BEI Ungkap Penyebab Transaksi Turun: Investor Mulai Beralih ke Cina
Nilai transaksi harian di Bursa Efek Indonesia (BEI) sepanjang Januari ini terus mengalami penurunan. Merujuk data otoritas bursa, pada periode sepekan perdagangan 16-20 Januari 2023, nilai transaksi harian bursa turun 11,20% menjadi Rp 10,246 triliun dari rerata Rp 11,538 triliun pada pekan sebelumnya. Nilai ini masih jauh dari target rerata transaksi yang ditetapkan bursa tahun ini di kisaran Rp 14,75 triliun.
Selain itu, rata-rata frekuensi transaksi harian bursa mengalami penurunan sebesar 1,25% menjadi 1.095.938 transaksi selama sepekan dari 1.109.809 transaksi pada seminggu sebelumnya.
Direktur Perdagangan dan Pengaturan BEI Irvan Susandy mengatakan penurunan transaksi karena ada beberapa faktor seperti investor yang mulai mengalihkan portofolio investasinya ke Cina.
Hal ini mengingat, Negeri Tirai Bambu kembali membuka aktivitas ekonomi dan membuka perbatasan untuk pertama kalinya dalam tiga tahun terakhir. Selain itu, efek Januari atau January Effect belum terasa di IHSG.
"Ada beberapa faktor yang kita tahu Cina mulai buka, mungkin banyak investor mau ke sana," ujar Irvan, saat ditemui wartawan di BEI, Jumat (27/1).
Namun demikian, dirinya optimis untuk meningkatkan transaksi harian sesuai dengan target yang dipasang BEI. "Kami optimis biasanya bulan-bulan selanjutnya bisa boosting up, optimis mencapai target kita," kata Irvan.
Selain itu, menurutnya, calon perusahaan atau emiten yang mengantre di pipeline akan memberikan katalis positif bagi transaksi harian pada perdagangan bursa. BEI juga akan meluncurkan beberapa intrumen baru di tahun ini.
Sebelumnya, BEI optimis untuk menghadapi tantangan di 2023. Kepala Divisi Riset BEI, Verdi Ikhwan mengatakan, tantangan itu bersumber dari dampak perang Rusia dan Ukraina yang akan memicu krisis ekonomi global yang berdampak pada kenaikan harga komoditas. Hal ini akan membuat rantai pasok akan terganggu, serta membuat bank sentral di dunia harus menaikkan tingkat suku bunga.
Namun, menurut Verdi, di tengah situasi itu, ia menilai ekonomi Indonesia masih kuat walaupun ada penurunan. Selain itu performa ekspor dan impor, manufaktur yang ikut berkembang, serta masa Pemilu akan menjadi katalis positif. Sentimen tersebut diharapkan akan mendorong jumlah investor dan perusahaan tercatat terus bertumbuh.