Ada Ketidakpastian, Pengetatan Perdagangan Bursa Perlu Dipertahankan
Bursa Efek Indonesia (BEI) mengeluarkan beberapa peraturan terkait dengan perdagangan saham di tengah pandemi Covid-19 untuk mencegah anjloknya indeks saham. Meski volatilitas di pasar saham dalam dua bulan terakhir sudah berkurang, masih ada risiko volatilitas di pasar saham kembali terjadi.
"Selama vaksin belum ketemu, faktor ketidakpastian masih sangat besar," kata Direktur Utama Danareksa Sekuritas Friderica Widyasari Dewi dalam dalam acara bertajuk Celah Berinvestasi Di Masa Krisis Covid-19 yang digelar Katadata secara virtual, Jumat (3/7).
Kebijakan Bursa di tengah pandemi ini, dinilai sesuatu yang sudah tepat karena sudah dipertimbangkan dengan sangat hati-hati dan komprehensif melihat tiap fenomena. Jika dirasa pasar sudah kembali percaya diri, baru BEI bisa melepas kebijakannya di era pandemi.
(Baca: BEI Klaim Kebijakannya Sudah Efektif Jaga IHSG dari Sentimen Corona)
"Tapi tidak untuk saat ini. Harus lebih hati-hati melihatnya," kata Kiki sapaan akrabnya yang pernah menjabat sebagai Direktur Utama PT Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI) periode 2016-2019.
Dengan beberapa peraturan tambahan di Bursa, seperti dihentikannya perdagangan selama 30 menit (trading halt) jika indeks harga saham gabungan (IHSG) turun hingga 5%, Kiki menilai bisa mencegah investor untuk panik. Pasalnya, investor diberikan waktu untuk berpikir lebih jauh lagi.
Pada kesempatan yang sama, Kepala Ekonom Bank Mandiri Andry Asmoro juga menilai bahwa peluang volatilitas di pasar saham masih sangat besar. Jika pandemi terjadi hingga 2021, dia memprediksi banyak sektor usaha yang bakal gulung tikar.
(Baca: IHSG Diramal Naik Ditopang Optimisme Uji Coba Vaksin)
"Risiko masih cukup besar, volatilitas (pasar saham) pada 2021 masih sama. Jika pandemi berlanjut sampai 2021, tentu banyak sektor usaha yang tutup dan membuat pasar modal turun," katanya.
Seperti diketahui, selain menerapkan trading halt, BEI juga menerapkan beberapa kebijakan seperti auto rejection asimetris, jam perdagangan yang lebih singkat, tidak ada daftar saham saat pre opening, dan beberapa kebijakan lainnya.
Bursa saat ini memang terus melakukan diskusi dengan berbagai pihak, termasuk Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dalam rangka menormalkan kembali perdagangan di pasar modal. Hal itu sejalan dengan volatilitas indeks yang sudah jauh berkurang dibandingkan beberapa waktu lalu.
(Baca: Cerita Dirut BEI soal Anjloknya IHSG saat Krisis 1998 dan 2008)
"Kami akan melihat secara keseluruhan bagaimana treatment trading di market apakah bisa dikembalikan ke posisi normal sebelum pandemi Covid-19," kata Direktur Perdagangan dan Penilaian Anggota BEI Laksono Widodo.
Dia mengaku bahwa secara teknis, untuk mengembalikan parameter perdagangan kembali normal bukan hal sulit untuk dilakukan, karena bisa dilakukan hanya dalam hitungan hari. Namun yang membutuhkan waktu lama adalah diskusi dengan berbagai pihak, termasuk pelaku pasar, anggota komite perdagangan, OJK, dan anggota bursa.
Untuk jam perdagangan Bursa yang lebih singkat, Laksono mengatakan bahwa anggota bursa sebenarnya tidak terlalu melihat urgensi untuk dikembalikan menjadi normal dalam waktu dekat. Hal ini sejalan dengan risiko penularan virus corona, sehingga anggota bursa merasa masih perlu menjaga kesehatan karyawannya.
"Ini kan proses diskusinya yang mungkin butuh waktu agak beberapa lama. Ini tentunya akan kami proses seperti yang disebutkan, terutama dengan OJK," kata Laksono.