Ada Perang Dagang, Jokowi Ingin Pusat Perbelanjaan Diisi Produk Lokal

Michael Reily
15 Agustus 2019, 19:52
jokowi
Ajeng Dinar Ulfiana | KATADATA
Ilustrasi, Presiden Joko Widodo (Jokowi) ingin pusat perbelanjaan diisi produk lokal.

Presiden Joko Widodo (Jokowi) ingin para pelaku usaha nasional dapat menjual produknya di pusat perbelanjaan. Sehingga produk dalam negeri punya kapasitas produksi yang besar serta mampu bersaing secara kualitas dengan produk luar negeri.

Jokowi mengatakan Indonesia memang menganut sistem perdagangan bebas. Namun tidak berarti pusat perbelanjaan hanya diisi oleh produk-produk impor terutama di tengah perang dagang Amerika Serikat dan Tiongkok.

“Kita tidak mau proteksionisme, kita terbuka, tapi sekarang musimnya perang dagang. Mesti ada strategi mal untuk membantu pemerintah agar barang impor tidak membanjiri Indonesia. Pasar besar seperti ini kok dibiarkan kosong,” kata Jokowi di Senayan City, Jakarta, Kamis (15/8).

(Baca: Berkunjung ke Mal, Jokowi Sindir Para Ibu yang Beli Tas Impor )

Jokowi pun meminta para pengelola mal untuk memberikan ruang strategis kepada pengusaha lokal. Dengan begitu merek-merek yang ada di mal merupakan merek dari produk dalam negeri seperti J.Co dan Sari Ratu. Dengan cara tersebut akan tercipta efek berlipat ganda hingga ke pengusaha kecil dan menengah (UKM).

Di sisi lain, Jokowi juga meminta perusahaan-perusahaan yang sudah terkenal sebagai eksportir besar untuk terus mengisi produk dalam negeri, seperti Pan Brothers yang merupakan perusahaan tekstil yang sudah terkenal di luar negeri. Begitu juga dengan Mayora yang sudah menguasai produk makanan dan minuman di Filipina dengan produk Kopiko dan Torabika.

Upaya tersebut juga dianggap mampu menekan impor hingga mengurangi defisit neraca perdagangan. “Neraca perdagangan kita masih defisit, neraca transaksi berjalan kita masih defisit,” ujar Jokowi.

(Baca: Jokowi Siapkan Anggaran Bantu Produk Lokal Invasi Mal di Luar Negeri)

Sebelumnya, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat neraca perdagangan Indonesia pada Juli 2019 mencapai US$ 60 juta. Akibatnya, neraca perdagangan nasional secara kumulatif pada Januari-Juli 2019 tercatat mengalami defisit sebesar US$1,98 miliar.

Bank Indonesia (BI) juga mencatat defisit transaksi berjalan alias current account deficit (CAD) pada kuartal II 2019 mencapai US$ 8,4 miliar atau 3 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB). Defisit tersebut melebar dibandingkan periode yang sama tahun lalu yang tercatat sebesar US$ 8 miliar.

BI mengungkapkan peningkatan defisit transaksi berjalan dipengaruhi oleh perilaku musiman repatriasi dividen, dan pembayaran bunga utang luar negeri. Selain itu, BI juga menyebut kondisi perekonomian global sedang tidak menguntungkan.

(Baca: Neraca Dagang Kembali Defisit, Rupiah Melemah ke Rp 14.273 per Dolar)

Reporter: Michael Reily
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...