Harga Saham Bukalapak Anjlok 19%, Manajemen Sebut Tak Terkait Kinerja
Harga saham PT Bukalapak.com Tbk sempat anjlok 19% dalam dua pekan terakhir dan menyentuh level Rp 695 per saham pada penutupan perdagangan, Rabu (13/10). Ini merupakan level terendah bagi emiten berkode saham BUKA sejak masuk Bursa Efek Indonesia (BEI) awal Agustus lalu.
Pada perdagangan Rabu (13/10), harga saham BUKA sempat melorot 19,2% dari level penutupan akhir September yakni Rp 860 per saham. Tapi, sehari kemudian, Kamis (14/10), harganya naik 7,2% menjadi Rp 745 per saham
Sejak mencatatkan sahamnya di BEI pada 6 Agustus lalu, pergerakan harga saham Bukalapak cukup berfluktuasi. Dengan harga penawaran perdana Rp 850 per saham, kini harga saham BUKA sudah terkoreksi 12,3% ke level Rp 745 per saham, per Kamis (14/10).
Sekretaris Perusahaan Bukalapak, Perdana Arning Saputro mengatakan telah terjadi perubahan portofolio investor, berdasarkan diskusi dengan pelaku pasar modal. Hal itu terkait lonjakan harga komoditas akhir-akhir ini, terutama di sektor energi seperti batu bara.
Seperti diketahui, harga batu bara tengah berada pada tren kenaikan. Puncaknya pada 5 Oktober 2021, harga batu bara di pasar ICE Newcastle (Australia) mencapai US$ 280 per ton, tertinggi dalam 10 tahun terakhir.
"Namun, kondisi tersebut tidak terkait dengan kinerja Bukalapak, melainkan lebih mencerminkan dampak tren global dan makro di luar kendali Bukalapak dan manajemen," kata Perdana dalam keterbukaan informasi, Kamis (14/10).
Perdana mengatakan, hingga saat ini kinerja Bukalapak tetap sesuai dengan rencana bisnis. Sehingga, manajemen tidak mengetahui adanya informasi atau fakta material yang dapat mempengaruhi nilai efek Bukalapak di pasar modal.
Ia mengatakan, Bukalapak beroperasi seperti biasanya dan memiliki tren perkembangan positif sebagaimana digambarkan dalam beberapa rasio. Seperti, pertumbuhan total processing value (TPV) 56% secara tahunan. Lalu, TPV mitra juga tumbuh 237% secara tahunan.
Dikutip dari Databoks, kinerja keuangan Bukalapak mengantongi pendapatan Rp 863,6 miliar pada semester I-2021. Pendapatan tersebut tumbuh 34,7% dibandingkan periode yang sama tahun lalu yang sebesar Rp 641,3 miliar.
Pendapatan Bukalapak mayoritas masih berasal dari marketplace, yakni sebesar Rp 529,2 miliar. Jumlah itu tumbuh 4,4% dibanding periode sama tahun lalu yang sebesar Rp 506,7 miliar.
Kenaikan signifikan berikutnya berasal dari pendapatan mitra dalam enam bulan pertama tahun ini yang sebesar 349% menjadi Rp 289,8 miliar. Namun, pendapatan dari BukaPengadaan tercatat anjlok 36,3% menjadi Rp 44,6 miliar.
Sementara itu, beberapa pos beban Bukalapak justru membengkak. Korporasi lantas masih mencatatkan rugi usaha sebesar Rp 776,2 miliar hingga Juni 2021. Meski demikian, nilai rugi usaha tersebut turun 24,8% dibandingkan pada semester I-2020 yang mencapai Rp 1,03 triliun.
Kinerja kinclong juga tergambar dari kinerja PT Buka Investasi Bersama, yang dalam kurun waktu 12 bulan terakhir telah memfasilitasi investasi sebesar Rp 542,2 miliar dari 5,1 juta pengguna.
Selain itu, Bukalapak juga punya likuiditas untuk menjalankan operasional hingga beberapa tahun ke depan setelah mendapatkan dana segar lebih dari Rp 21 triliun dari IPO. Bukalapak melepas 25,8 miliar saham di harga Rp 850 per saham saat IPO. Sehingga, mampu mengantongi dana Rp 21,9 triliun, terbesar sepanjang masa.
"Oleh karenanya, kami berkeyakinan bahwa kami akan terus memberikan pertumbuhan dan kinerja yang positif. Pihak manajemen tetap berkomitmen untuk terus meningkat dan memaksimalkan nilai yang dimiliki oleh pemegang saham," kata Perdana.
Perdana mengatakan, manajemen tidak mengetahui adanya informasi atau fakta material yang dapat mempengaruhi nilai efek Perseroan atau keputusan investasi pemodal. Selain itu, belum memiliki rencana aksi korporasi dalam waktu dekat yang akan berakibat terhadap pencatatan saham Bukalapak.
Di sisi lain, sebelumnya Bukalapak menegaskan kalau pihaknya tidak memiliki rencana untuk mencatatkan penawaran saham perdana ke publik atau IPO di bursa Amerika Serikat (AS). E-commerce itu memilih berfokus membidik segmen Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) di Indonesia, setelah IPO di BEI.
"Bukalapak saat ini tidak memiliki aksi korporasi (melantai di dua bursa saham atau dual listing)," kata VP Corporate Affairs Bukalapak Sufintri Rahayu dalam pesan elektronik yang diterima Katadata.co.id, Kamis (14/10).
Ia mengatakan, Bukalapak berfokus mendukung pertumbuhan UMKM setelah IPO di BEI. "Ini untuk mewujudkan keadilan ekonomi untuk semua," katanya.