Pelemahan Rupiah Tekan Indeks Saham
Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) masih dalam tren menurun dalam tiga bulan terakhir, dari 6.689 pada 19 Februari lalu, jatuh ke level 5.774 pada penutupan perdagangan kemarin. Pagi ini, IHSG sempat naik ke level 5.788, tapi kembali turun ke 5.720. Analis menilai pelemahan nilai tukar menjadi penyebabnya.
Nilai tukar rupiah mengalami pelemahan sejak akhir Januari 2018, terutama dipicu oleh arus keluar dana asing seiring ekspektasi kenaikan lebih cepat bunga acuan AS. Mulai Senin (7/5) lalu, nilai tukar rupiah tercatat menembus Rp 14 ribu per dolar AS. Level ini merupakan yang terlemah sejak Desember 2015.
(Baca juga: Kurs Rupiah Tembus Rp 14 Ribu setelah Rilis Data Pertumbuhan Ekonomi).
Analis Samuel Sekuritas Muhamad Al Fatih mengatakan pelemahan rupiah membuat banyak investor mengurangi porsi sahamnya di pasar. Alasannya banyak perusahaan yang penjualannya menggunakan rupiah, tapi membeli barang modalnya dengan dolar AS. Ini membuat nilai aset perusahaan tersebut menjadi turun.
"Ditambah harga minyak dunia dan yang utang dolar Amerika" katanya kepada Katadata.co.id Selasa (8/5).
Analis Binaartha Sekuritas Nafan Aji menambahkan faktor lain yang lebih berpengaruh adalah data makro ekonomi kuartal 1-2018 yang baru dirilis Badan Pusat Statistik (BPS) awal pekan ini. Laju pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal 1-2018 tumbuh sebesar 5,06 persen, masih jauh di bawah harapan pelaku pasar sebesar 5,2 persen.
"Hal tersebut tentunya memberikan implikasi negatif bagi pelemahan IHSG beserta rupiah," katanya.
Dalam beberapa hari ke depan, indeks saham dan rupiah diperkirakan akan kembali melemah. Dari sisi domestik, pelaku pasar sedang menantikan data perilisan cadangan devisa per April yang diproyeksikan tergerus menjadi US$ 125,7 miliar.
(Baca: Tekanan Kurs Rupiah Berlanjut, Cadangan Devisa Tergerus US$ 1,1 Miliar)
Secara eksternal, para pelaku pasar menantikan pidato Gubernur Bank Sentral Amerika atau The Fed Jerome Powell di Zurich, Swiss. Pidato ini terkait berbagai kebijakan moneter AS yang bisa mempengaruhi kondisi keuangan global dan aliran modal internasional. Pelaku pasar juga ingin mendengar penjelasan Powell terkait tingkat inflasi AS serta kemungkinan The Fed menaikan tingkat suku bunga acuan bulan depan.
Nafan melihat pasar saham Indonesia sudah menunjukkan jenuh jual atau oversold, mengacu pada indikator Stochastic dan Relative Strength Index (RSI). "Tinggal menunggu sentimen positif yang akan mengerek IHSG kembali ke zona hijau," ujarnya.
Sentimen positif yang dimaksud adalah pengumuman data Bank Indonesia bulan lalu, misalnya cadangan devisa meningkat, neraca perdagangan membaik, dan penetapan suku bunga acuan BI 7 Day Repo Rate.
Pada perdagangan kemarin, pasar modal di Asia, tidak mengalami koreksi seperti Indonesia. Hang Seng Index (Hong Kong) menguat 1,36 persen ke level 30.402, Shanghai Composite Index naik 0,79 persen menjadi 3.161, Strait Times Index (Singapura) juga menguat 0,29 persen menjadi 3.543, dan Nikkei 225 Index (Tokyo) naik 0,18 persen menjadi 22.508.
(Baca juga: Rupiah di Atas 14 Ribu, Kadin: Baik untuk Ekspor, Menyulitkan Impor)