Bursa Asia Tertekan, IHSG Jatuh ke Level Terendah dalam 9 Bulan
Mayoritas indeks di bursa saham Asia anjlok di tengah meningkatnya kekhawatiran akan dampak wabah virus corona terhadap perekonomian Tiongkok dan mitra dagangnya. Indeks CSI 300 di Tiongkok ditutup anjlok nyaris 8% pada awal pekan ini, melanjutkan penurunan 3% pada Jumat (31/1) pekan lalu.
Seiring kejatuhan indeks saham di Tiongkok, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ditutup jatuh nyaris 1% ke level 5.884, melanjutkan kejatuhan 1,94% pada Jumat pekan lalu. Level tersebut merupakan level penutupan terendah dalam hampir sembilan bulan.
Investor asing mencatatkan penjualan bersih saham lebih dari Rp 800 miliar. Seluruh indeks sektoral ditutup terkoreksi, dengan penurunan terbesar dialami indeks sektor agri 2,46% dan industri dasar 2,03%.
(Baca: Kecemasan Virus Corona Seret Rupiah ke Posisi Terlemah ke-2 di Asia)
Sederet indeks di bursa Asia lainnya juga berguguran, Nikkei 225 dan Topix di Jepang turun masing-masing 1,01% dan 0,7%. Begitu juga indeks Strait Times di Singapura turun 1,19%, FTSE Bursa Malaysia KLCI turun 0,6%, Thai Set 50 di Thailand turun 1,21%, dan indeks Kospi di Korea Selatan turun tipis 0,01%. Meski begitu, indeks Hang Seng di Hong Kong berhasil naik 0,17%.
Reuters memberitakan, di tengah masalah virus corona, Citigroup merevisi turun prediksi pertumbuhan ekonomi Tiongkok tahun ini dari 5,8% menjadi 5,55%. Sedangkan JP Morgan memangkas pertumbuhan ekonomi dunia pada kuartal ini sebesar 0,3%.
Sejumlah analis menilai bursa saham Asia akan cenderung lemah di bawah bayang-bayang virus corona. "Sentimen akan sangat lemah seiring pelaku pasar yang secara dinamis mencoba memahami kapan upaya penanggulangan bisa menahan penyebaran virus," kata Senior Ekonom Mizuho Bank VIshnu Varathan, seperti dikutip Reuters.
(Baca: Korban Meninggal Virus Corona Naik Jadi 361 Orang & 17.205 Terinfeksi)
Di luar masalah virus corona, tim Analis Pilarmas Investindo Sekuritas menyebut fluktuasi di pasar saham Asia juga dipengaruhi realisasi keluarnya Inggris dari Uni Eropa pada akhir Januari lalu. Sedangkan dari dalam negeri, yang jadi sorotan investor yakni data inflasi Januari yang baru dirilis Badan Pusat Statistik. Kemudian, indeks manufaktur Indonesia (PMI) Januari yang lebih rendah dari Desember.
"Permintaan turun dalam dua bulan berturut-turut yang berasal dari penurunan ekspor dalam empat bulan terakhir," tulis Tim Analis Pilarmas Investindo dalam riset tertulisnya. Selain itu, yang jadi sorotan yaitu penurunan lapangan kerja dalam tujuh bulan berturut-turut, dan aktivitas pembelian yang juga melambat.