Kena Jebakan Dividen, Saham Adaro Anjlok hingga Sentuh Batas Bawah
Harga saham PT Adaro Energy Indonesia Tbk pada pembukaan perdagangan Selasa (23/5) langsung anjlok hingga menyentuh auto reject bawah atau ARB. Saham dengan kode ADRO pagi ini terjun 6,9% menjadi Rp 2.290 per saham. Bahkan secara year to date, sahamnya tercatat sudah turun hingga 36,2%.
Hingga pukul 11.15 WIB, tercatat frekuensi perdagangan sebanyak 7.876 kali dengan volume mencapai 16,5 juta lembar dan transaksi sebesar Rp 12,2 miliar. Pada posisi beli atau bid terpantau sudah kosong, sedangkan antrian jual atau ask mencapai 884.243 lot lembar dengan antrian paling banyak di harga Rp 2.290 per saham.
Penurunan harga saham ADRO disinyalir karena adanya jebakan dividen atau dividend trap. Jebakan dividen adalah saat pelaku pasar membeli saham emiten yang tampaknya tinggi dan menggiurkan, tetapi setelah memasuki masa ex-date harga sahamnya justru anjlok. Alhasil investor terjebak membeli di harga tinggi, pada saat cum date dan harus menyaksikan harga saham koleksinya merosot pasca cum date.
Saham Adaro tercatat naik jelang tanggal cum dividen yakni Senin (22/5) ke posisi Rp 2.460. Sebelumnya pada penutupan Jumat (19/5) saham Adaro diutup Rp 2.410 per lembarnya. Cum date adalah adalah tanggal terakhir untuk seorang investor mendaftarkan diri ke suatu perusahaan untuk mendapatkan dividen dari kepemilikan sahamnya.
Adapun hari ini merupakan tanggal ex date dividen ADRO di pasar reguler dan negosiasi. Lalu recording date dilakukan pada 24 Mei 2023, sedangkan pembayaran dividen akan dilaksanakan pada 6 Juni 2023 mendatang.
Ex-date merupakan tanggal pertama investor sudah boleh menjual saham jika sudah mendapatkan hak atas dividen. Recording date adalah tanggal di mana perusahaan mencatat pemegang saham yang berhak menerima dividen.
Sebagai informasi, emiten pertambangan batu bara tersebut membagikan dividen senilai US$ 1 miliar atau setara Rp 14,7 triliun dengan asumsi kurs Rp 14.725 per dolar AS. Besaran dividen tersebut setara 40,1% dari perolehan laba bersih sepanjang tahun 2022 yang senilai US$ 2,49 miliar. Dibandingkan tahun lalu, porsi ini lebih kecil dari rasio dividen untuk tahun buku 2021 yang sebesar 70% dari laba bersihnya.
Pembagian dividen telah mendapatkan kesepakatan dalam Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan pada Kamis (11/5). Dalam rapat tersebut, terdapat enam agenda pembahasan salah satunya mengenai pembagian dividen untuk tahun buku 2022 yang terdiri dari US$ 500 juta dividen interim dan sebesar US$ 500 juta sebagai dividen final.
Dengan demikian dari dividen tunai ini maka pemegang saham Adaro Energy akan mendapatkan dividen Rp 229,8 per lembarnya. Jika menggunakan perhitungan harga penutupan ketika cum date akan mengimplikasikan dividend yield sebesar 9,3%.
Sebelumnya, Financial Expert Ajaib Sekuritas Chisty Maryani menilai dividend yield Adaro yang sekitar 8% belum cukup menarik. Sehingga ada potensi dividend trap.
“Adaro pergerakannya saat ini koreksinya dalam sekali. Potensi kedepannya Adaro booster-nya cuma dividen,” ujar Chisty dikutip Jumat (12/5).
Maka dari itu, Chisty merekomendasikan kepada investor untuk mengurangi porsi saham ADRO dengan level resistance pada moving average 20 days di Rp 2.970 dan berpotensi menuju level support Rp 2.710.
“Secara teknikal bahkan kami lihat belum ada penguatan. Belum ada pembalikan arah tren. Jadi masih tetap rekomendasinya kurangi porsi,” kata Chisty.
Adapun rasio pembayaran dividen Adaro Energy untuk tahun buku 2022 sebesar 40,1% atau senilai total US$ 1 miliar. Dibandingkan tahun lalu, porsi ini lebih kecil dari rasio dividen untuk tahun buku 2021 yang sebesar 70% atau senilai US$ 650 juta.
“Kalau kita liat emiten energi ini kan sangat nempel ke harga komoditas, sedangkan harga komoditas batu bara juga sudah menurun. Jadi secara jangka panjang juga kurang menarik,” ujar Chisty.
Sebagai informasi, harga batu bara terkoreksi dalam usai bank sentral Amerika Serikat (AS), The Federal Reserve atau The Fed, menaikkan suku bunga pada Rabu (3/5).