Masuk Bursa, Harga Saham Anak Garuda Sempat Turun 5%
PT GMF AeroAsia Tbk resmi mencatatkan sahamnya (initial public offering/IPO) di Bursa Efek Indonesia. Saham GMF dibuka pada level harga Rp 400, dan sempat naik ke Rp 405 per saham. Namun tidak berlangsung lama, saham anak usaha PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk ini langsung terjerembab di zona merah, di level Rp 380-390 per saham atau turun 5%. Padahal, prospek bisnis GMF dinilai positif dan diharapkan bisa segera meningkat.
Direktur Utama GMF Iwan Juniarto mengatakan pihaknya melepas 2,8 miliar lembar saham baru atau sebesar 10% dari modal ditempatkan dan disetor. Dengan harga Rp 400 per saham, emiten baru berkode GMFI ini berhasil menghimpun dana sebesar Rp 1,27 triliun. Sebelumnya GMF menutup masa penawaran umum kepada publik dengan mencatatkan kelebihan permintaan (oversubscribe) sebanyak 2,6 kali.
"Tujuan IPO lebih ke arah ekspansi. Bukan hanya Garuda, tapi dari customer lain baik domestik maupun regional yang sekarang ini melakukan perawatan di MRO luar dan secara kemampuan harusnya GMF bisa," ujar Iwan saat IPO di Gedung BEI, Jakarta, Selasa (10/10). Adapun sebagai penjamin emisinya (underwriter) adalah Bahana Sekuritas, BNI Sekuritas, Danareksa Sekuritas, dan Mandiri Sekuritas.
Perusahaan yang bergerak di sektor MRO (Maintenance, Repair, and Overhaul) penerbangan ini berencana menggunakan sekitar 60% dana IPO untuk mendanai investasi dalam rencana ekspansi. Sekitar 15% untuk pembiayaan kembali dan pelunasan utang (refinancing), serta sisanya untuk kebutuhan modal kerja.
(Baca: Anak Usaha Garuda Indonesia Incar Dana Segar Rp 3,2 Triliun dari IPO)
Untuk rencana ekspansi, GMF akan memulai pembangungan fasilitas perawatan pesawat di Batam, Australia, Asia Timur, dan Tengah Timur. Kemudian melakukan peningkatan kapabilitas perusahaan dalam bidang airframe, component, dan engine pesawat. Selain itu, GMF juga akan memperbarui teknologi dan peningkatan skill tenaga ahli dengan meningkatkan daya serap perusahaan secara organik.
Aksi korporasi ini dilakukan untuk menunjang target pertumbuhan kinerja keuangan perusahaan. Tahun ini GMF ditargetkan meraih pendapatan sebesar US$ 454 juta dengan laba bersih sebesar US$ 69 juta. Target pendapatan tumbuh 17,3% dan laba bersih 19% dibandingkan realisasi tahun lalu.
Menyikapi penurunan harga sahamnya, Iwan mengatakan hal tersebut biasa terjadi untuk menguji pasar. Dia pun berkomitmen akan mencapai kinerja yang telah ditargetkan sebelumnya. "Tapi yang penting performance, kalau nanti naik terus dan saya percaya optimis dengan performance GMF karena sampai dengan sekarang apa yang kami targetkan ini tercapai," ujarnya.
Iwan juga menjelaskan, GMF tengah berusaha mencapai visi perusahaan masuk dalam 10 besar perusahaan MRO dunia atau Top 10 MRO in The World pada 2020. Target ini akan dicapai dengan berbagai strategi yang dilakukan melalui 3 pilar utama yaitu Human Centric, Business Expansion, dan Technology Driven. Targetnya bisa mencapai pendapatan sebesar US$ 1 miliar pada 2021.
Saat ini, GMF telah mendapat Certificate of Approval dari DKPPU (Direktorat Kelaikan Udara dan Pengoperasian Pesawat Udara) Kementrian Perhubungan RI, Federal Aviation Administration (FAA – Amerika), European Aviation Safety Agency (EASA – Eropa), Civil Aviation Security Authority (CASA – Australia) serta lebih dari 25 negara lain di dunia. Pada tahun 2016 lalu, GMF mendapat predikat “low risk” MRO dari badan otoritas Amerika (FAA), dan di tahun 2017 meningkat menjadi MRO dengan “Very High Level Quality”.
Analis Binaartha Sekuritas Muhammad Nafan Aji mengatakan harga yang ditawarkan GMF saat pencatatan perdana sahamnya di BEI ini merupakan nilai yang wajar. Nilai ini berdasarkan diskusi dengan penjamin emisinya dan paparan publik yang telah dilakukan perusahaan tersebut sebelumnya.
Menurutnya, saham GMF akan tetap diminati karena menjadi satu-satunya industri perawatan pesawat terbang yang memiliki pangsa pasar luas. Perusahaan ini sanggup menerima perawatan dan perbaikan pesawat, mulai dari pesawat tipe ukuran kecil sampai dengan pesawat berbadan besar. Selain itu, banyak maskapai domestik, khususnya Garuda yang sudah menggunakan jasa GMF, bahkan maskapai internasional.
Dengan demikian, terlihat bahwa GMF telah memiliki Sumber Daya Manusia (SDM) yang mumpuni dan juga peralatan yang berkualitas. Sehingga, rilis kinerjanya akan menentukan pergerakan sahamnya ke depan. "Saya rasa prospek bisnis usaha GMF kedepannya akan positif. Apalagi perkembangan industri Aviasi di Asia Tenggara dan Asia Pasifik untuk lima tahun ke depan paling prospektif seiring pertumbuhan ekonomi kawasan Asia yang cenderung stabil di tengah ketidakpastian global," ujarnya.