Gambaran Kapitalisasi Pasar Jumbo Tiga Unicorn saat Melantai di Bursa
Bursa Efek Indonesia (BEI) bersiap kedatangan emiten startup berstatus unicorn dan decacorn melantai melalui skema penawaran saham perdana atau initial public offering (IPO). Tercatat, ada tiga unicorn dan decacorn dalam pipeline yang siap melantai di bursa dengan total valuasi aset mencapai US$ 21,5 miliar atau setara Rp 311,75 triliun.
"Dengan masuknya unicorn dan decacorn ke Bursa saham domestik, ini tentunya akan berpotensi mendokrak kapitalisasi pasar emiten saham di BEI," kata Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal OJK, Hoesen, dalam webinar, Kamis (15/7).
Hoesen mengatakan, masuknya startup diprediksi bisa lebih menggairahkan perdagangan saham bursa dalam negeri. Selain itu, IPO unicorn ataupun decacorn, dinilai bisa menarik minat investor masuk ke pasar modal dalam negeri, termasuk investor asing.
Masuknya perusahaan berbasis teknologi dengan valuasi besar juga bisa berkontribusi terhadap kapitalisasi pasar di Indonesia. Bagaimana proyeksi kapitalisasi pasar sejumlah unicorn dan perbandingannya dengan emiten-emiten di MSCI Indonesia?
Pada kesempatan sama, Komisaris BEI Pandu Sjahrir memaparkan, setidaknya ada empat unicorn yang berpotensi go public, yaitu Gojek-Tokopedia (GoTo), PT Global JET Express (J&T Express), PT Bukalapak.com, dan PT Trinusa Travelindo (Traveloka). Terdepan, Bukalapak dijadwalkan IPO pada 6 Agustus 2021 mendatang.
Pandu menilai, bila unicorn tersebut melantai, bukan tidak mungkin akan mendominasi indeks-indeks unggulan di Bursa. "Kemungkinan besar, mereka (unicorn) akan mendominasi LQ45 atau MSCI Indonesia," kata Pandu.
Berdasarkan data yang dilampirkan Pandu, GoTo menjadi perusahaan rintisan dengan nilai kapitalisasi pasar paling besar. Nilai kapitalisasi pasar Go-To bisa mencapai US$ 18 miliar atau setara Rp 261 triliun (asumsi kurs: Rp 14.500 per saham).
Selanjutnya, nilai kapitalisasi pasar J&T Express diperkirakan bisa mencapai US$ 7,8 miliar atau Rp 113,1 triliun. Berikutnya ada kapitalisasi pasar Bukalapak yang diperkirakan bisa mencapai US$ 6,05 miliar atau Rp 87,72 triliun. Sementara itu, perkiraan nilai kapitalisasi pasar Traveloka mencapai US$ 2,75 miliar atau Rp 39,87 triliun.
Berdasarkan data Bursa Efek Indonesia (BEI) pada penutupan perdagangan Kamis (15/7), kapitalisasi pasar GoTo mengalahkan PT Bank Jago Tbk (ARTO) senilai Rp 207 triliun, PT Unilever Indonesia Tbk (UNVR) senilai Rp 196 triliun, maupun PT Astra International Tbk (ASII) senilai Rp 195 triliun.
Kapitalisasi pasar GoTo merupakan yang terbesar kelima di BEI. Hanya kalah dari PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) senilai Rp 746 triliun, PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) senilai Rp 465 triliun, PT Telkom Indonesia Tbk (TLKM) senilai Rp 310 triliun, dan PT Bank Mandiri Tbk (BMRI) senilai Rp 271 triliun.
Pelaksana Tugas Direktur Utama Mandiri Sekuritas Silva Halim mengatakan, dengan pencatatan saham teknologi di bursa domestik, bisa sangat penting untuk masyarakat Indonesia. Pasalnya, seluruh lapisan masyarakat, baik individu, reksa dana, dana pensiun, ataupun asuransi, bisa memiliki kesempatan berinvestasi di sektor teknologi, terutama unicorn.
Silva juga menilai, keuntungan lain yang didapat dengan IPO unicorn atau decacorn adalah meningkatkan daya tarik pasar modal di mata investor asing. "Yang berpotensi menyebabkan lebih banyak aliran dana masuk ke IHSG secara umum," kata Silva pada webinar yang sama.
Potensi masuknya investor asing ke pasar modal Indonesia merupakan kabar baik. Pasalnya, dalam lima tahun terakhir, investor asing mencatatkan jual dengan nilai bersih (net sell) mencapai Rp 126,34 triliun di pasar reguler.
Hal tersebut berbanding terbalik dengan aktivitas investor asing di pendanaan kepada perusahaan private yang setiap tahunnya terus tumbuh.
Berdasarkan data yang dilampirkan Silva, pada 2019 asing melakukan penanaman modal pada perusahaan teknologi senilai US$ 11,2 miliar. Lalu, hingga semester I-2020, asing sudah menanamkan modal mencapai US$ 14 miliar.