Perdagangan Karbon di Indonesia akan Dimulai Besok, Ini Tantangannya
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menilai perdagangan karbon di Indonesia memiliki potensi ekonomi yang cukup besar, terutama dari sektor lahan maupun energi. Meski demikian, implementasinya memiliki sejumlah tantangan.
Dr. John Vong, seorang dosen sekaligus profesor dari Monash University, Australia, mengatakan tantangan dalam perdagangan karbon yang pertama adalah integritas, di mana dalam perdagangannya harus benar-benar hijau dan memiliki tujuan untuk mengurangi emisi.
“Kesulitannya (perdagangan karbon) memang harus memperhatikan integritasnya. Jadi kreditnya benar-benar itu kredit karbon, benar-benar green. Jadi, yang paling penting adalah bagaimana mencari integritas dari produk itu,” ujar Vong saat ditemui Katadata.co.id, di sela acara Save The Planet: The Role of Financial Sector to Support Carbon Reduction and Electric Vehicles Development, Jakarta, Senin (25/9).
Dia menyebutkan, tantangan yang kedua adalah integritas dari sistem agar perdagangan karbon bisa berjalan dengan baik dan terarah. Selain itu, harus ada kapasitas yang jelas untuk menjual dan membeli karbon.
“Kalau mereka tidak jelas, misalnya ada pasar tapi tidak aktif, ya perdagangan karbonnya tidak bisa berjalan dengan benar,” ujarnya.
Tantangan yang ketiga, menurut Vong, pemerintah juga perlu memberikan informasi dan pengetahuan mengenai pasar karbon di dalam negeri. Pasalnya, masih banyak informasi yang simpang siur mengenai mekanisme perdagangan karbon.
Bursa Karbon Diluncurkan Besok
Perdagangan karbon merupakan kompensasi yang diberikan oleh negara-negara industri maju penghasil karbondioksida untuk membayar kerusakan lingkungan akibat emisi tersebut kepada negara pemilik hutan penyerap karbon. Mekanisme ini menjadi solusi di beberapa negara dalam mengurangi emisi karbon.
Semantara itu, Ketua Dewan Komisioner OJK Mahendra Siregar mengungkapkan bahwa perdagangan karbon melalui bursa karbon di Indonesia akan dimulai pada besok, Selasa (26/9). Dia berharap semua proses persiapan seperti penyiapan kegiatan, unit karbon, segala bentuk registrasi, verifikasi, sertifikasi, pembuktian keabsahan hingga kepada perdagangan itu sendiri dapat mendukung kesuksesan penyelenggaraan bursa karbon.
“Dan bagaimana menjaga perdagangannya itu bisa berhasil dengan baik, tentu hasilnya bisa kembali diinvestasikan dalam upaya menjaga keberlanjutan lingkungan hidup kita, terutama dalam konteks pengurangan emisi karbon,” ujar Mahendra.
Sebelumnya, OJK menyatakan siap mengawasi proses perdagangan karbon melalui bursa karbon dengan menerbitkan Peraturan OJK (POJK) No.14 Tahun 2023 tentang Perdagangan Karbon Melalui Bursa Karbon sebagai aturan pendukung. Aturan ini telah mendapat persetujuan Komisi XI DPR.
Kepala Eksekutif Pengawas Inovasi Teknologi Sektor Keuangan, Aset Keuangan Digital, dan Aset Kripto OJK, Hasan Fawzi mengatakan POJK bursa karbon diharapkan dapat meminimalisasi multitafsir atas ketentuan perundang-undangan dan kemungkinan pelanggaran atas ketentuan. Hal ini sangat diperlukan untuk mewujudkan tujuan perdagangan karbon di Indonesia, yaitu memberikan nilai ekonomi atas unit karbon yang dihasilkan ataupun atas setiap upaya pengurangan emisi karbon.
Hasan menuturkan, saat ini terdapat 99 Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) berbasis batu bara yang berpotensi ikut perdagangan karbon pada tahun ini. “Jumlah itu setara dengan 86% dari total PLTU batu bara yang beroperasi di Indonesia,” ujarnya. Tak hanya subsektor pembangkit listrik, sektor lainnya seperti sektor kehutanan, perkebunan, migas, hingga industri umum juga akan meramaikan perdagangan karbon di Indonesia.
SAFE Forum 2023 akan menghadirkan lebih dari 40 pembicara yang akan mengisi 15 lebih sesi dengan berbagai macam topik. Mengangkat tema "Let's Take Action", #KatadataSAFE2023 menjadi platform untuk memfasilitasi tindakan kolaboratif dari berbagai pemangku kepentingan yang disatukan oleh misi menjadikan Indonesia sebagai negara yang lebih hijau. Informasi selengkapnya di sini.