Investor Bersiap Window Dressing Saham, Emiten Bank Patut Jadi Pilihan

Andi M. Arief
1 Desember 2021, 19:49
Window Dressing, IHSG
ANTARA FOTO/Reno Esnir/foc.
Karyawan memantau pergerakan harga saham di Kantor Mandiri Sekuritas, Jakarta, Rabu (15/7/2020).

Fenomena kenaikan kinerja saham emiten di pasar modal atau window dressing berpotensi kembali terjadi pada akhir tahun. Pergerakan saham di beberapa sektor usaha menjadi perhatian sebagian analis.

Window dressing merupakan strategi mempercantik portofolio investasi yang dilakukan perusahaan maupun manajer investasi.

Analis CSA Research Institute Reza Priyambada memperkirakan saham-saham dengan kapitalisasi besar akan menjadi pemimpin di setiap sektor untuk mengangkat Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG). Salah satu sektor yang perlu diperhatikan adalah sektor perbankan.

Setelah itu, beberapa sektor baru akan mengikuti pergerakan emiten perbankan. Salah satu jenis emiten yang perlu menjadi perhatian para pelaku pasar modal ialah saham sektor konsumer, khususnya emiten ritel dan farmasi. Menurut Reza, sektor ritel dan farmasi akan menguat seiring pulihnya daya beli di masyarakat.

"Sektor perbankan, terus konsumer, terutama di sektor farmasi, itu masih ada prospeknya," kata Reza kepada Katadata, Kamis (1/12).

Di sisi lain, Reza akan mewaspadai emiten dari sektor energi dan emiten komoditas. Menurutnya, kedua emiten ini cukup rentan dengan volatilitas karena perubahan harga komoditas di pasar. Beberapa emiten yang dimaksud Reza dari sektor komoditas adalah emiten perkebunan sawit dan batu bara.

Terpisah, Direktur Utama Mandiri Sekuritas Oki Ramadhana akan memperhatikan pergerakan emiten-emiten yang baru melakukan penawaran umum perdana saham (IPO) tahun ini. Menurutnya, seluruh emiten memiliki fundamental dan likuiditas yang cukup bagus.

Namun demikian, sebagian besar harga saham emiten yang baru IPO tercatat tahun ini tercatat melemah. Menanggapi hal itu, Oki mengatakan, fluktuasi yang dialami beberapa emiten itu masih dalam ukuran yang wajar.

"Terlepas naik dan turun di pasar, dari sisi fundamental sangat bagus," ucap Oki kepada Katadata.

Oki meramalkan IHSG dapat ditutup di kisaran level 6.850 akhir tahun ini. Pihaknya optimistis ramalan itu untuk terwujud lantaran IHSG pernah menyentuh level 6.900 dan bergerak di kisaran 6.500-6.600.

Pergerakan Saham Perbankan

PT Bank Central Asia Tbk.

Berdasarkan data Stockbit, emiten berkode BBCA bergerak melemah menuju pertengahan 2021. Namun demikian, harga saham BBCA secara tahun berjalan tumbuh 7,83% menjadi Rp 7.300 per saham.

Sepanjang 2021, BBCA pernah menyentuh titik tertingginya pada RP 7.750 per saham pada 14 Oktober 2021. Adapun, titik terendah secara tahun berjalan terjadi pada 2 Agustus 2021 di level Rp5.960 per saham.

Pada awal Desember 2021, rasio price to earning (PE) BBCA ditaksir mencapai 29,71 kali. Angka itu lebih rendah dari realisasi per Januari 2021 di atas level 31,96 kali. Kapitalisasi saham BBCA saat ini mencapai Rp 899 triliun

PT Bank Rakyat Indonesia Tbk.

Emiten berkode BBRI bergerak cukup berfluktuasi. Bank dengan nasabah terbanyak di dalam negeri ini tercatat hanya tumbuh 0,29% secara tahun berjalan ke posisi Rp 4.080 per saham.

Posisi tertinggi yang pernah disentuh BBRI adalah Rp 4.771 pada 20 Januari 2021, sedangkan titik terendah ada di level Rp 3.590 per 20 September 2021. Adapun, BBRI menyentuh rasio PE tertingginya selama 10 tahun terakhir pada 2 Maret 2021 sebanyak 31,74 kali.

PT Bank Negara Indonesia Tbk.

Harga saham emiten berkode BBNI terlihat mengalami tren pertumbuhan. Secara tahun berjalan, harga saham BBNI naik 475 poin atau menguat 7,69 persen ke level Rp 6.650 per saham.

BBNI menyentuh titik tertingginya secara tahun berjalan pada 22 Oktober 2021 di level Rp 7.450 per saham. Adapun titik terendahnya tahun ini ada di di posisi Rp 4.850 di pertengahan tahun.

Sama dengan BBRI, BBNI juga menyentuh rasio PE tertingginya selama 10 tahun terakhir pada 28 April 2021 sebanyak 76,91 kali. Saat ini, rasio PE BBNI ada di level 18,49 kali.

PT Bank Tabungan Negara Tbk.

Harga saham emiten berkode BBTN ini melonjak pada akhir kuartal I-2021 dan menukik pada awal paruh kedua 2021. Secara tahun berjalan, harga BBTN turun 40 poin atau melemah 2,32% menjadi Rp 1.685 per saham.

Titik tertinggi BBTN secara tahun berjalan ada di level Rp 2.150 per saham pada 8 Maret 2021, sedangkan titik terendah ada di posisi Rp 1.230 pada 14 Juli 2021. Adapun, rasio PE BBTN stabil di kisaran 8 kali sepanjang tahun. 

Reporter: Andi M. Arief
Editor: Lavinda

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...