusahaan infrastrutkur seperti Jasa Marga secara tidak langsung  juga mendapat keuntungan karena pembukaan lahan bisa lebih cepat. Pengaturan mengenai Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) juga mempermudah dan menguntungkan para pelaku usaha, terutama yang memiliki cadangan lahan yang besar seperti Puradelta dan Surya Semesta.

Selain itu, bank yang fokus pada UMKM, seperti BRI, bakal mendapatkan keuntungan. "Meski begitu, ada dampak jengka pendek pada konsumsi dari pendapatan tenaga kerja yang lebih rendah. Hal itu bakal berpengaruh pada 43% tenaga kerja."

"Namun dalam jangka panjang, konsumsi bisa meningkat seiring penciptaan lapangan kerja," ujar Sarina dan Cherlene dalam laporan tertulis CLSA pada Rabu (7/10) 

Adapun pemain kunci yang bisa mendapatkan keuntungan dari undang-undang tersebut yaitu Mandiri, BRI, Indofood CBP, Sarana Menara, Semen Indo, Jasa Marga, Ace Hardware, Ciputra Development, dan Puradelta.

Halaman:
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...