OJK Tindak Emiten hingga Manajer Investasi 'Nakal'
Sejak Tahun Lalu, OJK Sudah Dalami 22 Kasus Pelanggaran Emiten
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah melakukan supervisory action atau tindakan pengawasan terhadap puluhan pelaku pasar modal, baik perusahaan efek, manajer investasi, maupun emiten yang melakukan pelanggaran sepanjang 2020 hingga 6 April 2021.
Deputi Komisioner Pengawas Pasar Modal II OJK Yunita Linda Sari menyebutkan OJK telah melakukan pendalaman kasus pelanggaran yang dilakukan oleh 22 emiten. Pendalaman dilakukan dengan menganalisis laporan emiten. Biasanya, hal ini terkait klarifikasi laporan keuangan dan klarifikasi penggunaan dana.
"Itu laporan keuangan, realisasi penggunaan dana dari raising fund. Itu yang 22 emiten," kata Yunita konferensi pers di Nusa Dua, Bali, Jumat (9/4).
OJK juga menindak kasus pelanggaran terhadap 15 saham karena terkait pergerakan harga saham yang diperdagangkan.
Tak hanya itu, regulator juga melakukan suspensi terhadap transaksi reksa dana atau pembuatan produk investasi baru yang dilakukan 39 manajer investasi, dan penghentian kegiatan yang dilakukan oleh tujuh perusahaan efek.
"OJK juga melakukan tindakan berupa perintah untuk melakukan tindakan tertentu terhadap 8 perusahaan efek," kata Yunita menambahkan.
Pada periode tersebut, OJK juga memberi teguran tertulis kepada delapan perusahaan efek, tiga pemegang saham perusahaan efek, dan 11 orang perorangan. Otoritas bahkan melakukan penilaian kembali utama kepada satu direktur utama perusahaan efek.
"Ada 5 wakil perantara pedagang efek (WPPE) yang izinnya dibekukan oleh OJK selama periode sampai 6 April 2021," kata Yunita.
OJK memerintahkan sebanyak 12 akuntan publik, enam penilai, lima konsultan hukum, dan tiga notaris untuk melakukan perbaikan. Lalu, menindak juga satu perusahaan pemeringkat efek, satu wali amanat, dan satu biro administrasi efek.
Yunita menjelaskan, OJK menindak perusahaan efek dan manajer investasi, rata-rata atas pelanggaran kegiatan pemasaran tanpa izin saat melakukan audit. Saat melakukan kegiatan penawaran produk, pegawai perusahaan efek tersebut tidak memiliki izin per orang.
"(Izin kegiatan pemasaran) itu yang paling sering dilanggar. Kedua, pelanggaran governance dan internal control," ujar Yunita.