AstraZeneca akan Kembali Uji Coba Vaksin Virus Corona di AS
AstraZeneca Plc bakal melanjutkan uji coba vaksin virus corona di Amerika Serikat pada pekan depan. Uji coba vaksin dihentikan sejak 6 September 2020 karena peserta uji coba di Inggris mengalami efek samping.
Dilansir dari Reuters, Food and Drug Administration (FDA) AS tidak berkomentar mengenai uji coba vaksin AstraZeneca. Namun, lembaga tersebut mewajibkan peneliti menambahkan informasi tentang insiden di Inggris ke formulir persetujuan yang ditandatangani oleh peserta studi.
Otoritas di Inggris meninjau efek samping yang muncul dan memutuskan bahwa belum ada bukti yang cukup untuk mengatakan dengan pasti bahwa efek samping itu terkait atau tidak dengan vaksin. Dengan pertimbangan tersebut, Otoritas di Inggris merekomendasikan agar uji coba vaksinasi dilanjutkan.
Namun, dengan pemantauan ketat terhadap individu yang mengalami efek samping dan peserta lainnnya. Regulator di Brasil, India, dan Afrika Selatan juga sebelumnya mengizinkan AstraZeneca untuk melanjutkan uji coba vaksinnya di sana.
AstraZeneca, yang mengembangkan vaksin dengan para peneliti Universitas Oxford, telah dipandang sebagai pelopor dalam pengadaan vaksin Covid-19. Sedangkan Johnson & Johnson pada minggu lalu menghentikan uji coba vaksin Covid-19 Fase III untuk menyelidiki penyakit yang tidak dapat dijelaskan pada peserta penelitian.
Pada saat pengumuman, pihak perusahaan belum mengetahui apakah relawan tersebut telah diberikan vaksin atau plasebo. Seorang juru bicara J&J pada Selasa (20/10) mengatakan penelitian tersebut tetap ditunda karena perusahaan memerlukan tinjauan medis sebelum kembali memulai uji coba.
Vaksin dipandang penting untuk membantu mengakhiri pandemi yang telah melanda dunia dan merenggut lebih dari 1 juta nyawa. Direktur Pusat Pendidikan Vaksin di Rumah Sakit Anak Philadelphia, Paul Offit, mengatakan sulit untuk mengaitkan efek samping yang jarang terjadi khususnya pada vaksin dengan penyebab potensial lainnya.
Seperti virus lain yang dapat memicu penyakit polio. Oleh karena itu, dia menyarankan regulator untuk meninjau kembali efek samping terkait dengan vaksin.
Selain itu, kajian juga harus dilaksanakan untuk melihat potensi dari vaksin yang dapat menyebabkan penyakit dan kematian yang berkaitan dengan Covid-19. "Itu selalu menjadi jalur yang kamu jalani,” kata Offit seperti dikutip dari Reuters pada Rabu (21/10).
Di sisi lain, Indonesia merupakan salah satu negara yang mendapatkan vaksin dari Astrazeneca. Juru Bicara Satgas Penanganan Covid-19 dr Reisa Brotoasmoro yang menyebut ada tiga jalur pengadaan vaksin di Indonesia.
Pertama, pemerintah menggandeng lembaga internasional yaitu CEPI dan Gavi Alliance untuk mendapat akses vaksin dalam kerangka kerjasama multilateral. Skema itu melibatkan WHO dan Unicef dari tahap pengembangan, distribusi dan pelaksaanaan vaksinasi.
Kedua, pengembangan vaksin Covid-19 Merah Putih yang merupakan kerja sama PT Bio Farma dengan Sinovac asal Tiongkok. Ketiga, pasokan vaksin dari komitmen empat perusahaan yaitu Astrazeneka, Simovac, Cansino dan Sinopharm.
"Setelah vaksin-vaksin itu disetujui WHO, maka vaksin itu akan diproduksi dan tiba di Indonesia secara bertahap," ujarnya.
Lebih lanjut, Reisa mangatakan vaksinasi merupakan upaya pemberian kekebalan tubuh untuk melawan virus yang sudah dikenali. Vaksinasi sudah terbukti ampuh untuk mengendalikan wabah, bahkan memberantas dan menghilangkan wabah dan penyakit di dunia seperti cacar dan polio.
Meski begitu, vaksin hanya menjadi pelengkap dan digunakan berdasarkan skala prioritas. Oleh karena itu, protokol kesehatan tetap penting untuk dilaksanakan demi menekan penularan Covid-19.
"Kita tidak boleh lengah dan menurunkan disiplin 3M (memakai masker, menjaga jarak dan mencuci tangan,"kata Reisa.
Masyarakat dapat mencegah penyebaran virus corona dengan menerapkan 3M, yaitu: memakai masker, mencuci tangan, menjaga jarak sekaligus menjauhi kerumunan. Klik di sini untuk info selengkapnya.
#satgascovid19 #ingatpesanibu #pakaimasker #jagajarak #cucitangan